A. LUAS WILAYAH

Sesuai dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 2001 tentang pembentukan Kota Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya memiliki wilayah seluas 17.156,20 Ha atau 171,56 km2 yang meliputi wilayah 8 Kecamatan, yaitu Kec. Cipedes, Cihideung, Tawang, Tamansari, Mangkubumi, Kawalu, Indihiang dan Cibeureum. Data ke-8 Kecamatan yang mencakup 69 Kelurahan sebagaimana Tabel di bawah ini :

LUAS WILAYAH ADMINISTRATIF KECAMATAN DAN JUMLAH WILAYAH ADMINISTRATIF KELURAHAN

No. Kecamatan Luas Wilayah
(km2)
Jumlah
Kelurahan
1
2
3
4
5
6
7
8
Cihideung
Cipedes
Tawang
Indihiang
Kawalu
Cibeureum
Tamansari
Mangkubumi
5,30
8,10
5,33
30,10
41,12
29,41
28,52
23,68
6
4
5
13
10
15
8
8

Jumlah : 171,56 69

B. LETAK GEOGRAFIS

Kota Tasikmalaya secara geografis memiliki posisi yang strategis, yaitu berada pada 108o 08' 38" - 108o 24' 02" BT dan 7o 10' - 7o 26' 32" LS di bagian Tenggara wilayah Propinsi Jawa Barat. Kedudukan atau jarak dari Ibukota Propinsi Jawa Barat, Bandung + 105, wilayah Kota Tasikmalaya berbatasan dengan :

  1. Sebelah Utara : Kab. Tasikmalaya dan Kab. Ciamis (dengan batas sungai Citanduy)
  2. Sebelah Barat : Kab. Tasikmalaya
  3. Sebelah Timur : Kab. Tasikmalaya dan Kab. Ciamis
  4. Sebelah Selatan : Kab. Tasikmalaya (batas sungai Ciwulan)

 Kabupaten Tasikmalaya, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Singaparna, sekitar 380 km sebelah tenggara Jakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Majalengka di utara, Kabupaten Ciamis dan Kota Tasikmalaya di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Garut di barat.

Pemerintahan

Kabupaten Tasikmalaya terdiri atas 39 kecamatan, yang dibagi lagi atas 348 desa dan kelurahan. Kota Tasikmalaya sempat menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Tasikmalaya, tetapi kini menjadi kota otonom sejak 21 Juni 2001. Sejak itu, secara bertahap pusat pemerintahan kabupaten ini dipindahkan ke Kecamatan Singaparna.

 Geografi

Sebagian besar wilayah Kabupaten Tasikmalaya merupakan daerah pegunungan, dengan puncaknya Gunung Galunggung dan Gunung Telagabodas. Tasikmalaya memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata di dataran rendah 20°-34° C dan di dataran tinggi 18°-22° C. Curah hujan rata-rata 2.072 mm/tahun.

Pendidikan

Kabupaten Tasikmalaya memiliki sejumlah perguruan tinggi, di antaranya Universitas Siliwangi, Institut Agama Islam Cipasung (IAIC) Singaparna dan Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah (IAILM) Suryalaya. Selain itu, Tasikmalaya dikenal memiliki sejumlah pondok pesantren yang tersebar hampir di seluruh wilayah kabupaten.

Perekonomian Tasikmalaya umumnya bertumpu pada sektor pertanian, peternakan, dan perikanan, selain juga bertumpu pada sektor pertambangan seperti pasir Galunggung yang memiliki kualitas cukup baik bagi bahan bangunan, industri, dan perdagangan.

Tasikmalaya, terutama pada era sebelum 1980-an, dikenal sebagai basis perekonomian rakyat dan usaha kecil menengah seperti kerajinan dari bambu, batik, dan payung kertas. Selain itu, kota ini pun dikenal sebagai kota kredit akibat banyaknya pedagang dan perantau dari wilayah ini yang berprofesi sebagai pedagang yang menggunakan sistem kredit. Komoditas kreditan umumnya adalah barang-barang kelontong dan kebutuhan rumah tangga. Namun, sangat disayangkan, seiring dengan kebijakan investasi besar-besaran di era 1990-an, potensi ekonomi rakyat di daerah ini cenderung terpinggirkan, bahkan tidak diperhatikan.

Pariwisata


Masjid Manonjaya (tahun 1890-1921)

Kampung Naga


Kampung Naga

Kampung Naga terletak sekitar 90 km dari Bandung. Masyarakat yang tinggal di daerah ini mempunyai tradisi lama yang tetap dipertahankan. Keunikan kampung ini adalah bangunan-bangunan rumah yang dibuat seragam, mulai dari bahan bangunan sampai pada potongan bangunan dan arah menghadapnya. Selengkapnya mengenai Kampung Naga dapat dilihat di halaman Kampung Naga

Kerajinan

Daerah Rajapolah amat terkenal dengan kerajinan anyaman. Di sini banyak dihasilkan tikar, anyaman dari bambu, perabotan rumah tangga, dan sebagainya. Industri kecil lainnya yang amat menarik: Bordir di Kawalu, Payung Tasik, Kelom Geulis (kelomgeulis.com)dan Batik Tulis. Lingkungan industri kecil yang sedang pesat berkembang ialah Desa Setiamulya, yang menghasilkan industri bordir, kelom geulis, sepatu kulit, meubel, anyaman mendong, dan topi.

Gunung Galunggung


Ledakan dahsyat Galunggung, 1982

Kabut volkano Galunggung, 1982

Letusan Gunung Galunggung terakhir, yang terjadi pada tanggal 5 April 1982, memberikan keuntungan di satu sisi. Sisa-sisa letusan itu sekarang berubah menjadi obyek wisata yang indah mempesona, membentuk danau kawah dan sumber air panas.

Pantai Cipatujah

Pantai dengan keindahan alam laut, berpasir putih. Terletak di Kecamatan Cipatujah, sekitar 74 km dari kota Tasikmalaya. Rekreasi bisa dilakukan di muara sungai Cipatujah, mempergunakan perahu, memancing, serta bisa berbelanja berbagai macam buah pisang.

Pantai Sindangkerta

Keistimewaan Pantai Sindangkerta, adalah taman laut yang disebut Taman Lengsar. Bisa digunakan sebagai tempat berenang. Jika air laut surut, maka di taman seluas 20 hektar itu, akan dijumpai karang laut, ikan hias, dan suaka alam satwa penyu hijau yang sudah langka kita temukan.

 Pantai Karang Tawulan

Jarak dari kota Tasikmalaya 100 km, terletak di kecamatan Cikalong. Sebuah pantai berkarang dan landai, memiliki panorama laut yang mempesona. Agak ke timur, terdapat pulau kecil Nusa Manuk. Pada waktu-waktu tertentu, Nusa Manuk dihuni oleh berbagai macam jenis burung

EKSPEDISI GEOGRAFI INDONESIA 2006 ( EGI 2006 )

Indonesian Geography Expedition 2006

Tangkubanparahu Mt. – Pangandaran Route, West Java, Indonesia

 

Sukendra Martha and Agus H. Atmadilaga*

National Coordinating Agency for Surveys and Mapping. Indonesia

* Study Program of Geodesy, Univ. Pakuan, Bogor. Indonesia

* Email: onesh@bakosurtanal.go.id

 

1.  BACKGROUND

Indonesia as equator country has a wonderful nature, rich natural resource and culture. There is an interesting interaction between human and their environment, also produce an effect to geography phenomena.

Indonesian Geography Expedition ( Ekpedisi Geografi Indonesia --EGI ) is a journey to observe geographic phenomena, which cover biotic, abiotic, and culture aspect also environment effect.  This journey recorded from locations, hopefully could give new view about economy and culture in the country and raise the heroic spirit.

The heroic and loving country spirits in youngster are getting lower now.  Mostly they get closer to technology and modern entertainment.  Therefore, we need to boost their courage to love their country more.  And this is our breakthrough for it, an Indonesian Geography Expedition.

EGI 2006 took place in west java, it well known with their famous fertile lands, surrounded by mountains.  Cities in west java, such as Ciamis, Tasikmalaya, Garut and Bandung have a best variety of biotic, abiotic, and culture phenomena. Economically, southern west java province’s growth is slower than others part of the province. Eventually in this area there are many great assets of tourism, farm land, fisheries, and agro-forestry to boost up their economic growths.

 

2. THE METHOD OF INDONESIAN GEOGRAPHY EXPEDITION

EGI 2006 took a route in parts of west java province, beaches to top of mountains ( Pangandaran beach – Tangkubanparahu Mountain).  The team consists of experts and ordinary people.  In the expedition they observe in multi-discipline knowledge, by doing:

1. Take picture, in every aspect of biotic, abiotic, and culture also environment effect.

2. Observe the potential of natural resources along the route.

3. Observe the pressure and obstacle that would encounter near the future.

 

The steps of EGI 2006 are :

-          pra-survey

-          the expedition

-          Making books and maps

 

Pra-survey

The location and route are fixed by the observation of field survey.  The observation picked routes which allow car to get through in a day.  The choice is according to topographic condition from the mountain to beach or the vice-versa. Then it were argued in technical discussion by the experts in the team.  The topic covered :

§   Abiotic (A) consist discipline of Geology, Soil Science, Geomorfology, Geodesy, Hidrology

§   Biotic (B) discipline of forestry and Biology

§   Culture (C) consist discipline of Language, Antropology, Historical Science, Toponym, Natural Groupies dan other social science.

§   Environment Effect (D), They who observe the environtment , social, politic, economic, culture and religious effect.

 

The Expedition

The activities in EGI 2006 are:

  1. The expedition lead by team leader, accompanied with supervisor, field coordinator and the teams.
  2. The team divided into 4 groups

-      Abiotic Group (A) had duty of observing and giving description of abiotic component

-      Biotic Group (B) had duty of observing and giving description of biotic component

-      Culture Group (C) had duty of observing and giving description of culture component

-      Environment-effect Group (D) had duty of analyzing and giving description of cause-effect the interaction ABC component.

Every group lead by a coordinator accompanied by narrator.

  1. Every sample location was observed interagrately. The expertises explain any phenomenon to the team.
  2. Taking documentary by audio-visual recording to every precious moment and facts in location.
  3. When the field observing done, there was an evaluation for :

-      Checking data completely

-      Writing job distributions are given to the team.

 

The Expedition’s route

The EGI 2006’s route covered southern west-java province, the pangandaran-tangkubanparahu route.  The EGI 2006 took 6 days and the schedules were:

Day 1  : BAKOSURTANAL Cibinong – Kampung Naga - Pangandaran

Day 2 : Pangandaran – Cijulang – Cipatujah – Pamijahan – Tasikmalaya

Day 3 : a. Cangkuang – Situ Bagendit – kadongora Garut

             b. Garut – Pameungpeuk – Leuweung Sancang

Day 4: Patengan reservoir – Kawah Putih – Ciwidey – Pangalengan

Day 5: Tae Malabar Farm Pangalengan – Tangkubanparahu

Day 6: Bandung –Pawon cave– Cibinong

Gambar 1.  EGI 2006 Route Map

 

Making Book and Map

In this step,  writing done by all the expert and the team according to their groups.  Then the script were edited by editors. The layout of final script was designed for public use and then it printed for mass product.

Gambar 2. EGI 2006 Map

 

While books are made, map was drawn.  The map of EGI 2006 was drawn based on Rupabumi Map (topographic map) scale of 1:250.000.  The map data were dxf converted to Corel Draw format.  The map were compiled with short script and photograph.  Making map was collaborated between cartographer and graphic art designer.

 

3. CLOSING STATEMENT

EGI 2006 automatically inventarize natural resources which are resources to the second level government’s development.  People as the main role of development has to be expand and pushed to give encouragement in making decission, managing, and involved in resources development, also give a way to upgrading the their economic level.  Beside of that, EGI map describe the potential of their land to encourage youngster to love their country better.

 

The expedition revealed the traditional trust among community in west java province as well as their potential resources.  All the history heritage are the precious past knowledge.  The economy in southern west java province lower than other part of province.  In order to speed up the economic growth, tourism must be improved, such as eco-tourism,  agro-tourism, and techno-tourism.  In contrary, this area has risk of multi-hazard.  Therefore, re-evaluate in regional planning must consider in risk of multi-hazard, such as earthquake, tsunami, landslide, flood, and other earth-hazard.

 

References

Bakosurtanal (2005) Ekspedisi Geografi Indonesia Gn. Halimun – Pelabuhanratu.

Bakosurtanal (2006), Peta Route EGI 2006. Cibinong. Indonesia

Bakosurtanal (2006) Ekspedisi Geografi Indonesia Pangandaran - Gn. Tangkubanparahu.

 

Attachment

EGI’s Agenda

Day 1 : Naga Village

Naga Village

Naga Village derives from the Galunggung Kingdom. In year of 739, the empire leads by Batari Hyang, the descendent of Resiguru Sempakwaja.  The empire still stood while Galuh and Pajajaran were vanished.  This history are slowly faded among the modern community in Naga Village, they called it ‘parameun obor’.  Otherwise, there is one man believed that naga (dragon) name came from the shape of ‘ciwulan’ river through the Naga Village.

 

Day 2: Pangandaran – Batu Hiu - Cijulang – Cipatujah – Pamijahan

Pananjung Pangandaran (Cagar Alam)

Pangandaran (Cagar Alam dan Taman wisata alam) is in Pangandaran District, Ciamis kabupaten and it has 530 hectare.  It consists of land conservation and sea conservation which has a coral reef and fish in its ecosystem.

 

Batu Hiu

Batu Hiu beach has outcrop beach typology.  The rocks look like a sharks that why they called batu hiu (sharks rock).  Women who wish become a traditional singer or men who want to be a good traditional music player often come there and pray for their wishes.  People say that it start from the story of ‘Sembah Genter Oder’.

 

 

Green Canyon

The real name for this place was ’Cukang Taneuh’, it is in Kertayasa Village and 31 km far from Pangandaran.  ’Cukang Taneuh’ is a Cijulang river part where it pass through a stalactite and stalacnite cave.  It is a challenging journey and beautiful scene of two hills and the forest.

 

Cipatujah Beach

The beach is in southern Tasikmalaya region.  Cipatujah is a black-sand beach with beautiful scenery, has Ciheras warm water and fisheries.  The mineral such as phosphate, zeolith, iron sand, manganese, and clay.

 

Pamijahan

Pamijahan is a religious tourism place; it’s at Pamijahan Village, Bantarkalong District, Tasikmalaya region.  In general, tourists are visiting with special occasions.  In this place, the ritual occasions are very momentous.  In the Maulud moon period is the peak of the rituals.

 

Pangandaran Tsunami

Pangandaran beach has a sand beach with flat topographic place.  The tsunami happened in July 17th 2006.  The earthquake has a scale 6.8 Richter at Hindia Sea.  It destroyed the tourism place.  The west and east pangandaran beaches were the worst place.  The water entered the land at 5 meters high.

 

 

 

 

Day 3 :            a. Cangkuang – Situ Bagendit – Kadongora Garut

                  b. Garut – Pameungpeuk – Leuweung Sancang

Cangkuang temple and Pulo Village

Cangkuang is in Leles District, Garut Region. It’s ancient culture tourism.  This temple is the only hindu-wisnu temple. In the middle there is Syech Arif Muhammad grave.  Pulo Village is the community from the descendant of Mataram Empire’s soldiers, who attacked VOC at Batavia in 17th century.  The unique part of this village is the matrilineal relationship, which is the relationship of mother’s descendant.  Where the girls must stay in while man should leave the village.

 

Garut Kadungora Lamb, Garut

Lamb fight is the traditional trend in sundanese who live in Garut.  Kedungora district is the place of lamb stable.  The fighting-lamb has levels, punglok-2 is the first level and punglok-6 is the highest class.  The rule of the fight must be equal, according to their level.

 

Pameungpeuk

Pameungpeuk has santolo which is the most popular beach in Cikelet District, southern Garut Region.  This place is the place for gathering among traditional fisherman and it grow to be a beautiful tourism place.  Near the place, there is rocket research facility (LAPAN) which was built in 1963 lead by Prof Dr. Hideo Itakawa.

 

Leuweung Sancang

Leuwang Sancang or local forest as they called is the conservation nature with tropical rain forest ecosystem.  It’s in Sancang Village, Cibalong District with 2,157 Hectare at 3 meters above sea level.  The conservation is internationally known; they limited the human activities in the forest.  The activities that allowed are tracking, photography, and fishing, camping, and studying of nature.

 

Day 4: Situ Patengan – Cimanggu - Kawah Putih – Ciwidey

Situ Patengan (patengan reservoir)

Patengan come from ’pateang-teangan’ then become ’pateangan’; in sundanese meant helping each other.  Patengan Reservoir is 150 hectare natural reservoir.  Geologyst said that it was ancient crater filled with water from Cirengganis River.  There are many flora and fauna live there.

 

White Crater

White Crater of Patuha Mountain produces pure sulphure for industrial use.  Patuhan Mountain was named from meaning of old man (pak tua). Others call it Sepuh Mountain (Old Mountain).  Patuhan Mountain known since 1837 by Dr Franz Wilhelm.  Rhododendron sp live there with sulphure and cold weather.

 

Cimanggu

Warm water bath Cimanggu is the warm-water tourism. The water is from Patuha Mountain.  The temperature of water is nearly 40°C, and considered to be safe to bath in.  There are many andesitic outcrops nearby, meaning that the solemn soil is very thin.

 

Ciwidey

Ciwidey is well known with its strawberry farm.  In holidays, many local tourism come and take the strawberry by them selves, it quiet interesting.  The topographic of this place is hilly and the soil is very fertile.

 

Day 5: Malabar Tea Farm, Pangalengan – Tangkubanparahu

Malabar Tea Farm, Pangalengan

The precipitation rate almost flat thru the whole year with low temperature (+ 22 oC).  Tea plant is most suitable plantation for this kind of place.  PT Perkebunan Nusantara VIII Pangalengan has old fashion Tea industry.  It’s built in 1836 by KAR Bosscha.  The Factory is able to export tea to foreign country.  The Factory produces 19 kinds of tea products. One of them which are most likeable is Lipton Tea.

 

Tangkubanparahu

Two million years ago, there was mountain called Sunda Mountain. It had great eruption and left with great caldera and form many mountains, there are Tangkubanparahu, Burangrang, Manglayang, and Pulusari.  The shape of Tangkubanparahu Mountain is like boat upside down.

 

Day 6: Bandung –Pawon Cave– Cibinong

Pawon Cave

Pawon Cave is a karsts ancient site, it’s near Padalarang town.  There are very unique phenomena for studying Bandung basin.  The cave has been conserved forever.  In the cave, there was a complete of human skeleton from past centuries of Mongoloid time.   The age of the skeleton is nearly 9500 years. Unfortunately, the site is near karsts industry, and very easily to be damage.

Selayang Pandang

Wilayah Kabupaten Tasikmalaya secara geografis berada di sebelah tenggara wilayah Propinsi Jawa Barat, dengan batas-batas wilayah :

Sebelah Utara

Kab. Majalengka,Ciamis,Kota Tasikmalaya

Sebelah Barat 

Kab. Garut

Sebelah Timur

Kab. Ciamis

Sebelah Selatan

Samudera Indonesia

 

Secara geografis terletak antara 107° 56' BT - 108°8' BT dan 7° 10' LS - 7° 49' LS dengan jarak membentang Utara Selatan terjauh 75 Km dan arah Barat Timur 56,25 Km. Luas keseluruhan sebesar 2.563,35 Km2.Sebagian besar wilayahnya berada pada ketinggian antara 0 - 1.500 m diatas permukaan laut yang membentang dari arah utara dan yang terendah kearah selatan.

Sebagian kecil wilayahnya yaitu 0,81 % berada pada ketinggian diatas 1.500 m, keadaan iklim umumnya bersifat tropis dan beriklim sedang dengan rata-rata suhu di dataran rendah antara 20°-34° C dan di dataran tinggi berkisar 18°-22° C. Curah hujan rata-rata 2,072 mm/tahun, jumlah hari hujan rata-rata 82 hari.

SEJARAH

Dimulai pada abad ke VII sampai abad ke XII di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Kabupaten Tasikmalaya, diketahui adanya suatu bentuk Pemerintahan Kebataraan dengan pusat pemerintahannya di sekitar Galunggung, dengan kekuasaan mengabisheka raja-raja (dari Kerajaan Galuh) atau dengan kata lain raja baru dianggap syah bila mendapat persetujuan Batara yang bertahta di Galunggung. Batara atau sesepuh yang memerintah pada masa abad tersebut adalah sang Batara Semplakwaja, Batara Kuncung Putih, Batara Kawindu, Batara Wastuhayu, dan Batari Hyang yang pada masa pemerintahannya mengalami perubahan bentuk dari kebataraan menjadi kerajaan.
Kerajaan ini bernama Kerajaan Galunggung yang berdiri pada tanggal 13 Bhadrapada 1033 Saka atau 21 Agustus 1111 dengan penguasa pertamanya yaitu Batari Hyang, berdasarkan Prasasti Geger Hanjuang yang ditemukan di bukit Geger Hanjuang, Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Tasikmalaya. Dari Sang Batari inilah mengemuka ajarannya yang dikenal sebagai Sang Hyang Siksakanda ng Karesian. Ajarannya ini masih dijadikan ajaran resmi pada jaman Prabu Siliwangi (1482-1521 M) yang bertahta di Pakuan Pajajaran. Kerajaan Galunggung ini bertahan sampai 6 raja berikutnya yang masih keturunan Batari Hyang.
Periode selanjutnya adalah periode pemerintahan di Sukakerta dengan Ibukota di Dayeuh Tengah (sekarang termasuk dalam Kecamatan Salopa, Tasikmalaya), yang merupakan salah satu daerah bawahan dari Kerajaan Pajajaran. Penguasa pertama adalah Sri Gading Anteg yang masa hidupnya sejaman dengan Prabu Siliwangi. Dalem Sukakerta sebagai penerus tahta diperkirakan sejaman dengan Prabu Surawisesa (1521-1535 M) Raja Pajajaran yang menggantikan Prabu Siliwangi.
Pada masa pemerintahan Prabu Surawisesa kedudukan Pajajaran sudah mulai terdesak oleh gerakan kerajaan Islam yang dipelopori oleh Cirebon dan Demak. Sunan Gunung Jati sejak tahun 1528 berkeliling ke seluruh wilayah tanah Sunda untuk mengajarkan Agama Islam. Ketika Pajajaran mulai lemah, daerah-daerah kekuasaannya terutama yang terletak di bagian timur berusaha melepaskan diri. Mungkin sekali Dalem Sukakerta atau Dalem Sentawoan sudah menjadi penguasa Sukakerta yang merdeka, lepas dari Pajajaran. Tidak mustahil pula kedua penguasa itu sudah masuk Islam.
Periode selanjutnya adalah pemerintahan di Sukapura yang didahului oleh masa pergolakan di wilayah Priangan yang berlangsung lebih kurang 10 tahun. Munculnya pergolakan ini sebagai akibat persaingan tiga kekuatan besar di Pulau Jawa pada awal abad XVII Masehi: Mataram, banten, dan VOC yang berkedudukan di Batavia. Wirawangsa sebagai penguasa Sukakerta kemudian diangkat menjadi Bupati daerah Sukapura, dengan gelar Wiradadaha I, sebagai hadiah dari Sultan Agung Mataram atas jasa-jasanya membasmi pemberontakan Dipati Ukur. Ibukota negeri yang awalnya di Dayeuh Tengah, kemudian dipindah ke Leuwiloa Sukaraja dan ¿negara¿ disebut ¿Sukapura¿.
Pada masa pemerintahan R.T. Surialaga (1813-1814) ibukota Kabupaten Sukapura dipindahkan ke Tasikmalaya. Kemudian pada masa pemerintahan Wiradadaha VIII ibukota dipindahkan ke Manonjaya (1832). Perpindahan ibukota ini dengan alasan untuk memperkuat benteng-benteng pertahanan Belanda dalam menghadapi Diponegoro. Pada tanggal 1 Oktober 1901 ibukota Sukapura dipindahkan kembali ke Tasikmalaya. Latar belakang pemindahan ini cenderung berrdasarkan alasan ekonomis bagi kepentingan Belanda. Pada waktu itu daerah Galunggung yang subur menjadi penghasil kopi dan nila. Sebelum diekspor melalui Batavia terlebih dahulu dikumpulkan di suatu tempat, biasanya di ibukota daerah. Letak Manonjaya kurang memenuhi untuk dijadikan tempat pengumpulan hasil-hasil perkebunan yang ada di Galunggung.
Nama Kabupaten Sukapura pada tahun 1913 diganti namanya menjadi Kabupaten Tasikmalaya dengan R.A.A Wiratanuningrat (1908-1937) sebagai Bupatinya.
Tanggal 21 Agustus 1111 Masehi dijadikan Hari Jadi Tasikmalaya berdasarkan Prasasti Geger Hanjuang yang dibuat sebagai tanda upacara pentasbihan atau penobatan Batari Hyang sebagai Penguasa di Galunggung
.
Peta Geologi Indonesia, Wilayah Kab. Tasikmalaya, Prov. Jawa Barat

Taman Jasper di Tasikmalaya



Belum banyak yang tahu, Provinsi Jawa Barat, khususnya Tasikmalaya, memiliki wilayah khas geopark (taman geologi) yang dipenuhi batu-batu mulia bertaraf internasional. Taman Jasper Ci Medang, tempat itu dinamai.

Akses

Taman Jasper berada di Kampung Pasirgintung, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya. Tempat yang dahulu mungkin hanya dikenal kolektor batu mulia kini menjadi pusat perhatian geolog dan pemerhati lingkungan. Untuk mencapai Kampung Pasir Gintung, mobil harus diparkir di Kampung Cinampak dan perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 2 km.

Menjelang Kampung Pasir Gintung, satu-dua bongkah batu merah tampak tergeletak di dasar lembah di sebelah kiri jalan setapak. Ketika memasuki kampung tersebut, bongkahan besar batu merah tampak menghiasi pematang sawah dan halaman rumah penduduk. Beberapa di antaranya ditumbuhi pohon-pohon yang memberikan nuansa sakral. Batuan yang disebut sebagai batu merah tersebut ternyata adalah batu mulia jenis jasper (Inggris) atau jaspis (Indonesia ) yang merupakan anggota mineral keluarga kuarsa (quartz family mineral). Karena warnanya yang mirip dengan warna hati ayam, oleh para penggemar dan pedagang batumulia disebut sebagai biduri ati ayam.

Dari Kampung Pasir Gintung, penulis mengikuti jalan setapak yang menurun tajam menuju kawasan sungai Cimedang. Sebuah excavator (backhoe = beko ) besar terlihat sedang diistirahatkan. Tak jauh dari beko tersebut tampak tergeletak, sepuluh bongkahan besar batu merah yang beratnya ada yang mencapai lebih dari 5 ton. Penulis kemudian mengikuti jalan yang dirintis oleh beko tersebut sampai ke pinggiran Sungai Cimedang.

Berkelas dunia

Ketika Sungai Cimedang terlihat di depan mata, yang tampak adalah sebuah pemandangan alam yang membuat emosi penulis tak terkendali. Rasa haru bercampur kagum atas ciptaan Tuhan yang begitu indah membuat penulis tertegun dan hanya bisa mengucapkan kalimat tasbih, subhanallah. Di aliran Sungai Cimedang yang airnya bersih membiru, tampak bongkahan-bongkahan batu merah beragam warna dan beragam ukuran yang terhampar begitu indahnya menghiasi Sungai Cimedang dan sekitarnya. Sebagai seorang ahli geologi dengan pengalaman lebih dari 40 tahun, pemandangan semacam ini rasanya belum pernah penulis lihat, baik di Indonesia maupun di luar negeri seperti Prancis, Swiss, Spanyol, Italia, Yunani, Thailand, Vietnam, Malaysia, Taiwan, Filipina, Amerika, dan di beberapa negara lainnya.

Di Sungai Cimedang, penulis menghabiskan waktu yang tidak lebih dari satu jam (sebelum memasuki waktu magrib ) untuk mengamati lebih dekat beberapa bongkah batu merah yang tergeletak di tepian aliran sungai Cimedang. Warna setiap bongkah ternyata bervariasi, ada yang merah, cokelat, kuning, hijau, hitam, pancawarna, dan beberapa di antaranya mengandung unsur besi (menempel di magnet) dan beragam jenis mineral seperti pirit, galena, tembaga, kristal-kristal kuarsa, dan lain-lain.

Ukurannya ada yang mencapai tinggi 5 meteran dengan perkiraan berat lebih dari 50 ton. Batu merah sebesar ini apalagi dengan jumlah yang banyak dapat dipastikan merupakan suatu fenomena alam yang tidak ada duanya di dunia. Yang tak kalah menarik adalah lingkungan tempat ditemukannya bongkahan batu merah tersebut yang berupa lava bantal berlapis dengan tufa gunung api berumur Oligo-Miosen atau sekitar 25 juta tahun (formasi old andesite).

Di kawasan seluas 5 hektar ini berserakan jasper, batu mulia berwarna merah hati, yang termasuk kelompok kuarsa. Andri Subandrio, geolog dari Institut Teknologi Bandung, menjuluki kompleks itu sebagai firdaus jasper raksasa. Di kawasan inilah pada 25-30 juta tahun silam terbentuk firdaus laut purba.

"Saya sudah berkeliling ke 20 negara di dunia, tetapi tidak pernah melihat yang seperti ini. Batu-batu jasper berwarna merah yang berukuran besar dan langka berserakan di mana-mana, di ladang, sawah, sungai, bahkan pekarangan rumah warga," kata Sujatmiko, pengusaha batu mulia yang juga Sekretaris Kelompok Riset Cekungan Bandung (KRCB), Sabtu (18/7).

Ia menyampaikan hal itu dalam acara peluncuran buku Merahnya Batu Merah Taman Jasper Tasikmalaya. Ia bertindak sebagai salah satu penyunting buku kedelapan yang dibuat KRCB selama delapan tahun terakhir. Buku ini merupakan sebuah kompilasi tulisan dari 17 penulis menyangkut Taman Jasper.

Penulis antara lain Andri Subandrio, T Bachtiar, Budi Brahmantyo, Eko Yulianto dari KRCB, Kepala Museum Geologi Yunus Kusumahbrata, dan seniman Hawe Setiawan. Ide penulisan buku ini tidak terlepas dari kekhawatiran tentang adanya upaya eksploitasi besar-besaran untuk keperluan ekspor terhadap batu-batu jasper di tempat ini.

Terancam musnah

Seperti telah disinggung sebelumnya, di tahun 2000, seorang pengusaha Jepang telah berhasil mengevakuasi sekitar 3.000 ton batu merah dari Kampung Pasir Gintung, dan sungai Cimedang. Dari penjelasan pemilik beko yang mengontrak lokasi batu merah tersebut dengan nilai kontrak sekitar Rp 50 juta, penulis mendapatkan penjelasan bahwa selain 3.000 ton yang dibeli oleh pengusaha Jepang, beberapa tahun kemudian terjadi juga pengiriman sebanyak 1.500 ton batu merah ke seorang pengusaha batu mulia di Purwakarta.

Sumber lainnya menjelaskan juga bahwa tiga tahunan yang lalu, 6 truk Fuso ditugasi untuk mengangkut batu merah ke kawasan Cilincing Jakarta dengan berat total sekira 1.500 ton.

Ketika penulis mempersiapkan naskah tulisan ini, penulis mendapat kabar dari lapangan bahwa kurang dari seminggu sejak kunjungan penulis, selain sepuluh bongkah batu merah yang sebagian telah berhasil penulis amankan di Bandung, beko yang selalu standby rupanya telah berhasil mengevakuasi batu tersebut dari sungai Cimedang sekitar 30 bongkah batu merah dengan perkiraan berat 50 - 60 ton.

Bongkahan-bongkahan batu merah ini kemungkinan besar dieksploitasi untuk memenuhi pesanan 300 ton batu merah dari seorang pengusaha di Bogor yang telah mengedrop uang muka Rp 30 juta. Kenalan penulis memperkirakan bahwa dalam kurun waktu kurang dari dua bulan, seluruh bongkahan batu merah yang bertebaran dengan indahnya di aliran Sungai Cimedang dan juga di Kampung Pasir Gintung seluruhnya akan diangkut ke Bogor.

Hal ini bukan tidak mungkin karena dengan telah masuknya musim kemarau, permukaan air Sungai Cimedang akan sangat menyusut sehingga mesin beko dapat dengan leluasa mengangkut seluruh bongkahan batu merah yang tergeletak di aliran sungai Cimedang. Untuk bongkahan yang berukuran raksasa, mereka telah siap dengan peralatan bor intan yang mampu membelah bongkahan-bongkahan besar tersebut menjadi bongkahan berukuran lebih kecil sehingga dapat terangkat oleh mesin beko.

Harus diselamatkan

Keberadaan batu merah di Kampung Pasir Gintung dan Sungai Cimedang sebetulnya dapat disulap menjadi sebuah taman jasper yang tak ada taranya di dunia jika dikelola dengan baik. Walaupun berdasarkan perkiraan telah lebih dari 6.000 ton batu merah bongkahan berukuran besar diangkut ke luar negeri (jumlahnya lebih dari 2.000 bongkah kalau berat rata-rata setiap bongkahan 3 ton), bongkahan yang tersisa insya Allah masih memiliki daya tarik wisata yang luar biasa.

Kini terserah kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya dan jajarannya, apakah akan membiarkan batu merah tersebut musnah total dari kawasan Pasir Gintung dan sungai Cimedang, atau mempertahankannya untuk suatu hari kelak dikembangkan menjadi sebuah taman jasper yang tak ada duanya di dunia.

Selain itu, penduduk setempat dapat dipersiapkan dan diajari ilmu dan keterampilan dalam kerajinan batu mulia. Dengan adanya taman jasper nanti, dan penduduknya banyak yang berwirausaha di bidang kerajinan batu mulia, insya Allah Kampung Pasir Gintung dan Desa Buni Asih akan berkembang menjadi suatu daerah yang sejahtera dan sumber daya batu merahnya akan tetap lestari sehingga dapat dikagumi oleh anak cucu kita di kemudian hari.

Semoga kita diberikan kearifan dalam mengelola sumber daya alam ciptaan Tuhan agar keberadaannya dapat menyejahterakan masyarakat dan bangsa kita. Amin

GEMPA BUMI TASIKMALAYA

1.    Gempabumi terjadi pada hari Minggu, 10 Januari 2010. Berdasarkan informasi dari BMKG gempabumi terjadi pada pukul 07:25:04 WIB, pusat gempa berada pada koordinat 8.02°LS dan 107,91°BT dengan magnituda 5,4 SR pada kedalaman 14 km, berada pada 84 km baratdaya Tasikmalaya, Jawa Barat. Berdasakan USGS, pusat gempabumi berada pada koordinat 7.830°LS dan 107,926°BT dengan magnituda 5,0 SR pada kedalaman 69.7 km, berada pada 60 km selatan-baratdaya Tasikmalaya, Jawa Barat.

 2.    Kondisi geologi daerah terkena gempabumi:

Wlayah selatan Jawa Barat pada umumnya disusun oleh batuan sedimen, batuan gunungapi, dan batuan berumur Tersier lainnya yang telah mengalami pelapukan. Di sebelah utaranya disusun oleh alluvium, batuan gunungapi dan batuan lainnya berumur Kwarter. Batuan-batuan tersebut bersifat urai, lepas, unconsolidated  sehingga bersifat memperkuat efek goncangan gempa.

3.   Penyebab gempabumi:

Gempabumi ini disebabkan oleh aktifitas penujaman (subduksi) lempeng Samudra Hindia ke arah bawah lempeng Eurasia.

4.    Dampak gempabumi:

Menurut hasil rekaman seismometer di Pos Gunungapi Galunggung di Tasikmalaya, gempabumi ini memiliki lama gempa 250 detik dengan intensitas gempabumi yang dirasakan sebesar II-III pada skala MMI (Modified Mercalli Intensity). Rekaman seismometer di Pos Gunungapi Guntur di Garut, gempabumi ini memiliki lama gempa 300 detik dengan intensitas gempabumi yang dirasakan sebesar II-III MMI. Hasil penyelidikan lapangan oleh Pengamat Gunungapi Galunggung dan Guntur, belum dilaporkan adanya kerusakan akibat gempabumi ini. Informasi dari BMG dan USGS, gempabumi dirasakan di Garut dengan intensitas IV-V MMI, di Pangandaran dan Ciamis IV MMI, di Bandung III-IV MMI, di Cianjur III MMI dan di Ciampea II MMI. Pusat gempabumi ini berada pada kedalaman 50-100 km dari sehingga dampaknya bersifat meluas namun dengan intensitas yang relatif kecil. Hingga laporan ini dibuat, belum ada laporan korban jiwa maupun kerusakan akibat gempabumi ini.

5.    Rekomendasi:

·      Masyarakat dihimbau untuk tetap tenang dan mengikuti arahan serta informasi dari petugas Satlak PB dan Satkorlak PB. Jangan terpancing oleh isu yang tidak bertanggung jawab mengenai gempabumi dan tsunami.

·      Masyarakat agar tetap waspada dengan kejadian gempa susulan, yang energinya lebih kecil dari gempa utama.

·      Gempabumi ini tidak menimbulkan tsunami, karena walaupun gempabumi berpusat di laut, namun energinya tidak cukup kuat untuk memicu tsunami.

Gunungapi Galunggung merupakan gunung api aktif tipe strato, yang di dalam pembagian fisiografi Jawa Barat, termasuk di dalam zona gunung api kwarter yang terbentuk di bagian tengah Jawa Barat, dan secara pembagian karakteristik sedimen batuan tersier terletak di dalam cekungan Bogor. Stratigrafi batuan gunung api dapat di teliti lebih jelas dan detil setelah terjadinya letusan 1982 � 1983.

 

Geomorfologi

Gunung Galunggung menempati daerah seluas 275 km2 dengan diameter 27 km (barat laut-tenggara) dan 13 km (timur laut-barat daya). Di bagian barat berbatasan dengan G. Karasak, dibagian utara dengan G. Talagabodas, di bagian timur dengan G. Sawal dan di bagian selatan berbatasan dengan batuan tersier Pegunungan Selatan. Secara umum, G. Galunggung dibagi dalam tiga satuam morfologi, yaitu: Kerucut Gunung Api,  Kaldera, dan Perbukitan Sepuluh Ribu.

 

  • Kerucut Gunung Api, menempati bagian barat dan selatan, dengan ketinggian 2168 m diatas permukaan laut, dan mempunyai sebuah kawah tidak aktif bernama Kawah Guntur atau kawah saat di bagian puncaknya. Kawah ini berbentuk melingkar berdiameter 500 meter dengan kedalaman 100 � 150 meter.Kerucut  ini merupakan kerucut gunungapi Galunggung tua sebelum terbentuknya Kaldera, mempunyai kemiringan lereng hingga 30� di daerah puncak dan menurun hingga 5� di bagian kaki.

  • Kaldera, berbentuk sepatu kuda terbuka ke arah tenggara dengan panjang 9 km dan lebar antara 2-7 km. Tinggi dinding Kaldera tertinggi adalah 1000 meter di bagian barat-barat laut dan menurun hingga 10 m di bagian timur-tenggara. Di dalam Kaldera terdapat kawah aktif berbentuk melingkar dengan diameter 1000 meter dan kedalaman 150 meter. Di dalam kawah ini terdapat kerucut silinder setinggi 30 meter dari dasar kawah dan kaki kerucut berukuran 250 x 165 meter yang terbentuk selama periode letusan 1982-1983. Pada Desember 1986, kerucut silinder ini tertutup oleh air danau kawah. Pada 1997, setelah volume air danau kawah dikurangi melalui terowongan pengendali air danau, kerucut silinder ini muncul kembali di permukaan air danau.

  • Perbukitan Sepuluh Ribu atau perbukitan �Hillock�, terletak di lereng kaki bagian timur-tenggara dan berhadapan langsung dengan bukaan kaldera. Perbukitan ini menempati dataran Tasikmalaya (�351 m) dengan luas �170 km2, dan dengan jarak sebaran terjauh 23 km dari kawah pusat dan terdekat 6,5 km serta lebar sebaran �8 km, dengan sebaran terpusat pada jarak 10 � 15 km. Jumlah bukit tersebut � 3.600 buah, tinggi bukit bervariasi antara 5 - 50 meter diatas dataran Tasikmalaya dengan diameter kaki bukit antara 50 � 300 meter serta kemiringan lereng antara 15 � 45. Perbukitan ini terbentuk sebagai akibat letusan besar yang menghasilkan kaldera tapal kuda dan yang melongsorkan kerucut bagian timur-tenggara, berumur 4200 tahun yang lalu.

 

Stratigrafi

Stratigrafi G. Galunggung secara umu dibagi dalam tiga (3) periode kegiatan, yaitu:   

1. Periode Pra-Kaldera (Formasi Galunggung Tua)

2. Periode Sin-Kaldera (Formasi Tasikmalaya)

3. Periode Post-Kaldera (Formasi Cibanjaran)


Formasi Cibanjaran/Post Kaldera

Letusan 1822 :

Aliran pirokolstik berwarna abu tua, bersifat lepas dan didominasi oleh ash. Batuan ini ditutupi oleh endapan debris avalanche. Penanggalan radiokabon (C14) dari fragmen kayu di dalam endapan fluvial yang berada di bawah kedua endapan tersebut, mempunyai umur 590   � 150 yrs BP. Ini menunjukkan bahwa Galunggung mempunyai periode istirahat panjang (dormant periode) sebelum letusan 1822).

 

Letusan 1894 :

Berupa jatuhan piroklostik yang ditutupi endapan halus.

 

Letusan 1982-83 :

Aliran piroklostik; tidak terkompaksi, kaya akan ash dan fragmen bom bertipe bom kerak roti. Total volume diperkirakan 5,6 x 106 m3.

Jatuhan piroklostik; mempunyai ketebalan 1-10 meter sampai 30 meter di sekitar kawah aktif. Perlapisan  baik dan memperlihatkan normal graded bedding  dengan material berukuran dari ash sampai bom dan blok. Fragmen bom bertipe bom kerak roti.

Aliran lava; aliran lava basal keluar pada bagian kaki kerucut silinder.

 

Struktur Geologi

Dari hasil analisis �Rose Diagram�, pola kelurusan yang terbentuk pada vulkanik kuarter didaerah Gunung Galunggung mempunyai pola yang sama dan memperlihatkan dominasi kelurusan pada arah N 315� E. Arah kelurusan-kelurusan ini sama dengan zona rekahan pada kerucut silinder 1982 � 83, dimana beberapa titik letusan terjadi dan pada Januari 1983 aliran lava muncul. Pada dasarnya struktur di G. Galunggung dapat dihubungkan dengan kedudukan tektonik regional. Kelurusan ke arah timur laut dan zona rekahan (fracture) pada kerucut silinder adalah paralel terhadap sistem sesar Sumatra, yang mana zona rekahan pada kubah lava 1918 (G. Jadi) dan posisi-posisi dike menunjukan arah yang sama terhadap tekanan utama (principal stress) yang berasal dari pergeseran kerak Samudra Hindia. Arah dari tekanan utama ini kurang lebih normal terhadap sumbu Kaldera Galunggung. Ini menunjukkan bahwa orientasi longsoran Kaldera Galunggung mengikuti zona lemah dari �Tensional fracture�.

Berdasarkan analisis  dari Citra Landsat dan peta geologi lembar Tasikmalaya, struktur yang terdapat berupa kelurusan, rekahan, dan sesar yang pada umumnya berarah tenggara � barat laut. Pola ini sejajar dengan bukaan Kaldera Tapal kuda yang dindingnya dapat dipandang sebagai bidang sesar. Adanya mata air Ci-Panas, Ci-Kunir, dan Ci-Banjaran di sebelah timur � tenggara diperkirakan juga dikontrol oleh rekahan atau sesar bawah permukaan.

 


Acuan

  • Bronto. S, 1989, Volcanic Geology of Galunggung, West Java, Indonesia. A Thesis of Doctor of Philosophy in Geology in The University of Canterbury.

  • Bronto. S, 1999, Volcanic Hazard and Assesment, G. Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat, Direktorat Vulkanologi.

  • Wirakusumah. A. D. dkk, 1998, Simulasi Bahaya Lahar Letusan G. Galunggung. Suatu Perkiraan pada Masa mendatang, Proseding PIT. IAGI XXVII, Yogyakarta 1998.

Make a Free Website with Yola.