GEOGRAFI, DAN KOMPETENSINYA DALAM KAJIAN GEOGRAFI FISIK

Sutikno
Jurusan Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi UGM
INTISARI
Geografi sebagai ilmu pengetahuan yang pernah disebut sebagai induk ilmu pengetahuan
(mother of sciences) mengalami pasang-surut peranannya untuk memberikan
sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan.
Apabila geografi tetap ingin berperan dalam memberikan sumbangan pemikiran dalam
kebijakan pembangunan, geografi harus mempunyai konsep inti, metodologi dan aplikasi
yang mantap. Makalah ini bertujuan untuk menelusuri konsep inti geografi yang sesuai
untuk dikembangkan di Indonesia untuk mendasari kompentensinya, khususnya dalam
bidang geografi fisik. Pemisahan geografi fisik dan geografi manusia yang tinggi kurang
mencirikan jati diri geografi, dan jika kecenderungan pemisahan tersebut semakin
berlanjut jati diri geografi akan pudar dan akan larut dalam disiplin ilmu lainnya, dan
bahkan kita akan kehilangan sebagian dari kompetensi keilmuan geografi. Geografi
terpadu atau geografi yang satu (unifying geography) menjadi satu pilihan sebagai dasar
pembelajaran geografi yang sesuai untuk Indonesia, yang diikuti dengan pendalaman
keilmuan pada masing-masing obyek material kajian geografi tanpa melupakan obyek
formalnya. Komponen inti dari geografi terpadu adalah ruang, tempat/lokasi, lingkungan
dan peta, yang berdimensi waktu, proses, keterbukaan dan skala. Komponen inti geografi
terpadu tersebut dijadikan dasar untuk menentukan kompetensi geografi. Kompetensi
geografi fisik, yang obyek materialnya fenomena lingkungan fisik (abiotik) pada lapisan
hidup manusia, sangat luas antara lain: penataan ruang, pengeolaan sumberdaya alam,
konservasi sumberdaya alam, penilaian degradasi lingkungan, pengelolaan daaerah aliran
sungai, penilaian tingkat bahaya dan bencana, penilaian risiko bencana. Kompetensi
geografi fisik tersebut selalu dikaitkan dengan kepentingan umat manusia, dengan konsep
bahwa lingkungan fisikal sebagai lingkungan hidup manusia.
1. PENGANTAR
Perbincangan tentang jati diri Geografi telah beberapa kali dilakukan di
Indonesia, baik melalui lokakarya, seminar maupun melalui sarasehan yang dilakukan
oleh Fakultas/Jurusan/Departemen Geografi, organisasi profesi (IGI) dan ikatan alumni
(IGEGAMA). Jati diri suatu disiplin ilmu dapat ditelaah dari definisinya. Dalam Seminar
Peningkatan Relevansi Metode Penelitian Geografi tanggal 24 Oktober 1981 Prof.
Bintarto dalam papernya berjudul Suatu Tinjauan Filsafat Geografi mengemukakan
definisi Geografi sebagai berikut: Geografi mempelajari hubungan kausal gejala2
gejala di muka bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi baik yang
fisikal maupun yang menyangkut mahkluk hidup beserta permasalahannya,
melalui pendekatan keruangan, ekologikal dan regional untuk kepentingan
program, proses dan keberhasilan pembangunan (Bintarto, 1984). Seminar dan
lokakarya yang dilaksanakan di Jurusan Geografi, FKIP, IKIP Semarang kerjasama
dengan IGI tahun 1988 telah menghasilkan rumusan definisi: Geografi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari perbedaan dan persamaan fenomena geosfer
dengan sudut pandang kelingkungan, kewilayahan dalam konteks keruangan.
Rumusan dua definisi Geografi tersebut sedikit berbeda namun memberikan
ketegasan dan kejelasan tentang obyek kajian dalam Geografi baik obyek material
maupun formalnya. Obyek materialnya adalah gejala, fenomena, peristiwa di muka bumi
(di geosfer), sedang obyek formalnya adalah sudut pandang atau pendekatan:keruangan,
kelingkungan dan kompleks wilayah. Ketegasan obyek formal kajian Geografi penting
untuk membedakan kajian dengan disiplin ilmu lain yang obyek materialnya juga
fenomena geosfer. Geosfer terdiri atas atmosfer, litosfer (termasuk pedosfer), hidrosfer
dan biosfer (termasuk antroposfer); sfera bumi tersebut membentuk satu sistem alami
yang masing-masing sfera saling berinteraksi, saling pengaruh mempengaruhi. Konsep
sfera bumi membentuk satu sistem alami merupakan konsep penting dalam geografi,
karena dapat dijadikan dasar untuk memahami dinamika fenomena dari muka bumi.
Definisi Geografi versi Semlok Semarang tersebut masih banyak digunakan
dalam proses pembelajaran geografi di sekolah dan perguruan tinggi, dan bukan satusatunya
yang harus diajarkan kepada peserta didik, karena masih banyak definisi lain
yang perlu disampaikan untuk memperkaya dan memperluas wawasan tentang jati diri
geografi. Definisi geografi itu sangat banyak, berikut ini disampaikan lima definisi untuk
memberikan diversitas cakupan, dan jati diri Geografi.
1) Geography is concerned to provide an accurate, orderly, and rational description
and interpretation of the variable character of the Earth’s surface (Hartshorne,
1959).
2) Geography is the scientific study of changing spatial relationships of terrestrial
phenomena viewed as world of man (Bird, 1989).

3) The core of Geography is an abiding concern for human and physical attribute of
places and regions and with spatial interaction that alter them (Abler et al, 1992).
4) Geography is the study of the surface of the Earth. It involves the phenomena and
processes of the Earth’s natural and human environments and landscapes at local
to global scales (Herbert and Matthews (2001).
5) Geography is a discipline concerned with understanding the spatial dimensions of
environmental and social processes (White, 2002)
Variasi definisi tersebut di atas juga memberikan ketegasan kepada kita bahwa
obyek kajian Geografi adalah fenomena geosfer dan sudut pandangnya adalah keruangan,
kelingkungan dan kewilayahan meskipun dengan rumusan yang berbeda. Rumusan yang
berbeda dari definisi Geografi dapat dipahami dengan munculnya pandangan Geografi
yang menyatakan bahwa geografi adalah apa yang dikerjakan oleh geograf. Dua
definisi terakhir dari lima definisi tersebut di atas aspek lingkungan mendapat tekanan
yang lebih. Hal tersebut sangat mungkin diinspirasi oleh permasalahan lingkungan yang
semakin meningkat dan mengglobal di muka bumi ini, seperti perubahan iklim global,
penurunan kualitas lingkungan, bencana banjir, kekeringan, longsor, kemiskinan,
penurunan dan kerusakan sumberdaya alam. Permasalahan lingkungan dan bencana yang
banyak terjadi tersebut timbul sebagai akibat ketidak imbangan interaksi antara
lingkungan dengan aktifitas manusia. Interaksi lingkungan-manusia merupakan sebagian
dari kajian geografi yang menggunakan pendekatan kelingkungan..Oleh sebab itu
permasalahan lingkungan menjadi perhatian geograf, dan selain itu geografi sebagai ilmu
yang berorientasi pada pemecahan masalah (problems solving). Permasalahan lingkungan
yang terjadi saat sekarang dan masa depan bersifat kompleks, multi dimensi, saling kait
mengkait, sehingga pemecahannya memerlukan pendekatan terpadu.
Dalam merespon permasalahan lingkungan yang multidimensi dan berskala lokal
hingga global, Geografi dihadapkan pada dua permasalahan yang terkait disiplin ilmu
geografi itu sendiri dan permasalahan kompetensi geograf sebagai pemangku ilmu
geografi.
1) Geografi yang bagaimanakah yang mampu memberikan kontribusi nyata untuk
pengambilan kebijakan dalam memecahkan permasalahan lingkungan yang
berdimensi lokal hingga global secara berkelanjutan?
4
2) Kompetensi apakah yang diperlukan bagi geograf di masa mendatang?
Pertanyaan pertama dimunculkan, karena ada tiga alasan penting yang terkait
dengan geografi:
1) geografi menghadapi tantangan untuk memberikan masukan dalam
memecahkahn masalah yang multi dimensi dan kompleks yang memerlukan
pendekatan antar bidang, apabila geografi tidak terpadu maka kontribusi
geografisnya kurang lengkap, bahkan berisiko sebagian disiplin geografi
menjadi bagian disiplin ilmu lain;
2) pembelajaran geografi harus utuh tidak terkotak-kotak secara tegas antara
geografi fisik dan geografi manusia, karena masalah di sekeliling lingkungan
kita semakin meningkat dan geograf harus mampu memberikan kontribusi yang
nyata kepada masyarakat, oleh karena itu geograf harus berbekal teori/konsep
yang matang;
3) riset fundamental dalam elemen inti geografi belum banyak dilakukan untuk
menghasilkan teori dasar geografi yang dapat digunakan sebagai masukan dalam
kebijakan pemerintah, jika geografi tidak mengembangkan geografi terpadu
akan kehilangan kesempatan/kedudukan sebagai pemberi masukan sesuai bidang
keilmuan geografi. Label dari geografi adalah ruang, tempat, lingkungan dan
peta, yang tidak dimiliki oleh disiplin ilmu lain (Mathews et al, 2004).
Dalam mengupas permasalahan pertama tersebut perlu didasari pemahaman tentang
ruang lingkup Geografi, komponen inti kajian geografi. Pembahasan permasalahan kedua
tentang kompetensi khususnya dalam bidang kajian geografi fisik, perlu didasari dengan
metode penelitian geografi dan identifikasi dari permasalahan lingkungan yang terkait
dengan obyek kajian Geografi
2. RUANG LINGKUP KAJIAN GEOGRAFI
Sebutan geografi sebagai ilmu pengetahuan cukup banyak, antara lain: i). geografi
sebagai ilmu holistik yang mempelajari fenomena di permukaan bumi secara utuh
menyeluruh, ii) geografi adalah ilmu analitis dan sintesis, yang memadukan unsur
5
lingkungan fisikal dengan unsur manusia dan iii). geografi adalah ilmu wilayah yang
mempelajari sumberdaya wilayah secara komprehensif. Tiga sebutan geografi tersebut
yang menjadi landasan untuk membahas kajian geografi yang mampu merespon
permalasalahan lingkungan yang berdimensi lokal hingga global. Pertanyaan pemandu
untuk mengetahui ruang lingkup kajian Geografi pada umumnya adalah:
1) apa (what),
2) dimana (where),
3) berapa (how long/how much),
4) mengapa (why),
5) bagaimana (how),
6) kapan (when),
7) siapa (who) (Widoyo Alfandi, 2001).
Pertanyaan pemandu yang mencerminkan bahwa geografi itu adalah holistik, sintesis dan
kewilayahan adalah sebagai berikut:
1) apa, dimana dan kapan (what, where and when), pertanyaan ini menuntun kita
untuk mengetahui fenomena geografis dan distribusi spasialnya pada suatu
wilayah, serta kapan terjadinya;
2) bagaimana dan mengapa ( how and why), pertanyaan ini bersifat analitis untuk
mengetahui sistem, proses, perilaku, ketergantungan, organisasi spasial dan
interaksi antar komponen pembentuk geosfer;
3) apakah dampaknya (what is the impact), pertanyaan bersifat analistis, sintesis
untuk mengevaluasi fenomena geografi yang mengalami perubahan baik oleh
proses alam maupun oleh hasil interaksi antara manusia dengan lingkungan
alamnya;
4) Bagaimana seharusnya (how ought to ), pertanyaan ini menjurus ke sintesis dan
evaluasi untuk pemecahan permasalahan lingkungan suatu wilayah dan
memberikan keputusan dalam pengelolaan sumberdaya dan lingkungan.
Pertanyaan pemandu pertama dalam geografi yang umum tersebut dapat
digunakan untuk proses pembelajaran pada tingkat manapun dengan memperhatikan
tingkat kedalaman atau kedetilannya. Pertanyaan pemandu yang kedua dapat ditujukan
6
untuk jenjang pendidikan pada perguruan tinggi, dengan asumsi bahwa wawasan dan
penalaran mahasiswa lebih mantap.
3. KONSEP GEOGRAFI
Berikut ini disampaikan beberapa konsep geografi yang dapat dijadikan pegangan untuk
menentukan kompetensi geograf.
1. Geografi menduduki tempat yang jelas dalam dunia pendidikan, geografi
menawarkan kajian terpadu dari hubungan timbal balik antara masyarakat
manusia dengan komponen fisikal dari bumi.
2. Disiplin geografi dicirikan oleh subyek material yang luas, yang secara tradisional
terdiri dari dari geografi manusia dan geografi fisik.
3. Komponen pengetahuan alam dan sosial dalam geografi tidak dapat dipisahkan
satu dengan yang lain, dan tidak ada disiplin ilmu lain yang memadukannya
seperti yang dilakukan oleh geograf.
4. Geografi mempelajari interelasi dan interdependensi dari dunia nyata dari
fenomena dan proses yang memberikan ciri khas pada suatu wilayah.
5. Obyek kajian geografi adalah geosfer yang terdiri dari atmosfer, litosfer, pedosfer,
hidrosfer, biosfer dan antroposfer; masing-masing sfera tersebut saling terkait
membentuk sistem alami.
6. Obyek kajian geografi tersebut juga menjadi kajian bidang ilmu lainnya, yang
menjadi pembeda adalah pendekatan yang digunakan; pendekatan yang
dimaksud adlah pendekatan spasial (keruangan), ekologikal dan kompleks
wilayah.
7. Geografi mempelajari wilayah secara utuh menyeluruh tentang sumberdaya alam
dan sumberdaya manusia, sehingga mempunyai peran penting dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan dalam rangka otonomi daerah.
8. Geografi mempelajari proses perubahan lingkungan alam maupun lingkungan
sosial ekonomi, sehingga pelajaran geografi memberi bekal untuk tanggap
terhadap isu-isu dan perubahan lokal, regional dan global.
9. Peta merupakan salah alat utama dalam kajian geografi dan juga merupakan salah
satu hasil utama dalam kajian geografi.
7
10. Perkembangan pesat dari ilmu dan teknik penginderaan jauh dan sistem informasi
geografis sangat membantu dalam proses-belajar geografi dan penelitianpenelitian
geografis.
4. GEOGRAFI SEBAGAI SATU DISIPLIN: GEOGRAFI TERPADU
Setiap disiplin keilmuan normalnya memiliki satu bidang kajian tertentu, satu
asosiasi kerangka teoritik dan pendekatan yang lazim digunakan untuk mengkaji dengan
teknik yang sesuai, kesemuanya itu tidak hanya untuk pemahaman tetapi juga untuk
penemuan pengetahuan baru dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat manusia. Bagi
geografi bidang kajiannya banyak, yang mempunyai metode dan teknik yang berbeda,
sehingga tidak mudah untuk mendudukan geografi sebagai satu disiplin. Misalnya
geografi fisik yang obyeknya kajiannya atmosfer, litosfer dan hidrosfer, masing-masing
mempunyai kerangka teoritik dan pendekatan yang berbeda, demikian juga halnya
dengan geografi manusia yang obyeknya: kependudukan, sosial, ekonomi, budaya dan
politik. Bagi geografi dimasukkan ke dalam cross-disciplinary link, mirip munculnya
sain terpadu, seperi Sain Sistem Bumi ( Earth System Science) dan Sain Keberlanjutan
(Sustainability Science), dan bagi geografi subyek kajiannya adalah lingkungan fisikal
dan manusia, dengan menggunakan teori dan metodologinya kompleksitas dari unsur
muka bumi (Mathews et al,2004).
Kesulitan untuk mendudukan/memposisikan geografi sebagai satu disiplin ilmu,
maka ada baiknya apabila geografi itu hanya satu, tidak terpisah-pisah menjadi geografi
manusia dan geografi fisik. Geografi yang satu (unifying geography) mempunyai
banyak keunggulan dalam berperan ke masa depan, dengan asumsi permasalahan di masa
depan sifatnya kompleks dan multi dimensi, yang pemecahannya memerlukan
pendekatan terpadu dan holistik. Dalam geografi terpadu tidak berarti kekhususan
(spesialisasi) akan hilang, tetapi tetap ada hanya dilandasi oleh konsep geografi yang
satu. Bagi spesialisasi geografi fisik, fokus kajian pada komponen lingkungan fisik tetapi
harus mengkaitkannya dengan aspek sosial; spesialisasi dalam geografi manusia geografi
fisik sebagai latar belakang, sedang yang spesialisasi dalam geografi yang satu fokusnya
adalah pemecahan masalah dengan pendekatan geografis secara utuh.
8
ALASAN UNTUK MENJADI GEOGRAFI TERPADU
1) Satuan (unit) yang lebih besar akan membawa keuntungan yang berarti, akan
dan memberikan arah yang jelas dalam pengetahuan dan pemahaman; fokus yang
besar dan menyatu dalam Geografi akan memerkuat identitas Geografi dan dapat
memberikan masukan dalam kebijakan pembangunan;
2) Satuan (unit) yang lebih besar memberikan makna yang lebih besar bagi
mahasiswa dalam, disiplin geografi yang terpisah-pisah tidak menyatu akan
membingungkan dalam penyusunan kurikulum. Pada hal geografi menempati
posisi tempat yang menonjol dalam mempelajari dunia, yang menawarkan kajian
terpadu terhadap hubungan timbalbalik antara manusia dan lingkungan alamnya,
sehingga kalau tidak menjadi satu kesatuan maka tidak akan lengkap kajiannya.
Satuan yang lebih besar dapat memberikan prioritas dalam pengajaran dan
penelitian, yang kesemuannya itu untuk mempromosisikan geografi agar lebih
berperan.
3) Satuan yang lebih besar dapat menunjukkan kepada masyarakat tentang
kemampuan akademiknya untuk memberikan kontribusi nyata dalam menentukan
kebijakan dan memperbaiki pemahaman umum tentang Geografi.
5. KOMPONEN INTI GEOGRAFI
Untuk menuju geografi terpadu (unifying geography) perlu ditegaskan komponen
inti Geografi. Matthews, et al., (2004) mengusulkan empat komponen inti Geografi :
ruang (space), tempat (place), lingkungan (environment) dan peta (maps).
Ruang menjadi satu konsep dalam inti geografi, yang dapat dipandang sebagai
pendekatan spasial-korologikal untuk Geografi. Ruang juga mendominasi Geografi
setiap waktu, ketika analisis spatial menjadi satu pendeskripsi untuk satu bentuk dari
pekerjaan geografis. Pola spasial umumnya menjadi titik awal untuk kajian geografis;
yang selanjutnya dapat dilacak proses perubahan secara spasial dan sistem spasial.
Tempat merupakan komponen kedua dalam inti geografi. Tempat terkait dengan
kosep teritorial dalam Geografi dan menunjukkan karakteristik, kemelimpahan dan batas.
Tempat merupakan bagian dari dunia nyata tempat manusia bertem dan dapat dikenali,
dinterpretasi dan dikelola. Dalam ahli geografi manusia tempat merupakan refleksi dari
9
identitas idividu maupun kelompok; sedang bagi ahli geografi fisik tempat tempat
merupakan refleksi dari perbedaan lingkungan biofisik.
Lingkungan merupakan komponen inti Geografi ketiga yang mencakup
lingkungan alami (topografi, iklim, air, biota, tanah) dan sebagai komponen inti yang
memadukan dengan komponen geografi lainnya. Lingkungan menjadi interface antara
lingkungan alam dan budaya, lahan dan kehidupan, penduduk dan lingkungan
biofisikalnya.
Peta sebagai komponen inti Geografi keempat lebih merupakan bentuk
representasi, tehnik dan metodologi dari pada sebagai satu konsep atau teori. Peta
dipandang sebagai pernyerhanaan perpektif spasial dari fenomena/peristiwa yang dikaji
dalam Geografi.
Ruang, tempat, lingkungan dan peta menjadi label dari Geografi. Komponen
tersebut mempunyai kedudukan yang sama dalam kajian Geografi, baik dalam kajian
Geografi Fisik maupun Geografi Manusia. Demikian juga dapat menjadi dasar konsep
untuk disiplin Geografi secara utuh.
Komponen inti Geografi tersebut bersifat dinamik, dalam arti dapat terjadi
perubahan, yang tergantung karakteristik lingkungan, proses yang berlangsung dan
waktu. Oleh sebab itu perlu ada dimensi kualifikasi dari komponen inti geografi tersebut.
Dimensi yang dimaksud adalah waktu, proses, keterbukaan dan skala. Sebagai contoh
tempat yang terletak di pegunungan yang semula subur menjadi lahan kritis dalam waktu
10 tahun, karena proses erosi dan longsor karena daerahnya terbuka akibat pembalakan
hutan di atasnya, yang luasnya melebihi 70%. Komponen inti geografi dan dimensi
kualifikasinya tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Komponen esensial inti Geografi dan dimensi kualifikasinya
Komponen esensial Dimensi kualifikasi
1. Ruang
2. Tempat
3. Lingkungan
4. Peta
1. Waktu
2. Proses
3. Keterbukaan
4. Skala
Sumber: Matthews, et al., 2004

6. SPESIALISASI DALAM GEOGRAFI TERPADU
Setelah dibahas alasan untuk menjadi geografi terpadu dan komponen esensial inti
geografi, kemudian timbul masalah yang terkait dengan spesialisasi dalam geografi
terpadu. Spesialisasi dalam geografi tetap dapat eksis , baik spesialisasi dalam intinya
maupun periperinya, sedangkan yang berada di luar periperi merupakan disiplin antar
bidang yang relatif sedikit berbasis pada inti geografinya (Gambar 1).
Gambar 1. Geografi terpadu, geografi fisik dan geografi manusia, dan spesialisasi
geografi dalam hubungannya dengan bidang Geografi periperi dan antar bidang. Sumber
Mattews et al., 2004.
Gambar 1 tersebut menunjukkan bahwa spesialisasi dalam Geografi dapat dibedakan
menjadi : spesialisasi geografi secara utuh, dalam geografi fisik dan geografi manusia
dengan kadar inti geografi relatif lebih sedikit dan spesialisasi antar bidang dengan basis
inti geografi lebih kecil lagi.

7. KOMPETENSI DALAM BIDANG GEOGRAFI FISIK
Seseorang yang belajar geografi kompetensi yang dimiliki akan sejalan dengan
jenjang pendidikan yang diikuti. Kompetensi ideal bagi orang yang mempelajari geografi
tercapai apabila yang bersangkutan belajar hingga perguruan tinggi atau telah menjadi
geograf. Berikut ini disampaikan kompetensi ideal bagi orang yang mempelajari geografi
hingga perguruan tinggi, namun demikian sebagian dari kompetensi tersebut dapat juga
dimiliki oleh orang yang hanya mempelajari geografi dalam jenjang pendidikan tertentu
saja (Sutikno, 2002).
Kompetensi Dalam Pengertian dan Pemahaman
Setelah mempelajari geografi seseorang diharapkan memperoleh pengertian dan
pemahaman sebagai berikut:
1) hubungan timbal balik antara aspek fisik dan manusia dari lingkungan dan
bentanglahan;
2) konsep variasi spasial;
3) perbedaan utama dari wilayah /daerah tertentu yang selalu mengalami perubahan
akibat proses: fisik, lingkungan, biotik, sosial, ekonomi dan budaya;
4) konsepsualisasi terhadap pola, proses, interaksi dan perubahan lingkungan,
sebagai suatu sistem dengan skala yang bervariasi;
5) kekritisan terhadap aspek spasial dan temporal dari proses-proses fisikal, manusia
dan interaksinya;
6) perubahan yang terus terjadi pada komponen lingkungan fisik dan manusia,
termasuk interaksi dan interdependensinya;
7) perbedaan menurut ruang, tempat dan waktu dalam masyarakat manusia;
8) sifat dari disiplin ilmu itu dinamik, prural dan bersaing;
9) cara representasi data geografi: aspek fisik maupun aspek manusianya;
10) strategi dalam analisis dan interpretasi informasi geografis;
11) metode penelitan geografis: observasi, survai, pengukuran lapangan, analisis
laboratorium, analisis kuantitatif dan kualitatif;

12) aplikasi konsep dan teknik geografi untuk pemecahan masalah, kesejahteraan
manusia, perbaikan lingkungan hidup, perencanaan perkotaan, kebencanaan alam,
keberlanjutan dan konservasi.
Kompetensi Dalam Keahlian/Ketrampilan Intelktual
Geografi memberikan serangkaian keahlian intelektual dan kemampuan dalam
kompetensi sebagai berikut:
1) penilaian teori yang berbeda, penjelasan dan kebijakan;
2) analisis dan pemecahan masalah;
3) membuat keputusan;
4) penilaian kejadian secara kritis;
5) interpretasi data dan teks secara kritis;
6) menyarikan dan mensintesiskan informasi;
7) mengembangkan argumentasi yang mendasar;
8) mempunyai tanggung jawab dalam meningkatkan kemampuan diri dan
mengembangkan kebiasaan untuk belajar terus menerus.
Kompetensi Dalam Keahlian/Ketrampilan Praktis
Pendidikan geografi dapat memberikan keahlian praktis dalam bidang/hal berikut:
1) mampu melakukan perencanaan, perancangan dan pelaksanaan riset, termasuk
penyusunan laporan akhir;
2) mampu melaksanakan kerja lapangan yang efektif, dalam konteks keamanan dan
keselamatan;
3) mampu melakukan kerja laboratoris dengan aman dengan memperhatikan
prosedur baku;
4) mampu melaksanakan survai dan metode penelitian untuk pengumpulan, analisis
dan pemahaman informasi aspek manusia;
5) mampu melakasanakan variasi teknik dan metode analisis laboratorium untuk
pengumpulan dan analisis data spasial dan informasi lingkungan;
6) mampu mengkombinasikan dan menginterpretasikan kejadian geografis yang
berbeda tipenya;

7) mampu mengenali isu-isu moral dan etika yang diperdebatkan.
Kompetensi Dalam Keahlian/Ketrampilan Kunci ( Key Skills)
Siswa /mahasiswa geografi harus mengembangkan kemampuan sebagai berikut:
1) belajar dan mengkaji,
2) komunikasi tertulis,
3) presentasi data geografis,
4) penilaian dan perhitungan,
5) kesadaran spasial dan observasi,
6) keja lapangan dan laboratoris,
7) tehnologi informasi,
8) penanganan dan penyimpanan data/informasi,
9) situasi personal, kerja sama.
Uraian tersebut menujukkan bahwa pembelajaran geografi penuh dengan kandungan
kompetensi khususnya dalam aspek spasial, lingkungan dan kewilayahan dari
sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya binaan. Kompetensi yang
disebutkan di atas kurang spesifik dalam artian praktis atau terapannya, berikut ini
disampaikan kompetensi Geografi Fisik yang lebih aplikatif antara lain:
1) survey komponen lingkungan fisikal: cuaca, iklim, geomorfologi, tanah, hidrologi
dan biogeografi;
2) inventarisasi dan evaluasi potensi sumberdaya alam;
3) mitigasi dan evaluasi bahaya dan bencana alam;
4) evaluasi risiko bahaya/bencana alam;
5) penataan ruang dari aspek fisikalnya
6) pengeolaan sumberdaya alam,
7) konservasi sumberdaya alam,
8) penilaian degradasi lingkungan,
9) pengelolaan daaerah aliran sungai.

PENUTUP
1) Geografi terpadu lebih sesuai untuk dikembangkan di Indonesia ke depan,
mengingat kondisi lingkungan alamnya sangat bervariasi dan berpenduduk padat
dengan banyak etnik, sehingga banyak permasalahan lingkungan yang perlu
penanganan secara terpadu.
2) Geografi sebagai disiplin ilmu perlu label komponen inti Geografi, yang terdiri
dari ruang, tempat, lingkungan dan peta, dengan dimensi kualifikasi waktu,
proses, keterbukaan dan skala.
3) Dalam geografi terpadu spesialisasi tetap eksis, yang meliputi spesialisasi inti,
periperi dan antar bidang; baik dalam bidang kajian geografi manusia maupun
geografi fisik.
REFERENSI
Bintarto, 1981. Suatu Tijauan Filsafat Geografi. Seminar Peningkatan Relevansi Metode
Penelitian Geografi. Fakultas Geogari UGM. Yogyakarta 24 Oktober 1981.
Matthews J. A; D. T. Herbert. 2004. Unifying Geography. Common heritage, share
future. London: Routlege. Taylor&Francis Group.
Widoyo Alfandi. 2001. Epistemologi Geografi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Sutikno. 2002. Peran Geografi dalam Pemberdayaan Sumberdaya Wilayah. Makalah
dipresentasikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan dan Kongres Ikatan Geograf
Indonesia di UPI Bandung tanggal 28-29 Oktober 2002 

PERANAN GEOGRAFII DALAM PENATAAN RUANG
DII IINDONESIIA
Oleh Muh. Dimyati
Geografi merupakan disiplin yang mempelajari permukaan
bumi, penyebaran dan interaksi antara manusia dengan
lingkungannya. Pengertian geografi berkembang dinamis dan terus
disempurnakan sesuai dengan perkembangan zaman. Dinamika
pemahaman atas pengertian tersebut berpengaruh terhadap
implementasi geografi dalam berbagai bidang, termasuk dalam penataan
ruang.
Sebagai disiplin yang cukup tua, geografi telah memberikan
kontribusi signifikan terhadap penyelenggaraan penataan ruang,
khususnya di Indonesia. Tulisan ini dibatasi hanya dalam
perkembangan konsepsi geografi dan evaluasi terhadap prakteknya
dalam penataan ruang. Penyajiannya dalam satuan dasa warsa, dari
sekitar tahun 1960 menuju tahun 2000-an. Mengingat pengetahuan
penulis yang terbatas, maka perkembangan tahun 1960-an
disampaikan secara selintas.
PENGERTIIAN GEOGRAFII DAN PENATAAN RUANG
Seabad sebelum masehi, pengertian geografi masih
bernuansa astronomi dan matematika. Pada abad pertengahan dan
renaissance, pengertian geografi menjadi suatu cabang pengetahuan
yang mempelajari proses dan fenomena alamiah seperti yang terjadi
di litosfer, hidrosfer dan atmosfer. Pandangan geografi modern,
dimotori oleh Immanuel Kant (1724-1804), yang menjelaskan
pengertian geografi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari
fakta yang berasosiasi dengan ruang.
Pada masa yang hampir bersamaan, Alexander von Humboldt
menambah pengertian tersebut dengan mengkaitkannya pada aspek
manusia. Sementara itu, pada akhir abad 19 geografi memusatkan
Bab 10 Teori dan Praktek Penataan Ruang
Peranan Geografi dalam Penataan Ruang di Indonesia
Sejarah Penataan Ruang Indonesia
- Muh. Dimyati -
X.3-2
perhatian pada iklim, tumbuhan dan hewan, terutama terhadap
bentang alamnya. Dalam perkembangannya, Wrigley (1965)
berpendapat, geografi merupakan disiplin yang berorientasi pada
masalah (problem oriented) dalam rangka interaksi antara manusia
dengan lingkungan.
Peter Haggett (1970) membedakan geografi dalam dua
struktur, yaitu geografi ortodoks dan geografi terpadu. Dalam struktur
geografi ortodoks dibedakan antara geografi fisikal, geografi
manusia, geografi regional dan teknik geografi. Geografi fisikal
mencakup kajian, antara lain, geomorfologi, hidrologi, klimatologi dan
pedologi. Geografi manusia, antara lain, mencakup geografi ekonomi,
geografi penduduk, geografi perdesaan, geografi perkotaan dan
geografi kemasyarakatan.
Sementara geografi regional mencakup kajian geografi
menurut wilayah, seperti geografi Asia Tenggara, Geografi Eropa dan
lainnya. Berbeda dengan ketiga hal tersebut, teknik geografi
mencakup kartografi, penginderaan jauh, metode kuantitatif, statistik
dan sistem informasi geografi. Pandangan tersebut berbeda dengan
pandangan dalam struktur geografi terpadu yang hanya
membedakan analisa keruangan, analisa ekologi dan analisa
kompleks wilayah.
Memahami dinamika perkembangan pandangan geografi
dalam berbagai madzhab luar negeri, ahli Geografi Indonesia yang
dimotori oleh Bintarto dan Surastopo pada awal tahun 1970-an mendorong
kita agar tidak terlalu terpengaruh terhadap fanatisme
madzhab tersebut. Dalam berbagai kesempatan, termasuk saat
menyampaikan kuliah, beliau berdua lebih mendorong pemahaman
geografi dengan menggunakan pendekatan analisa keruangan,
analisa ekologi, dan analisa kompleks wilayah. Sikap konsisten
tersebut dituangkan dalam salah satu tulisan berjudul “Metode
Analisa Geografi” (LP3ES. 1979).
Konsistensi dua sesepuh geografi tersebut berlanjut dengan
perkembangan penggunaan berbagai cara seperti statistik, pemetaan
(remote sensing) dan sistem informasi geografi sebagai pelengkap
dalam mempermudah implementasi pendekatan-pendekatan di atas.
Dalam berbagai pengertian yang berkembang, terlihat ada tiga
kesamaan pandangan yang disepakati semua madzhab, yaitu (a)
bahwa arena yang menjadi titik perhatian adalah permukaan bumi,
bukan ruang yang abstrak; (b) bahwa semua madzhab
Bab 10 Teori dan Praktek Penataan Ruang
Peranan Geografi dalam Penataan Ruang di Indonesia
Sejarah Penataan Ruang Indonesia
- Muh. Dimyati -
X.3-3
memperhatikan penyebaran manusia pada ruang dalam kaitan manusia
dengan lingkungannya; (c) bahwa dalam geografi terdapat
unsur-unsur utama seperti jarak, interaksi, gerakan dan penyebaran.
Titik perhatian tersebut sedikit berbeda dengan penataan
ruang yang tidak hanya memperhatikan aspek darat dan laut (muka
bumi) saja, tetapi juga udara dan bawah permukaan bumi. Namun,
aspek perhatian dari geografi terhadap manusia dan lingkungannya
sangat berimpit, dengan tujuan penataan ruang untuk menjaga
sustainabilitas (kualitas) lingkungan dan kesejahteraan manusianya.
Ada pun jarak, interaksi dan gerakan manusia merupakan dimensidimensi
utama dalam penataan ruang.
Penataan ruang merupakan proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang (UU
Nomor 24/1992). Dari pengertian ini, secara ideal hasil dari penataan
ruang adalah suatu ruang yang tertata (bermutu) untuk kehidupan
(human being). Namun dalam praktek, banyak ditemukan perkembangan
ruang yang menyimpang dari rencana tata ruang, sementara
ruang yang bermutu sulit ditemukan. Dengan kata lain, yang ditemui
adalah kondisi ruang yang merupakan hasil dari proses penyesuaian
dari human being pada dan di sekitar ruang tersebut dengan alam
sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya, secara fisik, ekonomi
maupun sosial.
Dalam konteks penulisan ini, penataan ruang dipahami
sebagai upaya yang seharusnya dilaksanakan seluruh pelaku untuk
mewujudkan keseimbangan dan sustainabilitas lingkungan dalam
menopang kehidupan. Penataan ruang merupakan proses mengelola
wadah (ruang) yang meliputi daratan, lautan dan udara sebagai
kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan
melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidup. Oleh
karena itu, uraian dalam tulisan ini akan difokuskan pada seberapa
jauh teknik dan pendekatan geografi telah memberikan kontribusi
terhadap proses perwujudan ruang yang seimbang dan sustainable
tersebut.
Pendekatan Geografi
Dalam ruang lingkup seperti yang dikemukakan di atas, maka
pendekatan yang dibahas dibatasi pada kelompok struktur geografi
terpadu. Seperti telah dijelaskan, dalam geografi terpadu dikenal tiga
pendekatan geografi, yaitu analisa keruangan, analisa ekologi dan
Bab 10 Teori dan Praktek Penataan Ruang
Peranan Geografi dalam Penataan Ruang di Indonesia
Sejarah Penataan Ruang Indonesia
- Muh. Dimyati -
X.3-4
analisa kompleks wilayah. Meski secara formal pendekatan tersebut
baru dipopulerkan oleh Peter Hagget pada tahun 1970, tetapi wacana
pengelompokannya telah berkembang puluhan tahun sebelumnya.
Untuk itu penulis mencoba melakukan analisis peranan geografi
dalam penataan ruang berdasarkan tiga pendekatan tersebut, yang
mempunyai ciri dan karakteristik berbeda.
Pendekatan Keruangan
Sesuai dengan namanya, pendekatan ini menilai lokasi atau
ruang dari sudut pandang penyebaran penggunaannya dan
penyediaannya untuk berbagai keperluan. Ada dua macam
pengertian penyebaran, yaitu penyebaran ekspansi (expansion
diffusion) dan penyebaran penampungan (relocation diffusion).
Pengertian penyebaran ekspansi digunakan untuk memahami
proses di mana informasi, material atau jenis benda lain menjalar
melalui suatu populasi dari suatu daerah ke daerah lain. Material
yang disebarkan tetap ada dan terkadang menjadi lebih intensif di
tempat asalnya. Hal ini berarti terjadi penambahan luas dibanding
aslinya karena mendapat anggota dan wilayah baru. Dari hal ini,
dikenal dua terminologi penyebaran, yaitu penyebaran menjalar
(contagious diffusion) yaitu yang proses menjalarnya melalui kontak
langsung antarmanusia atau antardaerah; dan penyebaran kaskade
(cascade diffusion) dimana proses penjalarannya melalui hirarki.
Sementara itu, penyebaran penampungan merupakan proses
penyebaran keruangan di mana informasi atau material yang disebar
meninggalkan daerah yang lama dan berpindah atau ditampung di
daerah yang baru.
Pendekatan Ekologi
Dalam pendekatan ini yang dikaji bukan hanya ketertarikan
manusia atas tanggapan dan penyesuaian terhadap lingkungan fisik
saja, tetapi juga interaksi dengan manusia lain yaitu ruang sosial.
Untuk itu, pendalaman mengenai ekologi dan ekosistem menjadi
penting untuk mengimplementasikan pendekatan ekologi. Dinamika
yang terdapat dalam lingkungan sosial dapat menimbulkan
perubahan gagasan manusia, sehingga dapat menimbulkan
penyesuaian dan pembaruan sikap dan tindakan terhadap
lingkungan tempat hidupnya. Pada sisi lain, lingkungan fisik dimana
Bab 10 Teori dan Praktek Penataan Ruang
Peranan Geografi dalam Penataan Ruang di Indonesia
Sejarah Penataan Ruang Indonesia
- Muh. Dimyati -
X.3-5
manusia hidup dapat pula mengalami perubahan bentuk dan fungsi
yang disebabkan oleh campur tangan manusia.
Dalam konteks ini, William Kirk (1963) memperkenalkan
terminologi geografi lingkungan, geografi perencanaan, geografi
hayati dan geografi tanah. Geografi lingkungan merupakan suatu
kajian geografi dengan mengutamakan pendekatan lingkungan.
Geografi perencanaan merupakan kajian geografi yang lebih concern
dalam membantu tahapan-tahapan perencanaan. Geografi hayati
merupakan suatu kajian geografi yang concern pada aspek-aspek
kehidupan manusia dan flora-faunanya. Geografi tanah merupakan
kajian geografi yang mengutamakan analisis tentang aspek tanah
dan sebarannya.
Pendekatan Kompleks Wilayah
Pendekatan ini merupakan perpaduan pendekatan keruangan
dan ekologi. Interaksi antar wilayah akan berkembang karena
hakekatnya suatu wilayah berbeda dengan wilayah lain karena ada
perbedaan permintaan dan penawaran antarwilayah tersebut. Pada
pendekatan ini analisa keruangan dan analisa ekologi atas wilayah
dan atas interaksi antarwilayah tersebut tak hanya dipandang dari sisi
penyebaran penggunaannya serta penyediaannya saja, tapi juga
interaksinya dengan manusia pada wilayah tersebut.
Dalam konteks pendekatan ini dikenal terminologi
pewilayahan dan klasifikasi wilayah. Dikenal pula uniform region yaitu
pewilayahan berdasar keseragaman atau kesamaan dalam kriteria
tertentu; nodal region, yaitu wilayah yang dalam banyak hal diatur
beberapa pusat kegiatan yang saling dihubungkan dengan garis
melingkar, generic region merupakan klasifikasi wilayah yang
menekankan pada jenisnya, fungsi wilayah kurang diperhatikan, dan
akhirnya specific region merupakan klasifikasi wilayah menurut
kekhususannya, merupakan daerah tunggal, mempunyai ciri geografi
khusus.
GEOGRAFII DAN PENATAAN RUANG PERIIODE 1960-1970 AN
Pendekatan dan Prakteknya
Pada era konsolidasi bangsa dan awal Repelita I yang
didominasi pencarian format baku pembangunan fisik, pendekatan
Bab 10 Teori dan Praktek Penataan Ruang
Peranan Geografi dalam Penataan Ruang di Indonesia
Sejarah Penataan Ruang Indonesia
- Muh. Dimyati -
X.3-6
yang digunakan masih sangat parsial, sektoral dan bernuansa
memperkuat semangat wawasan nusantara. Untuk itu kelompok
pendekatan keruangan lebih menonjol dibandingkan pendekatan
lainnya. Hal tersebut ditandai pula dengan awal berkembangnya
konsep pembagian wilayah pembangunan nasional. Pada era
tersebut pemanfatan teknik geografi masih terbatas pada
penggunaan peta dasar produk Jawatan Topografi, Angkatan Darat
yang masih mencakup skala kecil untuk wilayah Indonesia karena
peta skala besar masih terbatas coverage-nya. Pendekatan
keruangan yang menekankan aspek geografi manusia dalam struktur
geografi ortodoks, lebih mendominasi pelaksanaan pembangunan
pada era tersebut. Kondisi tersebut agak berubah pada akhir dekade
dimana mulai muncul konsep pendekatan ekologis. Konsep
pendekatan tersebut walau belum terkenal telah banyak dielaborasi
untuk mendukung analisa-analisa pembangunan infrastruktur fisik.
Evaluasi Praktek Pelaksanaan
Meski pendekatan keruangan yang lebih menekankan aspek
geografi manusia telah dimanfaatkan, tetapi dalam implementasinya
belum sepenuhnya menempatkan manusia sebagai subyek
pembangunan. Pendekatan tersebut masih terlalu kental dengan
nuansa untuk menempatkan manusia sebagai obyek pembangunan.
Hal tersebut kental pula dengan pendekatan sentralistik yang
diwarnai target pertumbuhan ekonomi wilayah yang cenderung
merusak sumber alam.
GEOGRAFII DAN PENATAAN RUANG PERIIODE 1970-1980 AN
Pendekatan dan Prakteknya
Periode tahun 1970-an merupakan tahapan awal dari
pembangunan terencana, ditandai dengan hampir berakhirnya
Repelita I dan berawalnya Repelita II, yang lebih mengarah pada
dominasi pembangunan fisik dengan tidak hanya pembangunan per
sektor, tetapi sudah menggabungkan berbagai sektor dan juga
persebaran pembangunan di daerah. Pada masa yang kental dengan
implementasi konsep wawasan nusantara, pembangunan bertitik
berat pada penyediaan infrastruktur fisik untuk meningkatkan
pertumbuhan wilayah. Pada masa ini, pemunculan sekaligus
implementasi pengembangan wilayah yang mengacu pada satuan
wilayah pengembangan (SWP) yang antara lain mengelompokkan
Bab 10 Teori dan Praktek Penataan Ruang
Peranan Geografi dalam Penataan Ruang di Indonesia
Sejarah Penataan Ruang Indonesia
- Muh. Dimyati -
X.3-7
wilayah nasional menjadi 4 wilayah pembangunan utama dan 10
wilayah pembangunan menjadi sangat diminati para pelaku
pembangunan.
Walau diintrodusir permasalahan lingkungan hidup dalam
konferensi PBB di Stocholm (1972), namun pembangunan pada
dekade ini kental dengan nuansa sentralistik, di mana perencanaan,
pelaksanaan bahkan pengawasan di daerah yang jauh dari ibukota
dan juga dari pusat kota dilakukan dan dikoordinasikan di dan oleh
pemerintahan pusat. Sebagian kecil pekerjaan pembangunan yang
diperbantukan dan didekonsentrasikan ke daerah. Dalam kondisi
tersebut pemerintah pusat berperan dominan. Hal ini membawa
konsekuensi bahwa birokrat pusat dan tenaga ahli yang
bergandengan erat dengan pusat, termasuk dari perguruan tinggi
yang berlokasi dekat dengan pusat pemerintahan mendapat cipratan
mandat untuk terlibat lebih intens dalam pembangunan sentralistik
tersebut.
Pada masa tersebut bermunculan apilkasi yang diwarnai
pendekatan atau analisis kewilayahan yang lebih menekankan aspek
geografi fisik, juga walau tidak secara dominan dipertimbangkan pula
aspek geografi regional. Sebagai contoh adalah membludaknya
pendekatan kewilayahan seperti SWP dan SP (Satuan
Pengembangan) untuk mendorong kegiatan transmigrasi.
Pendekatan tersebut berakibat pada miskinnya pertimbangan atau
kajian sosial yang menempatkan manusia sebagai subjek
pembangunan.
Evaluasi Praktek Pelaksanaan
Meski pendekatan yang mempertimbangkan aspek sosial,
yang dimotori oleh kelompok geografi manusia dan geografi regional
telah berkembang dan didorong pula untuk tidak ditinggalkan dalam
implementasi, tetapi dalam prakteknya masih kurang mendapat
respons. Hal ini disebabkan ada persepsi bahwa untuk
mempertimbangkan aspek sosial perlu waktu lebih lama dan
kompleks, sehingga yang lebih berkembang adalah pertimbangan
fisik karena akan lebih cepat dan kasat mata atau terlihat nyata
dalam mendukung justifikasi untuk membangun. Aspek ekologi dan
sosial sebagai bagian yang telah juga diintrodusir, antara lain oleh
geografi manusia, masih jauh dari target untuk dipertimbangkan
secara seksama.

Peranan Geografi dalam Penataan Ruang di Indonesia
Sejarah Penataan Ruang Indonesia
- Muh. Dimyati -

Hal itu menunjukkan, sebenarnya telah diintrodusir
pendekatan yang telah memadukan pendekatan fisik dan pendekatan
sosial dalam perencanaan pengembangan wilayah, khususnya dalam
aspek rencana tata ruang. Namun, ada faktor lain yang perlu
diperhatikan seperti peningkatan pertumbuhan wilayah yang sangat
pesat.
GEOGRAFII DAN PENATAAN RUANG PERIIODE 1980-1990 AN
Pendekatan dan Prakteknya
Ditandai dengan munculnya UU No. 4/1982 tentang
“Ketentuan Pokok Lingkungan Hidup” disertai dengan produk hukum
turunannya, maka banyak pendekatan dan analisis yang mengedepankan
aspek ekologi, satuan wilayah sungai (SWS) dan juga
sustainabilitas. Kondisi tersebut mendorong berkembanganya
pendekatan ekologi sebagai salah satu pendekatan yang diyakini
para ahli geografi. Euforia tersebut juga ditandai dengan
bermunculannya Pusat-Pusat Studi Lingkungan Hidup di berbagai
Perguruan Tinggi yang banyak sekali mendorong berkembangnya
analisa berbasis lingkungan seperti AMDAL dan lainnya.
Pendekatan satu sungai satu manajemen pun mulai mencuat
untuk diimplementasikan pada dekade ini. Hal ini ditandai dengan
munculnya pengelolaan sungai besar yang mengalir pada wilayah
lintas batas administrasi, terutama di Jawa, dalam satu manajemen.
Tidak kalah penting, juga penegasan pendekatan penataan ruang
yang disebutkan dalam dokumen Repelita V telah ikut mendorong
pendekatan ekologi dan pendekatan keruangan dalam disiplin
geografi berkembang pesat. Pendekatan-pendekatan tersebut telah
mendorong pula perkembangan teknik geografi seperti
diidentifikasinya teknik interpretasi foto udara, citra satelit (remote
sensing) dan sistem informasi geografi (SIG) berbasis computer dan
ICT (Information and Communication Tecnology) yang real time
dengan berbagai kecanggihan dan kelemahannya.
Evaluasi Praktek Pelaksanaan
Pendekatan itu, dalam prakteknya belum dilaksanakan secara
optimal. AMDAL misalnya lebih banyak sebagai pelengkap saja,
belum diterapkan secara konsisten. Hal ini tampak dengan munculnya
kasus AMDAL setelah atau saat proyek dilakukan. Bukan hanya
Bab 10 Teori dan Praktek Penataan Ruang
Peranan Geografi dalam Penataan Ruang di Indonesia
Sejarah Penataan Ruang Indonesia
- Muh. Dimyati -
X.3-9
pendekatan itu saja yang mengalami de-optimalisasi implementasi,
tapi penggunaan teknik geografi seperti SIG juga masih terbatas
pada tataran wacana, belum pada track dalam tatanan pengambilan
keputusan. Implementasi pemetaan (remote sensing) dan SIG masih
digunakan secara sektoral dan terpisah, belum terintegrasi. Namun,
di sisi lain, semangat menggunakan SIG sebagai alat bantu penataan
ruang dalam berbagai kegiatan tampak sekali meningkat.
Lebih jauh, kian jelas terlihat, bahwa aspek manusia (atau
masyarakat) sebagai satu elemen penting dalam pembangunan
belum diposisikan seperti yang seharusnya. Hal ini terlihat jelas
dengan belum tingginya praktek memperankan masyarakat dalam
pembangunan dan juga semakin bersemangatnya pembangunan
yang masih kental dengan nuansa fisik.
GEOGRAFII DAN PENATAAN RUANG PERIIODE 1990-2000 AN
Pendekatan dan Prakteknya
Deklarasi mengenai pembangunan dan lingkungan atau
Agenda 21 (1992) telah mendorong paradigma baru dalam
pembangunan wilayah di Indonesia. Hal tersebut ditandai antara lain
dengan munculnya UU No. 24/1992 tentang “Penataan Ruang”, juga
PP No.45/1992 tentang “Penyelenggaraan Otonomi Daerah”. Hal ini
telah mengendepankan aspek manusia (masyarakat) sebagai
konsideran penting dalam setiap kegiatan pembangunan. Selain itu,
juga mengangkat teknik geografi seperti SIG menjadi alat bantu
penataan ruang yang perlu terus dikembangkan.
Pendekatan kompleks wilayah (geografi terintegrasi) yang
lebih menonjolkan aspek masyarakat, yaitu yang mengedepankan
konsiderasi sosial dan HAM (Hak Asasi Manusia), dan dianalisis
dengan pendekatan kuantitatif dan lebih mantap lagi setelah
munculnya UU No.22/ 1999 tentang “Pemerintahan Daerah” dan UU
No. 25/1999 tentang “Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah”.
Pendekatan kompleks wilayah ini tampaknya cenderung berkembang
dengan dipasarkannya citra satelit skala besar seperti ikonos beserta
kecanggihan SIG yang berbasis web.
Bab 10 Teori dan Praktek Penataan Ruang
Peranan Geografi dalam Penataan Ruang di Indonesia
Sejarah Penataan Ruang Indonesia
- Muh. Dimyati -
X.3-10
Evaluasi Praktek Pelaksanaan
Walau analisa kuantitatif yang ditetapkan dalam pendekatan
kompleks wilayah mulai menonjol, namun dalam pelaksanaannya
belum seperti yang diharapkan, terutama belum dimanfaatkannya
secara baik GPS (Geo Positioning Sattelite) sebagai elemen
penambah ketelitian spasial (lokasi) yang akan sangat membantu
akurasi analisa.
Aspek masyarakat (manusia) memang telah mulai diangkat
dalam pendekatan-pendekatan geografi, namun implementasinya
masih terlihat belum serius dan konsisten. Kata masyarakat atau
publik lebih banyak digunakan sebagai wahana untuk menjustifikasi
sesuatu yang menguntungkan satu fihak saja, belum diletakkan
dalam posisi yang seharusnya diajak bersama berbuat sesuatu.
KESIIMPULAN
Sebagai disiplin yang mempelajari permukaan bumi,
penyebaran dan interaksi antara manusia dengan lingkungannya,
geografi selalu terkait dengan ruang dan interaksi human being-nya.
Dalam upaya mewujudkan ruang yang bermutu, pendekatan geografi
yang mencakup pendekatan keruangan, pendekatan ekologi dan
pendekatan kompleks wilayah, memberikan kontribusi signifikan dan
dinamis sesuai perkembangan jaman, dalam konsep maupun implementasi
penataan ruang di tanah air.
Meski tidak mudah untuk dikuantifikasikan, namun peranan
geografi dalam penataan ruang dapat dengan mudah dirasakan
secara rasional. Sebagai disiplin yang sama-sama mengkaji masalah
wilayah atau ruang, geografi dan penataan ruang merupakan dua hal
yang saling melengkapi, dalam kerangka teori maupun praktek.
Bab 10 Teori dan Praktek Penataan Ruang
Peranan Geografi dalam Penataan Ruang di Indonesia
Sejarah Penataan Ruang Indonesia
- Muh. Dimyati -
X.3-11
DAFTAR PUSTAKA
1. BKTRN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Jakarta. 1992.
2. Dokumen Rencana Pembangunan Lima Tahunan I-V. Jakarta.
3. E.A.Wrigley. Changes in the Philosophy of Geography dalam
R.J Chorley and P. Haggett, Frontiers in Geographical
Teaching. London. 1965.
4. Hagget, Petter. Locational Analysis in Human Geography.
London: Edward Arnold. 1970.
5. Rahardjo Adisasmita. Kumpulan Karya Ilmiah dalam Bidang
Perencanaan dan Pembangunan Regional. Ujung Pandang.
1977/1978.
6. R. Bintarto dan Surastopo H. Metode Analisa Geografi.
LP3ES. Jakarta. 1979.
7. William Kirk. Problems in Geography. No. 221. vol XLVIII.
1963.

Peran Strategis Geografi Sebagai Disiplin Ilmu Multi-Variate

Oleh: Nasruddin, M.Sc Staf Pengajar Prodi Geografi FKIP Unlam Banjarmasin
 Geografi sebagai ilmu pengetahuan yang pernah disebut sebagai induk ilmu
pengetahuan (mother of sciences) mengalami pasang-surut peranannya untuk memberikan sumbangan pemikiran
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan. Pemisahan geografi fisik dan geografi manusia yang
terjadi kurang mencirikan jati diri geografi, dan jika kecenderungan pemisahan tersebut semakin berlanjut jati diri
geografi akan pudar dan akan larut dalam disiplin ilmu lainnya, dan bahkan akan kehilangan sebagian dari kompetensi
keilmuan geografi. Geografi terpadu atau geografi yang satu (unifying geography) menjadi satu pilihan sebagai dasar
pembelajaran geografi yang diikuti dengan pendalaman keilmuan pada masing-masing obyek material kajian geografi
tanpa melupakan obyek formalnya (Sutikno, 2008). Bidang ilmu geografi merupakan salah satu ilmu yang sangat
istimewa, hal ini karena memiliki sifat multi-variate dimana beberapa bidang kajian yang berbeda-beda dipelajari dan
membentuk satu kesatuan ilmu yang solid (Hadi Sabari Yunus, 2006). Sifat inilah yang menguntungkan mereka yang
mempelajari geografi dengan bidang kajian yang poly entry memberikan keuntungan dan peluang yang lebih besar dan
sebaliknya dengan beberapa ilmu lain yang kebanyakan bersifat mono entry dibutuhkan pengkhususan dalam analisis
hingga bidang kerjanya. Sifat multi-variate merupakan kekuatan bidang kajian geografi yang dicirikhasi oleh tiga
pendekatan (approach) utamanya yakni pendekatan keruangan (spatial), kelingkungan (ecologycal) dan kompleks
wilayah (regional complex). Komponen inti dari geografi terpadu adalah ruang, tempat/lokasi, lingkungan dan peta,
yang berdimensi waktu, proses, dan skala. Komponen inti geografi terpadu tersebut dijadikan dasar untuk menentukan
kompetensi geografi, misalnya obyek material dari fenomena lingkungan biotik dan abiotik pada lapisan hidup manusia,
yang sangat luas antara lain: penataan ruang, pengelolaan sumberdaya alam, konservasi sumberdaya alam, penilaian
degradasi lingkungan, pengelolaan daerah aliran sungai, penilaian tingkat bahaya dan bencana, penilaian risiko bencana
hingga fenomena sosial budaya. Kompetensi geografi tersebut selalu dikaitkan dengan kepentingan umat manusia
(human oriented). Ilmu geografi yang memadukan konsep (unifying consepts) antara physical fenomenon dan human
fenomenon dalam setiap bidang kajiannya merupakan polemik dalam sistem keilmuan yang membutuhkan spesialisasi.
Penjerumusan ilmu geografi dalam rumpun ilmu eksakta maupun sosial tidak dapat dipandang sebelah mata, karena hal
ini akan mengakibatkan kaburnya jati diri ilmu geografi yang memadukan dua fenomena tersebut. Marginalisasi
keilmuan geografi, mulai terasa dalam sistem pendidikan nasional sejak adanya pemilahan antara ilmu sosial dan
eksakta dalam kurikulum pendidikan nasional yang secara tidak langsung telah mengaburkan jati diri geografi yang
harus memilih salah satu rumpun keilmuan di atas, padahal geografi merupakan ilmu yang menjembatani antara eksakta
dan sosial (bridge science), puncaknya Tahun 2000-an disiplin ilmu ini pernah direncanakan untuk dihapus dari
kurikulum pendidikan nasional, alasannya karena disiplin geografi tidak memiliki jati diri keilmuan, apakah kelompok
eksakta atau sosial? Kesatuan konsep yang ditawarkan geografi dengan memadukan fenomena fisik dan fenomena
manusia dalam setiap kajian analisisnya merupakan jati diri geografi yang sebenarnya dan tentunya memiliki perbedaan
dengan ilmu yang bersifat mono disiplin yang menyoroti problem secara parsial, padahal berbagai permasalahan
misalnya banjir merupakan fenomena yang membutuhkan solusi secara utuh, dan menyeluruh (holistik) bukannya
parsial-parsial karena didalamnya terdapat multi permasalahan seperti unsur alam (topografi, litologi, vegetasi, iklim,
cuaca, sistem DAS), unsur manusia (perilaku, distribusi, aktivitas) serta interaksi keduanya misalnya penggunaan lahan
(landuse). Banyaknya permasalahan yang tidak mampu ditangani secara parsial misalnya dalam penanganan banjir,
kemiskinan, longsor, pemanasan global, hilangnya pulau-pulau di wilayah perbatasan, dan lain sebagainya semakin
menunjukkan eksistensi peran dari ilmu geografi untuk diberikan porsi yang sepadan dengan peran strategisnya, seperti
halnya di negara-negara maju yang menyediakan serta menggalakkan pendidikan geografi setingkat departemen,
fakultas hingga universitas/institut misalnya di Belanda, Jerman, Amerika Serikat, di Inggris terdapat school of
geography. Banyaknya permasalahan seperti banjir, kemiskinan hingga tercaploknya pulau-pulau terluar dari NKRI
merupakan fenomena geografis yang memiliki keanekaraman masalah baik dari politik, ekonomi, sosial, budaya hingga
biogeofisik yang menjadi tantangan bagi geograf untuk memberikan sumbangsih pemikiran dan pemecahan masalah
agar mampu berfikir secara global (menyeluruh/holistik) serta dapat diterapkan sesuai dengan kondisi wilayahnya
“Think globally action locally” melalui suatu kajian secara keruangan, kewilayahan dan kelingkungan
dengan analisis peta, foto udara, citra satelit, GIS, hingga survey lapangan. Besarnya peran yang diberikan dalam ilmu
geografi melalui konsep, obyek kajian, pendekatan, hingga analisisnya tentunya harus disambut dengan partisipasi
semua pihak untuk lebih memahami hakekat disiplin ilmu geografi dengan cara memberikan posisi yang selayaknya
bukannya harus memilih dan ditempatkan pada satu rumpun ilmu tertentu tetapi harus mampu berdiri sendiri agar
eksistensi keilmuannya tetap dipertahankan. Peran lembaga pendidikan khususnya pendidikan formal perguruan tinggi,
sistem kurikulum, pemangku kebijakan, pemerintah daerah maupun pusat sangat diharapkan dalam membantu
mewujudkan pendidikan geografi agar mampu berdaya saing dan bernilai guna.

Standar Kompetensi Bahan Kajian
1. Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang
sistem sosial dan budaya dan menerapkannya untuk:
a. Mengembangkan sikap kritis dalam situasi sosial yang timbul
sebagai akibat perbedaan yang ada di masyarakat.
9
Pendahuluan
b. Menentukan sikap terhadap proses perkembangan dan
perubahan sosial budaya.
c. Menghargai keanekaragaman sosial budaya dalam masyarakat
multikultur.
2. Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang
manusia, tempat, dan lingkungan dan menerapkannya untuk:
a. Menganalisis proses kejadian, interaksi dan saling
ketergantungan antara gejala alam dan kehidupan di muka bumi
dalam dimensi ruang dan waktu.
b. Terampil dalam memperoleh, mengolah, dan menyajikan
informasi geografis.
3. Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang
perilaku ekonomi dan kesejahteraan dan menerapkannya untuk:
a. Berperilaku yang rasional dan manusiawi dalam memanfaatkan
sumber daya ekonomi.
b. Menumbuhkan jiwa, sikap, dan perilaku kewirausahaan
c. Menganalisis sistem informasi keuangan lembaga-lembaga
ekonomi.
d. Terampil dalam praktik usaha ekonomi sendiri.
4. Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang
waktu, keberlanjutan dan perubahan dan menerapkannya untuk:
a. Menganalisis keterkaitan antara manusia, waktu, tempat, dan
kejadian.
b. Merekonstruksi masa lalu, memaknai masa kini, dan
memprediksi masa depan.
c. Menghargai berbagai perbedaan serta keragaman sosial, kultural,
agama, etnis, dan politik dalam masyarakat dari pengalaman
belajar peristiwa sejarah.
5. Kemampuan memahami dan menginternalisasi sistem berbangsa dan
bernegara dan menerapkannya untuk:
a. Mewujudkan persatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
b. Membiasakan untuk mematuhi norma, menegakkan hukum,
dan menjalankan peraturan.
10
Geografi
c. Berpartisipasi dalam mewujudkan masyarakat dan pemerintahan
yang demokratis; menjunjung tinggi, melaksanakan, dan
menghargai HAM.
G. Standar Kompetensi Mata Pelajaran
Standar Kompetensi mata pelajaran adalah kompetensi yang harus
dikuasai oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran Geografi di
SMA dan MA:
a. Memahami ciri-ciri fisik dan sosial budaya secara keruangan;
b. Memahami interaksi antara lingkungan fisik dan sosial budaya
wilayah tertentu;
c. Menggunakan konsep wilayah dalam menginterpretasikan
keragaman bumi;
d. Menggunakan peta dan tampilan geografis lainnya untuk mengelola
informasi fisik dan sosial budaya dalam konteks keruangan.
H. Rambu-Rambu
1. Dokumen Standar Kompetensi mata pelajaran merupakan salah satu
perangkat dari Kurikulum berbasis Kompetensi. Dokumen ini
sebagai pedoman bagi pengembang kurikulum di daerah dan guru
untuk menyusun silabus.
2. Bahan ajar bagi siswa program Ilmu Alam adalah gejala geografis
yang bersifat fisik, sedangkan bagi siswa program Ilmu Sosial adalah
yang bersifat sosial. Akan tetapi, uraian tentang interaksi kedua gejala
geografis itu sangat baik jika dibahas baik di program Ilmu Alam
maupun Ilmu Sosial.
3. Pengorganisasian materi dilakukan dengan menggunakan struktur
keilmuan. Selain itu, materi disusun dengan pendekatan kemasyarakatan
yang semakin meluas (expanding community approach), mulai dari
lingkungan terdekat sampai pada lingkungan yang terjauh, dan dari materi
yang bersifat konkrit menuju pada materi yang bersifat abstrak.
4. Pembelajaran Geografi memperhatikan aspek keruangan, kelingkungan
dan kompleks wilayah. Pengorganisasian materi dimulai dari pengenalan
11
Pendahuluan
fenomena geografis dengan memanfaatkan bentang alam sekitarnya
sebagai sumber informasi geografis. Bersamaan dengan kemajuan
teknologi informasi, Geografi mengembangkan sistem informasi dari yang
konvensional ke dalam penyajian mutakhir dalam bentuk teknologi
sistem informasi geografis. Siswa diharapkan secara bertahap melakukan
penyesuaian dalam penyajian informasi geografis mulai dari mendeskripsi
ulang dan menggambar ulang dengan bantuan berbagai alat sehingga
mampu menuangkan gagasan dalam bentuk peraga.
5. Dalam pembelajaran Geografi, lapangan merupakan sumber materi
dan sekaligus media belajar langsung. Lapangan sebagai sumber
informasi merupakan tantangan yang penuh dengan permasalahan
yang menuntut jawaban dan penyelesaiannya. Untuk memahami
fenomena geografis para siswa seyogyanya diajak melakukan kontak
langsung dengan lapangan dalam kegiatan kerja lapang (fieldwork).
6. Penilaian hendaknya tidak hanya dilakukan sesaat, akan tetapi harus
dilakukan secara berkala dan berkesinambungan. Di samping itu
penilaian bukan hanya menaksir sesuatu secara parsial, melainkan
harus menaksir sesuatu secara menyeluruh yang meliputi proses
dan hasil pertumbuhan dan perkembangan wawasan pengetahuan,
sikap, dan keterampilan yang dicapai siswa.
7. Sumber belajar yang utama bagi guru antara lain: buku, brosur, majalah,
surat kabar, poster, lembar informasi lepas, internet, CD-ROM , peta, foto,
dan lain-lain. Pengajaran yang baik memerlukan sebanyak mungkin
sumber belajar untuk memperkaya pembelajaran. Pengambilan materi
pelajaran dari sumber belajar sudah barang tentu harus dipilih, disaring
dan diselaraskan dengan tujuan pengajaran yang ingin dicapai.
8. Untuk memperluas wawasan siswa dalam mempelajari konsepkonsep
Geografi, pemanfaatan teknologi informasi sangat
dimungkinkan dalam pembelajaran, misalnya untuk:
• Menyimpan dan menyajikan informasi
• Menggunakan file data geografis
• Memperoleh informasi dari internet dan CD-ROM
• Menggunakan e-mail dalam bertukar informasi
• Memanfaatkan perangkat pengolah data untuk menganalisis
hubungan gejala geografis
• Menyajikan informasi geografis dalam situs internet

Make a Free Website with Yola.