Sungai merupakan tempat mengalirnya air tawar. Air yang mengalir lewat
sungai bisa berasal dari air hujan, bisa berasal dari mata air atau bisa
juga berasal dari es yang mengalir (Gletser). Ke mana air itu mengalir?
Air mengalir bisa ke laut, ke danau, ke rawa, ke sungai lain dan bisa
juga ke sawah-sawah.
Ada bermacam-macam jenis sungai. Berdasarkan
sumber airnya sungai dibedakan menjadi tiga macam yaitu: sungai hujan,
sungai gletser dan sungai campuran.
a. Sungai Hujan, adalah
sungai yang airnya berasal dari air hujan atau sumber mata air.
Contohnya adalah sungai-sungai yang ada di pulau Jawa dan Nusa Tenggara.
b.
Sungai Gletser, adalah sungai yang airnya berasal dari pencairan
es. Contoh sungai yang airnya benar-benar murni berasal dari pencairan
es saja (ansich) boleh dikatakan tidak ada, namun pada bagian hulu
sungai Gangga di India (yang berhulu di Peg. Himalaya) dan hulu sungai
Phein di Jerman (yang berhulu di Pegunungan Alpen) dapat dikatakan
sebagai contoh jenis sungai ini.
c. Sungai Campuran, adalah
sungai yang airnya berasal dari pencairan es (gletser), dari hujan, dan
dari sumber mata air. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Digul dan
sungai Mamberamo di Papua (Irian Jaya).
Berdasarkan debit airnya
(volume airnya), sungai dibedakan menjadi 4 macam yaitu sungai permanen,
sungai periodik, sungai episodik, dan sungai ephemeral.
a.
Sungai Permanen, adalah sungai yang debit airnya sepanjang tahun
relatif tetap. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan,
Barito dan Mahakam di Kalimantan. Sungai Musi, Batanghari dan Indragiri
di Sumatera.
b. Sungai Periodik, adalah sungai yang pada
waktu musim hujan airnya banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya
kecil. Contoh sungai jenis ini banyak terdapat di pulau Jawa misalnya
sungai Bengawan Solo, dan sungai Opak di Jawa Tengah. Sungai Progo dan
sungai Code di Daerah Istimewa Yogyakarta serta sungai Brantas di Jawa
Timur.
c. Sungai Episodik, adalah sungai yang pada musim
kemarau airnya kering dan pada musim hujan airnya banyak. Contoh sungai
jenis ini adalah sungai Kalada di pulau Sumba.
d. Sungai
Ephemeral, adalah sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan.
Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan jenis episodik,
hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu banyak.
Berdasarkan
asal kejadiannya (genetikanya) sungai dibedakan menjadi 5 jenis yaitu
sungai konsekuen, sungai subsekuen, sungai obsekuen, sungai resekuen dan
sungai insekuen.
a. Sungai Konsekuen, adalah sungai yang
airnya mengalir mengikuti arah lereng awal.
b. Sungai Subsekuen
atau strike valley adalah sungai yang aliran airnya mengikuti strike
batuan.
c. Sungai Obsekuen, adalah sungai yang aliran airnya
berlawanan arah dengan sungai konsekuen atau berlawanan arah dengan
kemiringan lapisan batuan serta bermuara di sungai subsekuen.
d.
Sungai Resekuen, adalah sungai yang airnya mengalir mengikuti arah
kemiringan lapisan batuan dan bermuara di sungai subsekuen.
e.
Sungai Insekuen, adalah sungai yang mengalir tanpa dikontrol oleh
litologi maupun struktur geologi.
Berdasarkan struktur geologinya
sungai dibedakan menjadi dua yaitu sungai anteseden dan sungai sungai
superposed.
a. Sungai Anteseden adalah sungai yang tetap
mempertahankan arah aliran airnya walaupun ada struktur geologi (batuan)
yang melintang. Hal ini terjadi karena kekuatan arusnya, sehingga mampu
menembus batuan yang merintanginya.
b. Sungai Superposed,
adalah sungai yang melintang, struktur dan prosesnya dibimbing oleh
lapisan batuan yang menutupinya.
Berdasarkan pola alirannya
sungai dibedakan menjadi 6 macam yaitu radial, dendritik, trellis,
rektanguler dan pinate (Tim Geografi, Yudhistira, p. 84).
1.
Radial sentrifugal, adalah pola aliran yang menyebar meninggalkan
pusatnya. Pola aliran ini terdapat di daerah gunung yang berbentuk
kerucut.
2. Radial sentripetal, adalah pola aliran yang
mengumpul menuju ke pusat. Pola ini terdapat di daerah basin (cekungan).
b.
Dendritik, adalah pola aliran yang tidak teratur. Pola alirannya
seperti pohon, di mana sungai induk memperoleh aliran dari anak
sungainya. Jenis ini biasanya terdapat di daerah datar atau daerah
dataran pantai.
c. Trellis, adalah pola aliran yang
menyirip seperti daun.
d. Rektangular, adalah pola aliran yang
membentuk sudut siku-siku atau hampir siku-siku 90°.
e.
Pinate, adalah pola aliran di mana muara-muara anak sungainya membentuk
sudut lancip.
f. Anular, adalah pola aliran sungai yang
membentuk lingkaran.
Bagaimana apakah dapat Anda pahami? Jika ada
kesulitan Anda dapat mendiskusikan hal tersebut dengan teman-temanmu
atau dengan Guru Pamongmu atau dapat juga Anda tanyakan dengan Guru
Binamu. Sekarang mari kita lanjutkan untuk membicarakan tentang
bagian-bagian sungai dan ciri-cirinya.
Pengendalian erosi tanah secara vegetatif antara lain dapat dilakukan
melalui penanaman tanaman penutup (buffering) dan pergiliran tanaman
(crop rotation)
Gunung Maona Loa dan Maona Kea di Hawaii terjadi
karena erupsi efusif yang menghasilkan bentuk gunung api maar
Fenomena
yang mendahului terjadinya tsunami adalah turunnya dasar laut yang
diikuti dengan surutnya air laut secara mendadak
Proses pelapukan
dipengaruhi oleh air, suhu, dan vegetasi
Beberapa fenomena yang
terjadi di daerah pertemuan dua lempeng
Pengertian gerak epirogenesa
(Pergeseran lapisan kulit bumi yang relatif lambat, waktunya lama dan
meliputi daerah yang luas)
Pembagian zona laut menurut
kedalamannya :
A.
litoral
B. neritik
C. bathyal
D. abysal
Gambar sinklinal
(lembah lipatan) dan antiklinal (puncak lipatan)
Pola
aliran dendritik adalah pola aliran sungai yang tidak teratur terdapat
di daerah dataran rendah atau daerah pantai .
Gambar mata air
artesis dan sumur freatis.
Yang
tergolong tenaga eksogen (tenaga yang berasal dari luar bumi) adalah
sedimentasi, pelapukan, erosi, dan masswasting
Barisfer adalah
lapisan inti bumi yang tersusun atas unsur nikel dan besi .
Laut
ingresi adalah laut dalam akibat dasar laut mengalami penurunan yang
disebabkan oleh peristiwa patahan
Continental shelf adalah batas
pantai yang berhubungan langsung dengan daratan
Pembuatan teras
pada lahan terjal merupakan salah satu upaya pengendalian erosi tanah
dengan menggunakan metode mekanis
Jika diketahui Isobar I = 1.400
mb; Isobar II = 1.250 mb. Jarak Isobar I dan II = 500 km, maka gradien
barometernya adalah :1.400 mb – 1.250 mb = 150 mb
Selisih Isobar I
dan II = 150 mb
Jarak Isobar I dan II = 500 km
Jadi gradien
barometernya adalah : 500/111 km = 33,3 mb
Gejala La Nina
menyebabkan wilayah Indonesia dan negara-negara Asia lainnya mengalami
hujan lebat dan mungkin banjir.
Koppen mengadakan pembagian
daerah iklim berdasarkan temperatur dan curah hujan.
Kerak benua
merupakan lapisan kulit bumi yang tersusun atas logam silisium dan
aluminium
Gambar epirogenetik negatif (daratan naik, seolah-olah
permukaan air laut turun)
Dari
hasil pencatatan seismograf, gempa yang mengguncang suatu wilayah
diketahui gelombang primer tiba pada pukul 05.58’15”. Sedang gelombang
sekunder tiba pada pukul 06.02’30”. Maka jarak episentrum dengan stasiun
gempa di daerah tersebut adalah :
= [(S-P)-1’] x 1 megameter
= [(06.02’30”-05.58’15”)-1’] x 1000 km
= 4’15” – 1’ x 1000
km
= 3’15” x 1000 km
= 3.250 km
Granit adalah
batuan yang berasal dari hasil pendinginan magma dengan komposisi batuan
terdiri dari kuarsa dan felsfar
Gambar bentuk lipatan miring
Faktor
utama yang menyebabkan Indonesia sering mengalami gempa bumi tektonik
adalah pertemuan tiga lempeng tektonik di Indonesia yaitu lempeng
Hindia, Australia dan Eurasia
Magma yang cair akan keluar
perlahan-lahan dan meleleh menuruni gunung berapi, erupsi tersebut
tergolong erupsi efusif
Isoseista adalah garis di peta yang
menghubungkan tempat - tempat yang dilalui gempa dengan intensitas yang
sama
Gambar stalaktit dan stalakmit di bawah ini adalah hasil
pelapukan kimiawi
Orogenesa
adalah gerakan pergeseran lapisan kulit bumi dengan arah vertikal dan
horisontal serta gerakannya relatif cepat dalam wilayah sempit.
Data
curah hujan kota A tahun 2006 menunjukkan jumlah bulan basah adalah 2
bulan dan bulan kering 8 bulan. Iklim di kota A sesuai kriteria
pembagian iklim Schmidt Ferguson adalah iklim :
Q = jumlah bulan
kering/jumlah bulan basah X 100%
= 8/2 X 100%
= 400%
Jadi
kota A termasuk tipe iklim G.
Perhatikan tipe iklim Schmidt-Ferguson
di bawah ini :
Hujan
orografis terjadi karena massa udara (awan) yang dibawa oleh angin
mendaki lereng pegunungan, kemudian terjadi kondensasi dan akhirnya
turun sebagai hujan
Arus laut yang bergerak di Lautan Pasifik adalah
arus Kurosyio dan Kalifornia
Gambar siklus hidrologi
1.
Evaporasi
2. Kondensasi
3. Awan
4. Presipitasi
5. Infiltrasi
Terbentuknya
stalaktit dan stalakmit pada gua di daerah karst akibat proses
pelapukan kimiawi
Intrusi magma adalah peristiwa menyusupnya
magma dilapisan kulit bumi
Salah satu ciri tipe vulkano adalah
tekanan gas tinggi, lava cair kental dan dapur magma dalam
Air
tanah yang terletak di dekat dapur magma yang mengandung mineral
disebut mata air makdani
Salah satu bentuk erosi oleh angin
adalah sandune (bukit pasir)
Sedimentasi adalah proses
pengendapan material hasil erosi dan korasi
Terjadinya doline di
daerah kapur dipengaruhi oleh air hujan
Diketahui jumlah hujan
pada daerah A sebagai berikut:
Dari
data di atas menurut Scmidt- Ferguson daerah tersebut termasuk tipe
tipe iklim :
Jumlah bulan basah = 6 bulan
Jumlah bulan kering = 3
bulan
Q = jumlah bulan kering/jumlah bulan basah X 100%
= 3/6 X
100%
= 50%
Jadi kota A termasuk tipe iklim C
Di dalam
1 m3 udara terdapat 10 gram air. Secara maksimal udara tersebut dapat
menampung 30 gram maka kelembaban relatifnya adalah :
=10/30 X 100%
=33,33%
Pengaruh
DKAT terhadap kondisi fisik bumi yaitu adanya perbedaan musim
Pengaruh
iklim terhadap kehidupan terutama adalah terhadap bentuk pakaian, rumah
dan jenis tanaman
Barisfer adalah lapisan inti bumi yang
merupakan bahan padat yang tersusun dari lapisan Nife (nikel dan ferum)
Batuan
metamorf (malihan) adalah bahan yang telah mengalami perubahan, baik
fisik maupun kimiawi sehingga menjadi berbeda dari batuan induknya
Tektonisme
adalah tenaga yang berasal dari dalam bumi yang menyebabkan perubahan
letak lapisan permukaan bumi baik secara vertikal maupun horizontal
Gambar
di bawah ini menunjukkan bagian-bagian antiklinal dan sinklinal
Gambar
di bawah ini menunjukkan patahan yang membentuk horst
Orogenesa
adalah tenaga geologi yang bekerja pada daerah relatif sempit, waktu
singkat, dan menghasilkan bentang pegunungan
Dari gambar
penampang gunung api di bawah ini menunjukkan :
1.
Batolit
2. Gang/korok magma
3. Diatrema
4. Kepundan
5. Lava
6.
Lakolit
7. Sill
1. Unsur-Unsur Utama Siklus Hidrologi
Hidrosfer merupakan daerah perairan yang mengikuti bentuk bumi yang bulat. Hidrosfer berasal dari kata hidros yang berarti ’air’ dan sphere yang
berarti ’daerah’ atau ‘bulatan’. Daerah perairan ini meliputi samudra,
laut, danau, sungai, gletser, air tanah, dan uap air yang terdapat di
atmosfer. Hidrosfer menempati sebagian besar muka bumi karena 75% muka
bumi tertutup oleh air. Jumlah air yang tetap dan selalu bergerak dalam
satu lingkaran peredaran membentuk suatu siklus yang dinamakan siklus hidrologi, siklus air, atau daur hidrologi.
Penguapan
air yang terjadi di permukaan bumi terutama samudra dan laut disebabkan
oleh panas matahari. Uap air yang terbentuk akan bergerak naik ke udara
yang segera diikuti penurunan suhu. Setelah sampai pada ketinggian
tertentu, uap air yang mengalami kondensasi (pengembunan) dan berubahlah
menjadi embun atau awan, dan akhirnya embun berubah menjadi hujan atau
salju.
Ada tiga macam siklus hidrologi, yaitu:
a. siklus kecil, terjadi jika air laut menguap, mengalami kondensasi menjadi awan dan hujan, lalu jatuh ke laut;
b. siklus sedang, terjadi
dari air laut menguap, mengalami kondensasi dan terbawa angin,
membentuk awan di atas daratan, jatuh sebagai hujan, lalu masuk ke
tanah, selokan, sungai, dan ke laut lagi;
c. siklus besar, terjadi
dari air laut yang menguap, menjadi gas kemudian membentuk
kristal-kristal es di atas laut, dibawa angin ke daratan (pegunungan
tinggi), jatuh sebagai salju, membentuk gletser (lapisan es yang
mencair), masuk ke sungai, lalu kembali ke laut.
Dengan
memahami konsep daur hidrologi secara luas, pengertian istilah daur
dapat digunakan sebagai konsep kerja untuk analisis dari berbagai
permasalahan, misalnya dalam perencanaan dan evaluasi pengelolaan DAS
(Daerah Aliran Sungai). Di dalam daur hidrologi, masukan berupa curah
hujan akan didistribusikan melalui beberapa cara, yaitu air lolos (througfall), aliran batang (stemflow),
dan air hujan yang langsung ke permukaan tanah. Sedangkan air larian
dan air infiltrasi akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran dan
sebagian lagi menjadi air tanah.
Siklus
hidrologi besar terjadi di dalam DAS, dalam mempelajari DAS, daerah
aliran sungai biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah, dan hilir.
Secara biogeofisik daerah hulu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
merupakan daerah konservasi, kemiringan lereng besar (>15%), bukan
merupakan daerah banjir. Jenis penggunaan lahan merupakan hutan,
mempunyai bentuk lembah sungai V. Daerah hilir DAS mempunyai ciriciri
sebagai berikut: merupakan daerah budi daya, kemiringan lereng kecil
(<8%), dan beberapa tempat merupakan daerah banjir. Jenis penggunaan
lahan didominasi tanaman pertanian, mempunyai bentuk lembah sungai U dan
pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi. Daerah
aliran sungai yang tengah merupakan daerah transisi dari kedua
karakteristik DAS yang berbeda tersebut di atas.
Ekosistem
DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi
perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. Perlindungan ini, antara lain,
dari segi fungsi tata air. Erosi yang terjadi di daerah hulu akibat
praktik bercocok tanam yang tidak mengikuti kaidahkaidah konservasi
tanah dan air atau akibat pembuatan jalan yang tidak direncanakan dengan
baik tidak hanya berdampak di daerah erosi tersebut berlangsung, tetapi
juga akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk penurunan
kapasitas tampung waduk sehingga terjadi pendangkalan sungai dan saluran
irigasi yang meningkatkan risiko banjir.
Demikian
juga penebangan hutan secara terus-menerus di daerah hulu akan
menimbulkan peningkatan laju erosi di daerah tengah dan hilir. Dengan
demikian, kondisi hidrologis DAS yang baik sangat dipengaruhi oleh
pemanfaatan dan konservasi lahan di wilayah DAS tersebut. Siklus air
terjadi karena adanya proses-proses yang mengikuti gejala meteorologis
dan klimatologis, antara lain, sebagai berikut.
a. Transpirasi, adalah proses pelepasan uap air dari tumbuh-tumbuhan melalui stomata atau mulut daun.
b. Evaporasi, adalah
penguapan benda-benda abiotik dan merupakan proses perubahan wujud air
menjadi gas. Penguapan di bumi 80% berasal dari penguapan air laut.
c. Evapotranspirasi, adalah proses gabungan antara evaporasi dan transpirasi.
d. Kondensasi, merupakan proses perubahan wujud uap air menjadi air akibat pendinginan.
e. Presipitasi, merupakan segala bentuk hujan dari atmosfer ke bumi yang meliputi hujan air, hujan es, dan hujan salju.
f. Run off (aliran permukaan), merupakan pergerakan aliran air di permukaan tanah melalui sungai dan anak sungai.
g. Adveksi, adalah
transportasi air pada gerakan horizontal seperti transportasi panas dan
uap air oleh gerakan udara mendatar dari satu lokasi ke lokasi yang
lain.
h. Infiltrasi, yaitu perembesan atau pergerakan air ke dalam tanah melalui pori tanah.
2. Jenis-Jenis Perairan di Muka Bumi
a. Sungai
Sungai
adalah air tawar yang mengalir dari sumbernya di daratan menuju dan
bermuara di laut, danau, atau sungai lain yang lebih besar. Aliran
sungai merupakan aliran yang bersumber dari tiga jenis limpasan, yaitu:
limpasan yang berasal dari anak-anak sungai dan limpasan dari air tanah.
Ada berbagai bentuk atau tipe sungai, yaitu:
1) sungai consequent longitudinal, merupakan sungai yang mempunyai aliran yang sejajar dengan antiklinal;
2) sungai consequent lateral, merupakan sungai yang mempunyai arah aliran menuruni lereng-lereng asli yang ada di permukaan bumi seperti done, blockmountain, atau dataran yang baru terangkat;
3) sungai superimposed, merupakan sungai yang mengalir pada lapisan sedimen datar yang menutupi lapisan batuan di bawahnya;
4) sungai subsequent, merupakan sungai yang terjadi jika di daerah sungai consequent lateral terjadi
erosi mundur sampai ke puncak lerengnya, sehingga sungai tersebut akan
mengadakan erosi ke samping dan memperluas lembahnya, akibatnya akan
timbul aliran baru yang mengikuti arah strike (arah patahan);
5) sungai resequent, yakni sungai yang mengalir menuruni dip slope (kemiringan patahan) dari formasi-formasi daerah tersebut dan searah dengan sungai consequent lateral dan sering merupakan anak sungai subsequent;
6) sungai antecedent, merupakan sungai yang arah alirannya tetap karena dapat mengimbangi pengangkatan yang terjadi pada proses yang lambat;
7) sungai obsequent, yakni sungai yang mengalir menuruni permukaan patahan, jadi berlawanan dengan dip dari formasi-formasi patahan;
sungai insequent,
yakni sungai yang terjadi tanpa ditentukan oleh sebabsebab yang nyata;
sungai ini mengalir dengan arah tidak tertentu sehingga terjadi pola
aliran dendrites;
9) sungai reverse,
merupakan sungai yang mengubah arah alirannya karena sungai ini tidak
dapat mempertahankan arah alirannya melawan suatu pengangkatan;
10) sungai compound, merupakan sungai yang membawa air dari daerah yang berlawanan geomorfologinya;
11) sungai composit, merupakan sungai yang mengalir dari daerah yang berlainan struktur geologinya;
12) sungai anaclinal,
merupakan sungai yang mengalir pada permukaan, yang secara lambat
terangkat dan arah pengangkatan tersebut berlawanan dengan arah arus
sungai.
1) Pola Aliran Sungai
Ada berbagai pola aliran sungai sebagai berikut.
a) Paralel,
adalah pola aliran yang lurus atau hampir lurus ke tempat yang lebih
rendah, terdapat pada suatu daerah yang luas dan miring sekali sehingga
gradien dari sungai itu besar.
b) Rectangular, merupakan pola aliran siku-siku di mana pola aliran ini terdapat daerah yang mempunyai struktur patahan, atau hanya joint (retakan).
c) Angulate, merupakan pola aliran yang hampir membentuk sudut 90o, tetapi sungai-sungai masih terlihat mengikuti garis-garis patahan.
d) Radial centrifugal, merupakan pola aliran pada kerucut gunung berapi atau dome sampai stadium muda dengan pola aliran menuruni lerenglereng pegunungan.
e) Radial centripetal, merupakan pola aliran pada suatu kawah atau crater dan suatu kaldera dari gunung berapi atau depresi lainnya, yang pola alirannya menuju ke pusat depresi tersebut.
f) Trellis, merupakan pola aliran yang berbentuk, seperti tralis dengan bentukan antiklin dan sinklin yang pararel.
g) Annular, merupakan variasi dari radial pattern, yang terdapat pada suatu dome atau kaldera yang sudah mencapai stadium dewasa dan sudah timbul sungai consequent, subsequent, resequent, dan obsequent.
h) Dendritic, adalah
pola aliran yang mirip cabang atau akar tanaman, terdapat pada daerah
yang batu-batuannya homogen, dan lerenglerengnya tidak begitu terjal,
sehingga sungai-sungainya tidak cukup mempunyai kekuatan untuk menempuh
jalan yang lurus dan pendek.
2) Meander Sungai
Meander
atau bentuk kelokankelokan aliran sungai, sering didapati pada aliran
sungai di daerah dataran rendah. Meander terjadi karena adanya reaksi
antara aliran sungai dan batu-batuan yang homogen dan kurang resisten
terhadap erosi. Terdapat dua sisi pada lengkungan meander. Undercut adalah
berpindahnyaaliran air yang disebabkan oleh sedimentasi pada bagian
lengkung meander sehingga aliran air di luar lebih cepat daripada arus
air pada sisi dalamnya. Kondisi ini menyebabkan sisi luar lengkung
tererosi dan hasil erosinya terendap di bagian dalam. Jika berlangsung
secara terusmenerus, dapat membentuk setengah lingkaran atau bahkan
hampir melingkar penuh.
Batas daratan
yang sempit yang memisahkan antara tikungan yang satu dan tikungan
lainnya akhirnya terpotong oleh saluran yang baru, dan terbentuklah
danau tapal kuda atau danau mati (oxbow lake). Sungai San Juan
merupakan salah satu contoh sungai bermeander berelief kasar, karena
melakukan erosi pendalaman terhadap batuan dasar sehingga sungai
tersebut berkedudukan tepat di dasar lembahnya.
3) Delta
Delta
adalah endapan yang terbentuk di ujung aliran yang sudah dekat muara di
laut atau danau. Ada berbagai bentuk dan ukuran delta. Berbagai faktor
yang menyebabkan terjadinya delta, antara lain, musim, kecepatan aliran
sungai, dan jenis batuan.
4) Identifikasi Berbagai Proses Pelapukan/Pengikisan Sungai
Erosi
(pengikisan), pengangkutan (transportasi), dan penimbunan atau
pengendapan (sedimentasi) yang terjadi secara alami ketika air mengalir.
Kemiringan daerah aliran sungai, volume air sungai, dan kecepatan
aliran air merupakan faktor yang memengaruhinya. Aktivitas pengikisan
akan semakin meningkat jika kemiringan aliran air sungai makin besar,
sedangkan di daerah datar yang kecepatan airnya lambat penimbunan atau
pengendapan material akan semakin intensif.
5) Lembah Sungai
Lembah
sungai merupakan hasil pengikisan air yang mempunyai bentuk permukaan
yang lebih rendah daripada bagian lainnya. Pertumbuhan suatu lembah
sungai dapat berjalan melalui tiga proses, yakni: pendalaman, pelebaran, dan pemanjangan.
a) Pendalaman lembah sungai
Perbedaan
ketinggian yang besar menyebabkan proses erosi di daerah hulu sungai.
Kekuatan aliran erosi bekerja dengan cara menumbuk dan menggerus dasar
sungai. Cara kerja ini disebut sebagai pengikisan hidrolik. Pengikisan
dan pendalaman saluran juga dipercepat oleh terjadinya pengikisan
mekanik. Pengikisan mekanik ini dipercepat oleh serpihan batuan yang
terbawa oleh aliran yang deras. Selain itu, terjadi pula pengikisan
kimiawi yaitu proses pelarutan dan reaksi asam terhadap dasar dan tepi
saluran sungai.
b) Pelebaran lembah sungai
Lambatnya
kecepatan arus air di daerah datar menyebabkan proses erosi ke samping
(lateral) sehingga erosi lateral lebih pada melebarnya lembah sungai.
Erosi lateral juga dibarengi dengan proses agradasi atau penambahan
endapan yang berasal dari materi longsoran (mass wasting) dari lereng atasnya. Kondisi ini dapat mempercepat terjadinya pelebaran lembah sungai.
c) Pemanjangan lembah sungai
Penurunan
permukaan laut yang menyebabkan daratan bertambah maju, pertumbuhan
delta yang menambah luas daratan merupakan penyebab terjadinya
pemanjangan lembah. Perkembangan lembah sungai dapat dijadikan sebagai
penunjuk umur lembah tersebut, umur ini adalah umur relatif berdasarkan
kenampakan bentuk lembah dalam beberapa tingkatan. Stadium awal ditandai
dengan daya kikis vertikal yang masih besar disebabkan oleh gradien
sungai yang masih besar. Dataran asli baru yang disebabkan oleh
pengangkatan dasar laut dan sedimentasi gunung berapi terbentuk pada
stadium ini. Di beberapa tempat terdapat permukaan sungai dengan lembah
yang kecil-kecil. Dapat dikatakan bahwa pada stadium ini daerah
sekelilingnya masih merupakan bentuk antaraliran dan erosi baru.
Stadium muda pembentukan lembah dimulai dengan beberapa tandatanda, antara lain:
(1) daya kikis vertikal yang kuat akibat gradien yang masih besar menyebabkan penampang lintang dari lembah berbentuk huruf V;
(2) daya angkut aliran air sungai paling besar;
(3) lebar bagian bawah lembah dan lebar saluran sungai sama besar;
(4) dasar lembah belum merata.
Stadium dewasa lembah sungai mempunyai ciri:
(1) gradien sungai lebih kecil daripada gradien pada stadium muda;
(2) terjadinya erosi lateral, dan tidak lagi terjadi erosi vertikal praktis;
(3) lembah sungai berbentuk U, dengan kedalaman yang lebih kecil daripada ukuran lebarnya;
(4) terdapat dataran banjir (flood plain) pada lembah sungai dan terbentuknya kelokan (meander) pada flood plain sungai;
(5) pada bagian akhir stadium dewasa sungai sudah mengalami pendataran dasar sungai akibat sedimentasi.
6) Kualitas fisik air sungai dan pemanfaatan sungai
Di
Pulau Jawa, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung,
Tangerang, dan Surabaya, kualitas airnya cenderung menurun. Adanya
perubahan kadar parameter tertentu seperti kadar pH, kebutuhan oksigen
biologi (Biological Oxygen Demand = BOD) dan kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand =
COD) dapat dijadikan petunjuk terhadap penurunan kualitas air sungai.
Parameter BOD dan COD sungai-sungai di seluruh provinsi di Pulau Jawa
yang telah melampaui batas baku mutu yang ditetapkan. Selain itu,
kekeruhan air dan jumlah lumpur yang mencapai 25 ton/tahun pada
sungai-sungai di Pulau Jawa dapat menunjukkan adanya erosi tanah di
bagian hulu sungai.
Nilai ambang
batas pencemaran berhubungan dengan pengaturan terhadap pemanfaatan
sungai. Penentuan manfaat sungai dapat ditentukan oleh kualitas air saat
itu. Masyarakat pengguna dan para pengusaha yang andil dalam terjadinya
pencemaran air diharapkan dapat mengatasi permasalahan kuantitas dan
kualitas air.
Program yang dilakukan
untuk mengatasi pencemaran air sungai ini adalah program kali bersih
(prokasih). Program ini difokuskan untuk menurunkan jumlah beban zat
pencemar yang masuk ke sungai.
Peranan penting sungai bagi kehidupan manusia, antara lain:
(1) untuk pengairan, misalnya dengan dibuat waduk;
(2) kaya bahan-bahan bangunan seperti pasir, batu kali, dan kerikil yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan;
(3)
sebagai mata pencarian penduduk, seperti pengamjikan pasir dan
batubatu; pencarian bijih emas, intan, timah aluvial; dan perikanan;
(4) sumber pembangkit tenaga listrik dengan memanfaatkan air terjun sungai;
(5)
kandungan mineral yang terdapat di dalam air sungai dapat dimanfaatkan
oleh tumbuhan untuk meningkatkan kesuburannya karena unsur-unsur
tersebut sangat dibutuhkan tanaman;
(6) dataran aluvial yang subur merupakan hasil pengendapan air sungai;
(7)
bagi kelangsungan suatu industri yang banyak memerlukan air, seperti
industri bata dan genting, sungai mempunyai arti yang sangat penting;
(8) untuk lalu lintas atau transportasi air.
b. Danau
Kumpulan
air dalam cekungan tertentu, yang biasanya berbentuk mangkuk disebut
dengan danau. Suplai air danau berasal dari curah hujan, sungai-sungai,
serta mata air dan air tanah. Danau bersifat permanen atau tetap berair
sepanjang tahun. Akan tetapi, jika sumber air pengisi danau berasal dari
salah satu saja, danau tersebut bersifat sementara atau periodik,
sehingga pada waktu tertentu danau tersebut akan kering.
Menurut terjadinya, danau dapat dibagi menjadi beberapa jenis sebagai berikut.
1) Danau Vulkanis
Danau
vulkanis terbentuk akibat adanya aktivitas vulkanis. Depresi vulkanis
timbul pada bekas suatu letusan gunung api. Dasar cekungan yang tertutup
oleh material vulkan tidak tertembus oleh air, sehingga jika terjadi
hujan, airnya akan tertampung dan membentuk danau vulkanis. Bentuk dan
luas yang terjadi dipengaruhi oleh tipe letusan. Pada tipe gunung api
maar akan terbentuk danau maar, pada gunung api dengan letusannya
kaldera, akan terbentuk sebuah danau kaldera yang luas. Contoh danau
vulkanis adalah Danau Singkarak di Sumatra Barat.
2) Danau Tektonik
Danau
tektonik terbentuk karena bentuk-bentuk patahan dan slenk yang
ditimbulkan oleh gerak dislokasi (perpindahan lokasi) di permukaan bumi.
Slenk yang diapit oleh horst, di sekitarnya dapat membentuk danau kalau
mendapat air dalam jumlah yang cukup (air hujan, sungai, mata air).
Contoh danau tektonik adalah Great Basin di Amerika Serikat, Danau
Nyasa, dan Danau Tanganyika di Afrika Timur.
3) Danau Lembah Gletser
Setelah
zaman es berakhir, daerah-daerah yang dahulunya dilalui gletser menjadi
kering dan diisi oleh air. Danau akan terbentuk jika lembah yang telah
terisi air itu tidak berhubungan dengan laut.
4) Danau Dolina
Danau
dolina/dolin merupakan danau yang terdapat di daerah karst dan umumnya
berupa danau kecil yang bersifat temporer. Danau ini dapat terbentuk
jika di dasar dan tebing dolina terdapat bahan geluh lempung yang tak
tembus air, sehingga jika terjadi hujan airnya tidak langsung masuk ke
dalam tanah kapur, tetapi akan tertampung di dolina terbentuklah danau
dolina. Danau dolina dapat juga terjadi karena adanya air di dalam tanah
kapur tinggi.
5) Danau Terbendung/Danau Buatan
Danau
ini terbentuk karena tertahannya aliran air oleh bahan-bahan lepas
maupun terikat, misalnya, runtuhan gunung, moraine ujung dari gletser,
dan aliran lava yang membendung lembah sungai. Waduk atau dam merupakan
danau buatan, hasil bendungan manusia, seperti Waduk Kedung Ombo, Waduk
Gadjah Mungkur, dan Waduk Sermo.
6) Danau karena Erosi Sungai
Contoh: danau tapal kuda (oxbow lake).
Berdasarkan jenis airnya, danau dapat dibedakan atas berikut.
1) Danau Air Tawar
Sumber air dari danau air tawar adalah air hujan. Danau air tawar banyak terbentuk di daerah-daerah bercurah hujan tinggi atau humid (basah). Danau-danau di Indonesia sebagian besar merupakan danau air tawar.
2) Danau Air Asin
Danau ini bersifat temporer. Umumnya danau air asin terdapat di daerah semiarid dan arid.
Penguapan yang terjadi sangat kuat, dan tidak memiliki aliran keluaran.
Danau ini mempunyai kadar garam yang tinggi, sehingga jika danau
tersebut kering, akan tertinggal lapisan garam di dasar danau tersebut.
Danau dengan kadar garam yang tinggi, misalnya, Great Salt Lake, kadar
garamnya sebesar 18,6% dan Laut Mati (Israel), kadar garamnya 32%.
Kondisi Danau di Indonesia
Luas
danau di Indonesia lebih kurang seluas 1,85 juta hektare atau 0,52
persen. Namun, sebagian besar belum dimanfaatkan secara maksimal.
Beberapa danau di Indonesia sudah tercemar, antara lain, Danau Pluit di
Jakarta yang telah tercemar nitrat, fosfat, klorida, dan sulfat yang
sangat tinggi.
Beberapa danau dapat
hilang karena adanya pembentukan delta-delta dan pelumpuran di danau
yang disebabkan adanya erosi, akibat gundulnya hutan di hulu sungai,
kemudian terbawa oleh air yang berakibat pada pendangkalan danau dan
hilangnya danau; gerakan tektonik yang berupa pengangkatan dasar danau;
pengendapan jasad hewan dan tumbuhan yang mati berakibat pada cepatnya
pendangkalan danau; penguapan yang kuat, terutama di daerah arid;
banyaknya air yang keluar karena banyaknya sungai-sungai yang
meninggalkan danau yang menimbulkan erosi dasar pada bibir danau,
akibatnya danau dapat menjadi kering dan kehabisan air, atau karena
ditimbun oleh manusia.
Proses
sedimentasi yang cukup tinggi di Rawa Pening (Jawa Tengah), Danau
Sentani (Papua), Danau Tempe (Sulawesi Selatan), Danau Tondano dan Danau
Limboto (Sulawesi Utara), dan Danau Singkarak (Sumatra Barat) harus
segera ditanggulangi dengan pengelolaan dan menjaga hutan di sekitar
danau. Cara ini dilakukan untuk menjaga ketersediaan air dan menghambat
pengendapan lumpur yang berlebihan. Selain hal tersebut, upaya lain yang
dapat dilakukan adalah memberikan penyuluhan kepada masyarakat akan
pentingnya menjaga dan mempertahankan kualitas lingkungan yang berupa
hutan, tanah, dan air.
c. Rawa
Daerah
di sekitar sungai atau muara sungai yang cukup besar yang merupakan
tanah lumpur dengan kadar air relatif tinggi. Wilayah rawa yang luas
banyak terdapat di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Berdasarkan
genangan airnya, rawa dibedakan atas berikut.
1) Rawa yang Airnya Selalu Tergenang
Tanah-tanah
di daerah rawa ini tidak dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian.
Keadaan ini terjadi karena tanahnya tertutup tanah gambut yang tebal.
Selain itu, karena derajat keasamannya (pH) yang tinggi(mencapai 4,5)
yang berwarna kemerah-merahan, sulit ditemukan hewan yang hidup di rawa
ini.
2) Rawa yang Airnya Tidak Selalu Tergenang
Rawa
jenis ini menampung air tawar yang berasal dari limpahan air sungai
pada saat air laut pasang, pada saat air laut surut airnya akan
mengering. Derajat keasaman rawa ini tidak terlalu tinggi karena adanya
pergantian air tawar di daerah rawa masih dapat dimanfaatkan untuk
pertanian pasang surut. Adanya pohon-pohon rumbia merupakan ciri bahwa
kawasan rawa memiliki tanah yang tidak terlalu asam.
Rawa dapat dimanfaatkan sebagai berikut:
(1) jika keasamannya tidak terlalu tinggi, rawa tersebut dapat dijadikan lahan persawahan dan perikanan;
(2) sebagai objek wisata seperti Rawa Pening;
(3) sebagai batas alam untuk menangkal masuknya intrusi air laut ke darat.
3. Gambaran Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah
aliran sungai (DAS) merupakan daerah yang terbentuk dari kumpulan
sungai dalam suatu sistem cekungan dengan aliran keluar atau muara
tunggal. Daerah aliran sungai merupakan areal tampungan air yang masuk
ke dalam wilayah air sungai. Pengukuran DAS dapat dilakukan dengan cara
menarik garis yang pada titik-titik tertinggi menghubungkan wilayah
aliran sungai yang satu dengan yang lain. Saat ini ada 36 DAS di
Indonesia berada dalam kondisi kritis dengan kerusakan yang sangat
parah. Di bagian hulu sungai sebagian areal hutan telah ditumbuhi banyak
semak belukar dan ada juga yang sudah gundul.
Seperti
pernah kita lihat adanya berbagai masalah yang timbul dengan terjadinya
banjir bandang di Sinjai, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah, dan
Kalimantan Timur. Masalah ini dapat timbul karena gundulnya hutan di
bagian hulu, sehingga tidak mampu menampung luapan air jika terjadi
hujan secara terus-menerus. Demikian juga yang terjadi di bagian bawah,
karena erosi tanah yang terbawa oleh air akan mengendap sebagai lumpur
dan menyebabkan pendangkalan di sungai, waduk, ataupun saluran air,
sehingga ketika terjadi hujan yang terus-menerus air sungai akan meluap
dan terjadilah banjir. Gundulnya hutan merupakan akibat dari penggunaan
tanah yang tidak tepat, seperti sistem perladangan berpindah dan
pertanian lahan kering, tanpa perlakuan konservasi yang tepat dan tidak
mengikuti pola tata guna tanah.
DAS
banyak dipengaruhi oleh faktor iklim, jenis batuan, dan banyaknya
tumbuhan yang dilalui DAS, dan banyak sedikitnya air yang jatuh ke alur
pada waktu hujan. Bentuk lereng DAS sangat berpengaruh terhadap
kecepatan terkumpulnya air hujan di dalam aliran. Meander, dataran
banjir, dan delta adalah bagian dari DAS. Banyaknya hujan di DAS dapat
dihitung dengan cara isohyet dan thiessen.
a. Isohyet,
merupakan garis dalam peta yang menghubungkan tempattempat yang
mempunyai jumlah curah hujan yang sama selama satu periode tertentu.
Isohyet digunakan jika luas DAS lebih besar dari 5.000 km2.
b. Thiessen,
digunakan kalau bentuk DAS tidak memanjang dan sempit, dengan luas
antara 1.000–5.000 km2. DAS dapat dibagi menjadi tiga daerah yaitu
daerah hulu sungai, tengah sungai, dan hilir sungai. DAS di hulu sungai
berbukit-bukit, berlereng curam, banyak digunakan untuk areal ladang
sayuran, perkebunan, atau hutan yang merupakan daerah penyangga dan
banyak permukiman penduduk di sekitar aliran sungai. DAS di bagian
tengah sungai, relatif landai, biasa digunakan untuk jalur transportasi,
karena daerahnya yang datar daerah ini merupakan pusat aktivitas
penduduk, seperti pertanian, perdagangan, perindustrian, dan merupakan
pusat-pusat permukiman penduduk. DAS di bagian hilir merupakan daerah
yang landai, subur, dan banyak dimanfaatkan untuk permukiman dan areal
pertanian (misalnya, areal tanaman padi, jagung, dan tanaman kelapa).
4. Potensi Air Permukaan dan Air Tanah
a. Lapisan Tak Kedap
Lapisan
tak kedap adalah lapisan yang mudah tertembus air sehingga air tidak
tertahan dan langsung dapat meresap sampai pada lapisan kedap. Kadar
pori lapisan tak kedap cukup besar, contoh lapisan tembus air ialah
pasir, padas, kerikil, dan kapur.
b. Lapisan Kedap
Lapisan
kedap ini adalah lapisan yang tak tembus air. Kadar pori lapisan kedap
sangat kecil sehingga kemampuan untuk meneruskan air juga kecil. Kadar
pori merupakan jumlah pori atau celah pada butir-butir tanah (%). Pada
lapisan lempung setelah mengisap air hingga jenuh air tidak akan
terserap lagi sehingga semua air akan dialirkan atau tetap menggenang.
Contoh lapisan kedap, yaitu geluh, napal, dan lempung.
c. Lapisan Peralihan
Lapisan
peralihan terletak di antara lapisan kedap dan lapisan tak kedap.
Lapisan ini merupakan kombinasi dari dua lapisan tersebut. Keadaan air
dan posisi tanah dalam lapisan tak kedap dapat memengaruhi gerak aliran
airnya. Jika lapisan yang kurang kedap terletak di atas dan di bawah
tubuh air, dapat dihasilkan suatu lapisan penyimpanan air yang disebut
air tanah tak bebas. Perbedaan tinggi suatu tempat dengan daerah
tangkapan hujan sangat berperan dalam timbulnya tekanan air tanah tak
bebas. Sumur artesis muncul jika pengeboran dilakukan di daerah yang
lebih rendah daripada permukaan air tanah pada daerah tangkapan hujan.
Bagi daerah-daerah yang kering, beriklim arid (panas) dan semiarid (semipanas),
air artesis mempunyai arti yang sangat penting. Contoh daerah cekungan
artesis di Australia Tenggara, terletak di daerah aliran Sungai Darling
dan Sungai Murray.
5. Penampang Air Tanah
Lapisan
batuan porous merupakan pengikat air tanah freatik dengan jumlah cukup
besar. Kedalaman lapisan freatik tergantung pada ketebalan lapis-lapis
batuan di atasnya. Jika lapisan freatik menjumpai retakan atau patahan,
air akan keluar ke permukaan dan awalnya sering membawa endapan air.
Amatilah penampang lapisan air tanah sebagai berikut.
Hal-hal
berikut ini sedapat mungkin harus dihindari agar kelestarian air tanah
di lingkungan kita tetap terjaga, hal-hal yang perlu dicegah tersebut,
antara lain:
(1) kepadatan penduduk dan permukiman yang berlebihan pada satu wilayah karena berkaitan dengan membesarnya konsumsi air tanah;
(2) penggunaan air tanah yang berlebih-lebihan oleh industri karena akan mempercepat menurunnya volume air tanah;
(3) agar tidak terjadi perluasan, pemanfaatan air tanah (tawar) di daerah pantai harus sesuai dengan peraturan;
(4) pengawasan terhadap penggunaan lahan sepanjang daerah aliran sungai (DAS);
(5) perusakan hutan dan lahan penghijauan menimbulkan tidak seimbangnya tata air;
(6) pembuangan atau kontaminasi limbah terhadap air tanah, terutama limbah industri dan domestik;
(7)
tidak adanya pelaksanaan analisis mengenai dampak lingkungan(amdal),
khususnya terhadap air tanah, terhadap rencana pembangunan.
a. Kegunaan Air Tanah
Kandungan air tanah yang potensial terjadi karena:
(1) tingginya curah hujan, rata-rata lebih dari 2.000 mm/tahun;
(2) populasi tumbuhan penutup tanah dan sekitar 75% berupa lahan kehutanan;
(3)
terdapatnya beraneka jenis tanaman berperan dalam memperbesar absorpsi
terhadap air permukaan, mengingat Indonesia beriklim tropis.
Air
tanah sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Air tanah merupakan
air paling bersih dan paling sehat untuk minum, masak, mandi, dan cuci.
Mengapa demikian? Ini terjadi karena proses pembentukan air tanah
melalui proses penyaringan, pembersihan, dan penetralan derajat
keasamannya. Air tanah dapat ditemukan dengan menggali atau mengebor
lapisan tanah. Dengan sumur-sumur biasa ataupun dengan pengeboran atau
pembuatan sumur artesis pada air tanah tertekan. Pada air sungai
permanen, salah satu sumber airnya berasal dari beberapa mata air di
daerah hulu aliran sungainya yang masih memiliki hutan yang lebat. Air
sungai permanen dapat dimanfaatkan untuk pengairan, perhubungan, dan
objek wisata, karena pada sungai ini volume airnya relatif tetap.
Pembuatan sumur resapan merupakan salah satu carauntuk menjaga
kelestarian air tanah.
Pilot Project Geografi
Sumur Resapan
Kemarau
panjang sering berdampak negatif kepada kehidupan, kekurangan air
bersih, kebakaran hutan, dan lain-lain. Padahal setiap musim penghujan
kita mengalami banjir yang juga membawa kerugian besar. Untuk
mengantisipasi kedua hal tersebut sekaligus, kita perlu membuat
sumur-sumur resapan. Untuk di daerah-daerah yang tanahnya masih luas
kita dapat membuat kolam atau empang. Untuk lokasi yang terbatas kita
membuat sumur resapan.
Adapun cara
membuat sumur resapan cukup mudah. Pertama, galilah tanah di sekitar
rumah, terutama yang berada dekat pompa air atau jet pump. Kedua, isi
lubang secara bergantian dengan pecahan tembok atau batu kali dan ijuk
secara bergantian hingga lubang penuh. Ketiga, pada bagian atas tutup
dengan pasir. Keempat, arahkan curahan air hujan atau air bekas cucian
dapur ke arah lubang, air itu akan meresap ke dalam tanah dan akan
menjadi sumber air tanah bagi lingkunganmu. Cobalah praktikkan hal ini
di sekitar rumahmu maka kamu tak perlu menggali sumur baru atau
memperdalam sumur setiap musim kemarau, dan tentu biayanya akan lebih
murah.
(Murnaria Manalu)
6. Penyebab, Dampak, serta Usaha Mencegah Terjadinya Banjir
Penggundulan
hutan menyebabkan hutan gundul dan tidak bervegetasi. Keadaan ini dapat
memperkecil daya serap air. Jika daerah ini diguyur hujan secara
terus-menerus, hanya sedikit air yang dapat terserap. Akibatnya, air
akan meluap dan terjadilah banjir. Dataran banjir merupakan daerah yang
sering tergenang air saat banjir, dapat terjadi karena pemindahan dan
perubahan meander sepanjang lembah sungai serta adanya hasil pengendapan
sedimen pada bekas aliran yang ditinggalkan akan membentuk suatu
lengkungan dataran yang luas, yang kadang-kadang luasnya dapat jauh
lebih besar daripada alur sungainya sendiri.
Banjir
dapat menimbulkan dampak kerugian bagi manusia, seperti kerusakan pada
rumah, jalan, jembatan, bahkan dapat mengakibatkan korban jiwa. Jika
banjir menerjang persawahan, menyebabkan gagalnya panen. Contohnya,
banjir bandang yang menerjang Sinjai (Sulawesi Selatan). Banjir ini
telah menghancurkan rumah, gedung sekolah, tempat ibadah, dan menewaskan
ratusan jiwa baik manusia maupun hewan.
Timbulnya
polusi air dan berbagai macam penyakit akibat bencana banjir berdampak
psikologis bagi korban. Usaha-usaha manusia untuk mengurangi risiko
banjir, antara lain, sebagai berikut:
(1) meningkatkan daya resapan air, melakukan reboisasi atau penghijauan dan penghutanan kembali wilayah gundul;
(2) mengurangi terjadinya erosi, membuat terrasering dan sengkedan pada lahan miring;
(3) menahan luapan air sungai, membangun tanggul-tanggul;
(4) melakukan pelurusan sungai dan pengerukan sungai bagian dasar lembah pada musim kemarau;
(5) membuat terusan saluran air;
(6) membuat bendungan serbaguna untuk menampung dan memanfaatkan air sepanjang tahun;
(7)
membuat kanal-kanal sungai, selokan-selokan air, membuat pintu air,
membuat tanggul-tanggul pada tepi kota sepanjang batas aliran sungai di
daerah-daerah perkotaan;
(8)
menimbulkan kesadaran penduduk dalam upaya memelihara lingkungan hidup
melalui pendidikan formal atau nonformal dan melalui media massa.
Usaha
pencegahan banjir juga harus dilakukan dengan menggunakan konsep DAS.
Perubahan fisik yang terjadi di DAS akan berpengaruh langsung terhadap
kemampuan retensi DAS terhadap banjir. Retensi DAS dimaksudkan sebagai
kemampuan DAS untuk menahan air di bagian hulu.
Perubahan
tata guna lahan, misalnya, dari hutan menjadi permukiman, perkebunan,
dan lapangan golf akan menyebabkan retensi DAS ini berkurang secara
drastis. Seluruh air hujan akan dilepaskan ke wilayah hilir. Sebaliknya,
semakin besar retensi suatu DAS semakin baik, karena air hujan dapat
dengan baik diresapkan di DAS ini dan secara perlahan-lahan dialirkan ke
sungai hingga tidak menimbulkan banjir di hilir. Manfaat langsung
peningkatan retensi DAS adalah bahwa konservasi air di DAS terjaga, muka
air tanah stabil, sumber air terpelihara, kebutuhan air untuk tanaman
terjamin dan fluktuasi debit sungai dapat stabil.
Retensi
DAS dapat ditingkatkan dengan cara, program penghijauan yang menyeluruh
baik di perkotaan/perdesaan atau kawasan lain, mengaktifkan
bendungan-bendungan alamiah, membuat resapan-resapan air hujan alamiah
dan pengurangan atau menghindari sejauh mungkin pembuatan lapisan keras
permukaan tanah yang dapat berakibat sulitnya air hujan meresap ke
tanah. Memperbaiki retensi DAS pada prinsipnya adalah memperbanyak
kemungkinan air hujan dapat meresap secara alamiah ke dalam tanah
sebelum masuk ke sungai atau mengalir ke hilir untuk itu perlu adanya
proses pembelajaran sosial yang efektif dan terus-menerus.
Sumber :
Sulistiyanto, Iwan Gatot, 2009, Geografi 1 : untuk Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah Kelas X, Jakarta : Pusat perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, h. 139 – 157.