Arus air laut

Semua dunia arus pada peta laut yang berkesinambungan

Arus air laut adalah pergerakan massa air secara vertikal dan horisontal sehingga menuju keseimbangannya, atau gerakan air yang sangat luas yang terjadi di seluruh lautan dunia[1]. Arus juga merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dikarenakan tiupan angin atau perbedaan densitas atau pergerakan gelombang panjang[2]. Pergerakan arus dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain arah angin, perbedaan tekanan air, perbedaan densitas air, gaya Coriolis dan arus ekman, topografi dasar laut, arus permukaan, upwellng , downwelling.

Selain angin, arus dipengaruhi oleh paling tidak tiga faktor, yaitu[3] :

  1. Bentuk Topografi dasar lautan dan pulau – pulau yang ada di sekitarnya : Beberapa sistem lautan utama di dunia dibatasi oleh massa daratan dari tiga sisi dan pula oleh arus equatorial counter di sisi yang keempat. Batas – batas ini menghasilkan sistem aliran yang hampir tertutup dan cenderung membuat aliran mengarah dalam suatu bentuk bulatan.
  2. Gaya Coriollis dan arus ekman : Gaya Corriolis mempengaruhi aliran massa air, di mana gaya ini akan membelokkan arah mereka dari arah yang lurus. Gaya corriolis juga yangmenyebabkan timbulnya perubahan – perubahan arah arus yang kompleks susunannya yang terjadi sesuai dengan semakin dalamnya kedalaman suatu perairan.
  3. Perbedaan Densitas serta upwelling dan sinking : Perbedaan densitas menyebabkan timbulnya aliran massa air dari laut yang dalam di daerah kutub selatan dan kutub utara ke arah daerah tropik.

Adapun jenis – jenis arus dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :

  1. Berdasarkan penyebab terjadinya
    Arus ekman : Arus yang dipengaruhi oleh angin.
    Arus termohaline : Arus yang dipengaruhi oleh densitas dan gravitasi.
    Arus pasut : Arus yang dipengaruhi oleh pasut.
    Arus geostropik : Arus yang dipengaruhi oleh gradien tekanan mendatar dan gaya coriolis.
    Wind driven current : Arus yang dipengaruhi oleh pola pergerakan angin dan terjadi pada lapisan permukaan.
  2. Berdasarkan Kedalaman
    Arus permukaan : Terjadi pada beberapa ratus meter dari permukaan, bergerak dengan arah horizontal dan dipengaruhi oleh pola sebaran angin.
    Arus dalam : Terjadi jauh di dasar kolom perairan, arah pergerakannya tidak dipengaruhi oleh pola sebaran angin dan mambawa massa air dari daerah kutub ke daerah ekuator.

Referensi

  1. ^ [Hutabarat dan Evans, 1986]
  2. ^ {Nontji,1987]
  3. ^ [Sahala Hutabarat,1986]

 

Zona Neraka Di Samudra Kita


Seperti yang kita ketahui bersama, bumi kita sedang dilanda suatu bencana yang dinamakan Pemanasan Global atau dalam bahasa kerennya adalah global warming. Global warming ini intinya adalah meningkatkan suhu rata-rata bumi. Akibat dari peningkatan inilah maka menimbulkan berbagai bencana susulan seperti mencairnya es dikutub, intensitas angin taifun meningkat, dan punahnya beberapa jenis hewan.

Global Warming

Global Warming

Nah, sekarang coba kita munculkan sebuah pertanyaan. Apakah ada pengaruh pemanasan global terhadap kondisi laut kita ???

Mungkin kita semua secara gampang menyatakan ada tapi detail nya kita tidak tahu. Nah sekarang saya akan paparkan apakah efek sebenarnya dari pemanasan global ini terhadap samudra kita .

Penelitian ini dilakukan oleh sejumlah ilmuan dari Denmark . Mereka melakukan simulasi menggunakan superkomputer untuk memprediksi kenaikan suhu 100 tahun mendatang. Dalam melakukan prediksi, mereka memasukkan beberapa skenario dan hasilnya menyebutkan bahwa diprediksikan akan terjadi kenaikan temperatur 5-7 derajat celcius.

Akibat dari meningkatnya suhu rata-rata bumi itu, menyebabkan meningkatnya suhu samudra. Peningkatan suhu samudara ini akan menurunkan kecepatan sirkulasi laut ( Great Conveyor Belt ) sehingga kadar oksigen terlarut didalam air juga akan menurun. Akibatnya tercipta ” zona mati ” atau ” zona neraka ” disamudra yang mana zona ini tidak bisa mendukung kehidupan bagi ikan, kerang dan biota-biota laut lainnya.

Peta Arus Dunia. Bayangkan Bila Sistem Arus ini melambat maka 
tidak ada kehidupan

Peta Arus Dunia. Bayangkan Bila Sistem Arus ini melambat maka tidak ada kehidupan

Keadaan ” zona mati ” ini bila terjadi, tidak akan bisa pulih selama 1500 – 2000 tahun. Keadaan ini akan dimulai pada akhir abad ini. Perlu ditekankan bahwa kerusakan ekosistem akibat pemanasan global memerlukan waktu yang lama untuk kembali pulih. Terlebih untuk samudra, dengan sifatnya yang tidak aktif maka sekali suhu meningkat, dibutuhkan waktu sampai ratusan tahun untuk samudra kembali dingin. Dan selama menunggu samudra mendingin, maka kadar oksigen juga akan tetap sedikit sehingga bisa kita bayangkan bahwa tidak ada kehidupan di laut selama ratusan tahun.

Sebuah model yang menggunakan skenario standar ( kontrol yang digunakan sedikit ) saja menunjukkan bahwa akan tercipta sebuah keadaan dimana jumlah oksigen terlarut menjadi sedikit dan daerah ini akan meluas sangat jauh.

Menyikapi hal ini, sudah seharusnya kita mulai menurunkan kadar co2 di atmosfir agar pemanasan global bisa dihentikan. Meskipun sudah telat untuk memulai sekarang, tapi apabila kita tidak bertindak maka kehancuran yang lebih parah akan terjadi………….

” Hai bangsa didunia, apakah kalian bangga jika disebut sebagai bangsa penghancur bagi genersai mendatang ? jika tidak maka segeralah menyikapi masalah pemanasan global ini “.

Sumber : Tempo dan Oseanografi Fisik

Kerusakan Terumbu Karang di Indonesia dan Kelangkaan Ikan Dunia

Potensi alam Indonesia tak habis-habisnya menjadi sumber penghidupan dan pengetahuan manusia. Mulai dari tanaman hingga segala sesuatu yang berasal dari laut. Tujuh puluh persen dari wilayah Indonesia adalah laut dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km. Hal ini menjadikan sumber daya kelautan yang dimiliki Indonesia sangat berlimpah dan sangat kaya. Salah satunya adalah terumbu karang. Terumbu karang ini merupakan potensi besar yang sekarang mulai terlupakan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang tidak peduli dengan kelestarian terumbu karang. Mereka sering memperjualbelikan terumbu karang, menangkap ikan dengan bom, bahkan mereka tidak segan-segan mengambil terumbu karang hanya untuk pembuatan rumah atau jalan. Padahal terumbu karang memiliki banyak fungsi yang vital bagi kehidupan biota laut. Terumbu karang merupakan rumah atau tempat berlindung berbagai biota laut seperti ikan, moluska, udang, echinodermata, dan rumput laut. Selain itu, terumbu karang ternyata dapat digunakan sebagai obat anti kanker, tumor, HIV AIDS dan penyakit-penyakit lainnya. Artinya, terumbu karang yang subur akan membuat kelestarian laut serta isinya tetap terjaga dengan baik.

Pengertian terumbu karangreef

Sejak beberapa abad yang lalu dan bahkan sampai sekarang, kita menganggap karang adalah batu atau tumbuhan meskipun sesungguhnya mereka adalah sekumpulan hewan ( polip ). Dalam bentuk yang paling sederhana, karang bisa hanya terdiri dari sebuah polip yang mempunyai bentuk seperti tabung dengan mulut di bagian atas yang dikelilingi oleh tentakel. Pada beberapa jenis karang, individu polip ini mempunyai banyak bentuk kembar identik yang tersusun rapat membentuk formasi yang disebut koloni. Walaupun semua spesies karang dapat menggunakan sengatan tentakel untuk menangkap mangsanya, kebanyakan proporsi terbesar makanan karang tropis berasal dari simbiosis yang unik.

Di dalam jaringan karang, hidup ribuan alga mikroskopik yang disebut zooxanthellae, yang menghasilkan energi langsung dari cahaya matahari melalui fotosintesis. Karang dapat memperoleh banyak energi dan kebutuhan oksigen langsung dari zooxanthellae. Sebaliknya, alga memperoleh tempat berlindung dari pemangsa dan memakai karbon dioksida yang dihasilkan karang dari proses metabolismenya. Asosiasi yang erat ini sangat efisien, sehingga karang dapat bertahan hidup bahkan di perairan yang miskin zat hara. Keberhasilan hubungan ini dapat dilihat dari besarnya keragaman dan usia karang yang sudah sangat tua, yang berevolusi pertama kali lebih dari 200 juta tahun lalu.
Banyak karang mempunyai beberapa bentuk rangka untuk menyokong badan mereka yang sederhana. Karang lunak dan karang kipas mempunyai rangka yang terbuat dari protein. Namun, karang pembentuk terumbu mempunyai kerangka dari kalsium karbonat atau batukapur. Karang-karang ini kebanyakan berasal dari kelompok scleractinia dan kadang dikenal sebagai hermatipik atau pembentuk terumbu.

Jadi terumbu karang adalah karang yang terbentuk dari kalsium karbonat koloni kerang laut yang bernama polip yang bersimbiosis dengan organisme miskroskopis yang bernama zooxanthellae. Kini, hampir 800 jenis karang yang tergolong kelompok scleractinia telah dideskripsikan. Beberapa terumbu karang terdiri dari kumpulan kecil karang-karang dan jenis-jenis biota lain yang berasosiasi dengannya, sedangkan yang lain dapat berupa struktur raksasa dengan lebar berkilo-kilo meter. Walaupun karang dapat mendominasi zona terumbu karang tertentu, namun organisme lainnya juga merupakan komponen yang penting dalam struktur terumbu karang. Gangguan badai, penambahan unsur hara, dan peningkatan sedimentasi dapat menyebabkan zona dominasi karang yang alami berubah menjadi alga. Jika alga mengganti bekas zona karang, hal ini merupakan tanda bahwa terumbu karang tersebut tidak sehat. Terumbu karang yang sehat merupakan tempat yang paling beragam dari semua ekosistem laut yang telah dikenal, dengan susunan bentuk kehidupan yang lebih besar dibandingkan dengan ekosistem lainnya di bumi.

Jenis-jenis terumbu karang

Soft Coral

Soft Coral

Hard Coral

Hard Coral

Ada dua jenis terumbu karang yaitu terumbu karang keras (hard coral) dan terumbu karang lunak (soft coral). Terumbu karang keras (seperti brain coral dan elkhorn coral) merupakan karang batu kapur yang keras yang membentuk terumbu karang. Terumbu karang lunak (seperti sea fingers dan sea whips) tidak membentuk karang. Terdapat beberapa tipe terumbu karang yaitu terumbu karang yang tumbuh di sepanjang pantai di continental shelf yang biasa disebut sebagai fringing reef, terumbu karang yang tumbuh sejajar pantai tapi agak lebih jauh ke luar (biasanya dipisahkan oleh sebuah laguna) yang biasa disebut sebagai barrier reef dan terumbu karang yang menyerupai cincin di sekitar pulau vulkanik yang disebut coral atoll.

Kegunaan terumbu karang

Terumbu karang memberikan manfaat yang luar biasa kepada bumi dan seisinya. Bahkan masa depan Indonesia di laut terletak pada terumbu karang. Sebab terumbu karang bisa menjadi indikator hasil perikanan yang artinya terumbu karang yang terjaga baik akan mampu memberikan hasil perikanan yang melimpah. Sebalikanya jika terumbu karang rusak mencerminkan buruknya produktivitas perikanan. Manfaat terumbu karang sangatlah banyak diantaranya adalah:

1. Sebagai benteng-benteng pelindung pantai dari kerusakan yang disebabkan oleh gelombang atau ombak laut, sehingga manusia dapat hidup di daerah dekat pantai.
2. Sebagai tempat untuk wisata. Karena keindahan warna dan bentuknya, banyak orang berwisata bahari.
3. Tempat asuhan dan berkembang biak bagi ikan, dan menyediakan makanan, tempat tinggal, dan perlindungan bagi makhluk laut
4. Menyediakan sumber protein bagi masyarakat
5. Menyediakan lapangan kerja melalui perikanan dan pariwisata
6. Sebagai salah satu sumber obat-obatan untuk berbagai macam penyakit
7. Ekosistem terumbu karang berperan dalam upaya penanggulangan perubahan iklim global, dan ekosistem terumbu karang juga sangat rentan terhadap perubahan iklim khususnya kenaikan suhu air laut.

Penyebaran terumbu karang di Indonesia

Peta Lokasi Terumbu Karang Di Indonesia

Peta Lokasi Terumbu Karang Di Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih kurang 17.508 pulau, dengan sekitar 6.000 di antaranya merupakan pulau yang berpenduduk. Indonesia secara keseluruhan juga memiliki garis pantai terpanjang di dunia yakni 81.000 km yang merupakan 14% dari garis pantai yang ada di seluruh dunia. Luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta km2, atau mendekati 70% dari luas keseluruhan negara Indonesia. Ekosistem di laut Indonesia tercatat sangat bervariasi, khususnya ekosistem pesisir. Ekosistem-ekosistem ini menopang kehidupan dari sekian banyak spesies.
Indonesia merupakan rumah bagi hutan bakau yang sangat luas dan padang lamun, serta juga menjadi rumah bagi sebagian besar terumbu karang yang luar biasa, yang ada di Asia. Luas terumbu karang Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 42.000 kilometer persegi atau sekitar 17% dari terumbu karang di dunia dan telah menempatkan peringkat terumbu karang terluas kedua setelah Australia. Terumbu karang di Indonesia ditemui sangat berlimpah di wilayah kepulauan bagian timur (meliputi Bali, Flores, Banda dan Sulawesi). Namun juga terdapat di perairan Sumatera dan Jawa. Indonesia menopang tipe terumbu karang yang bervariasi (terumbu karang tepi, penghalang dan atol). Namun tipe terumbu karang yang dominan di Indonesia ialah terumbu karang tepi. Terumbu karang tepi ini dapat dijumpai sepanjang pesisir Sulawesi, Maluku, Barat dan Utara Papua, Madura, Bali, dan sejumlah pulau-pulau kecil di luar pesisir Barat dan Timur Sumatera. Tipe Patch reefs (terumbu karang yang mengumpul) paling baik terbentuk di wilayah Kepulauan Seribu, sedangkan terumbu karang penghalang paling baik terbentuk di sepanjang tepi Paparan Sunda, bagian Timur Kalimantan dan sekitar Kepulauan Togean (Sulawesi Tengah). Terdapat pula beberapa atol, contohnya ialah Taka Bone Rate di Laut Flores merupakan atol terbesar ketiga di dunia.
Keadaan terumbu karang daulu, sekarang, dan kemungkinan masa depan.

Peta Lokasi Kerusakan Terumbu Karang. Biru = Rusak Sedikit Kuning =
 Cukup Parah Merah = Parah

Peta Lokasi Kerusakan Terumbu Karang. Biru = Rusak Sedikit Kuning = Cukup Parah Merah = Parah

Kondisi terumbu Karang Indonesia mengalami penurunan drastis hingga 90% dalam lima puluh tahun terakhir akibat penangkapan dalam lima puluh tahun terakhir akibat penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Total terumbu karang Indonesia yang mencapai 85200 Km persegi terluas ke dua di duia setelah Great Barrier Reef— itu tercatat 40 persen diantaranya berada dalam kondisi rusak, rusak sedang 24 persen, dan sangat baik hanya enam persen.

Kerusakan terumbu karang di Indonesia

Terumbu karang adalah ekosistem yang rentan dan mudah rusak. Disadari atau tidak, kerusakan demi kerusakan terumbu karang di Indonesia sangatlah menghawatirkan. Pada umumnya kerusakan terumbu karang disebabkan oleh 3 faktor, yaitu:

1. Keserakahan manusia
2. Ketidaktahuan dan ketidakpedulian
3. Penegakan hukum yang lemah.

Selain itu terumbu karang juga dapat rusak oleh beberapa proses antara lain: pengendapan, pencemaran, penangkapan ikan yang merusak, sampah, gempa, bintang laut pemangsa karang yang disebut bulu seribu, dan dampak perubahan alam seperti perubahan iklim.

Di daerah Lombok Mataram dan pantai tenggara Bali memiliki kebiasaan mengambil terumbu karang sebagai dinding atau fondasi rumah atau bahan campuran adukan semen bangunan. Coba bayangkan jika hal tersebut dilakukan untuk oembangunan yang lebih besar lagi, maka kerusakan terumbu karang kian cepat terjadi. Sedangkan di kawasan Banten terumbu karang diambil untuk cendera mata. Bahkan dalam taraf yang lebih besar bunga-bunga karang yang masih hidup diambil untuk diekspor oleh pengusaha. Ancaman kerusakan terumbu karang juga daratan. Tingginya sedimentasi akibat erosi di daratan dan limbah cair yang dibuang ke laut juga menjadi ancaman serius bagi terumbu karang.

Jika laju kerusakan terumbu karang tidak menurun, maka diperkirakan pada beberapa dekade ke depan sekitar 70% terumbu karang dunia akan mengalami kehancuran. Kenaikan temperatur air laut sebesar 1 hingga 2 oC dapat menyebabkan terumbu karang menjadi stres dan menghilangkan organisme miskroskopis yang bernama zooxanthellae yang merupakan pewarna jaringan dan penyedia nutrient-nutrien dasar. Jika zooxanthellae tidak kembali, maka terumbu karang tersebut akan mati.

Salah satu kerusakan terumbu karang yang dapat terlihat ialah pemutihan karang yaitu perubahan warna pada jaringan karang dari warna alaminya yang kecoklat-coklatan atau kehijau-hijauan menjadi warna putih pucat. Pemutihan karang dapat mengakibatkan kematian pada karang. Antara bulan Maret dan Mei 1983 peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengamati peristiwa pemutihan karang besar-besaran dengan tingkat kematian yang luas mulai dari Selat Sunda (Jawa Barat), Kepulauan Seribu (Jakarta) sampai Kepulauan Karimunjawa (Jawa Tengah). Sejak saat itu terjadi lagi peristiwa pemutihan karang secara global pada tahun 1998, dimana lebih dari 55 negara mengalami tingkat pemutihan dan kematian karang yang tinggi. Sebanyak 90% karang mati akibat pemutihan pada 1998 di Sumatera Barat dan Kepulauan Gili, Lombok. Karang di wilayah Indonesia yang lain juga banyak yang terkena pemutihan. Karena karang memegang peranan penting yakni sebagai rangka dari pembentukan terumbu karang dan pulau karang, organisme terumbu karang dan juga perikanan sangat tergantung hidupnya pada karang yang sehat. Peristiswa pemutihan sering dihubungkan dengan gangguan lingkungan seperti naiknya suhu air laut. Karang dapat hidup dalam batas toleransi suhu berkisar dari 20 sampai 30 derajat selsius. Suhu kritis yang dapat menyebabkan karang memutih tergantung dari penyesuaian karang tersebut terhadap suhu air laut rata-rata daerah dimana ia hidup. Karang cenderung memutih apabila suhu meningkat tajam dalam waktu yang singkat atau suhu meningkat perlahan-lahan dalam jangka waktu yang panjang. Gangguan alam yang lain yang dapat menyebabkan pemutihan karang yaitu tingginya tingkat sinar ultra violet, perubahan salinitas secara tiba-tiba, kekurangan cahaya dalam jangka waktu yang lama, dan penyakit. Faktor pengganggu lainnya adalah kegiatan manusia, mencakup sedimentasi, polusi dan penangkapan ikan dengan bahan peledak.

Jelas bahwa terumbu karang memiliki fungsi yang sangat besar dalam ekosistem kelautan. Kerusakan terumbu karang praktis mengganggu seluruh ekosistem laut dan pantai. Karena itu pula, penyebab hancurnya terumbu karang haruslah dicegah sejak dini.

Dampak kerusakan terumbu karang di Indonesia terhadap penyebaran ikan dunia

Rusaknya terumbu karang mengakibatkan sumber rantai makanan juga hilang. Akibatnya, selain nelayan kian sulit menangkap ikan, udang atau biota laut lainnya, pertumbuhan dari biota tersebut juga lambat. Kondisi ini diperarah dengan perburuan ikan yang semakin intensif seiring dengan meningkatnya konsumsi manusia. Itulah sebabnya selain stok perikanan tangkap dunia termasuk Indonesia terus merosot juga ukurannya kian mengecil dari waktu ke waktu.
Upaya yang dilakukan untuk melestarikan terumbu karang
Cara-cara penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan racun harus segera dihentikan karena hanya dalam sekejap akan meluluhlantahkan ekosistem terumbu karang. Untuk mengembalikannya lagi ke tingkat semula merupakan satu hal yang cukup sulit. Menurut penelitian dibutuhkan waktu setahun untuk menumbuhkan terumbu karang sepanjang 1 cm.

Pemerintah dalam usahanya untuk melindungi, merehabilitasi dan memanfaatkan secara lestari terumbu karang agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat memprakarsai suatu program yaitu COREMAP program ini adalah suatu program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang.

Kita dapat melestarikan terumbu karang dengan menyulap barang rongsokan menjadi terumbu karang. Hal ini sudah dilakukan negara Jepang dan Amerika 100 tahun lalu.

Selain itu juga ada teknologi transplantasi terumbu karang. Hal ini mungkin masih jarang dilakukan di Indonesia. Untuk mengoptimasi teknologi transplantasi terumbu karang tersebut dapat dilakukan melalui teknologi elektrolisa. Terumbu karang yang diikatkan pada bronjog-bronjong kawat baja lalu dialiri listrik voltase rendah melalui kabel tembaga. Hasilnya luar biasa, terumbu karang yang diikatkan pada bronjong-bronjong kawat baja tadi segera tumbuh dan mengeras sekaligus melekat kuat di kawat-kawat baja. Aliran listrik melalui kabel tembaga elektroda tadi ternyata menstimulir percepatan pertumbuhan terumbu karang yang ditransplantasikan.

Upaya-upaya yang dapat melestarikan terumbu karang kita dapat melakukan hal sebagai berikut:
• Tidak membuang sampah yang dapat mencemari pantai dan laut
• Minta penjaga/pengelola pantai untuk menyediakan tong sampah (bila tidak ada)
• Adakan kegiatan membersihkan pantai
• Tidaka memakai karang batu dalam aquarium air laut
• Tidak memakai batu karang sebagai bahan bangunan

Penyelamatan terumbu karang adalah tanggung jawab kita bersama. Kita semua dapat ikut aktif menjaga terumbu karang dengan berbagai cara, antara lain :

• Belajar lebih banyak tentang terumbu karang dan menyebarkan pengetahuan ini pada teman atau keluarga.
• Pujilah anggota masyarakat maupun aparat pemerintah yang giat menyelamatkan terumbu karang
• Menghormati peraturan dan panduan lokal saat mengunjungi lokasi terumbu karang
• Tidak memegang, menginjak atau menambil karang waktu menyelam di laut
• Ingatkan awak kapal untuk hati-hati dalam membuang jangkar, supaya tidak merusak terumbu karang
• Laporkan kegiatan yang dapat merusak terumbu karang (seperti penengkapan ikan secara ilegal dan polusi) pada yang berwenang atau media massa
• Bergabunglah dengan kelompok yang bergerak di bidang lingkungan hidup
• Mendukung kegiatan yang berkaitan dengan penyelamatan terumbu karang

Sumber : Iptek Menguak Laut Indonesia

Selotip Juga Menghasilkan Sinar-X

kalian semua mengetahui apa yang dinamakan selotip kan????

itu lo yang buat nempel………. kalo gak tau nih gua kasih tau gambarnya…….selotip

Selama ini mayoritas masyarakat termasuk juga para ilmuwan hanya mengetahui bahwa selotip hanya digunakan sebagai alat perekat. Akan tetapi sekarang para ilmuan mengetahua bahwa selotip itu terutama yang transparan bisa menghasilkan sinar-X.

Jadi bila anda mengelupas selotip transparan dari gulungan nya didalam ruang hampa udara, maka selotip itu akan memancarkan sinar-X dan ini dibuktikan dari sebuah citra sinar-X dari salah satu jari para ilmua pada waktu menelitinya.

Tapi apa yang kita bicarakan sekarang ini, ternyata sudah ditemukan 50 tahun yang lalu oleh peneliti Rusia tapi penelitian itu cuma sebatas menyimpulkan bahwa ada sinar-X pada saat mengelupas selotip. Sekarang ilmuwan menemukan bahwa hanya dengan mengelupas selotip, sinar-X yang dihasilkan sangat besar.

Escobar, sarjana dari Universitas California yang meneliti hal ini dan dilampirkan ke jurnal Nature yakin bila dilakukan sedikit modifikasi, maka kita bisa membuat mesin sinar-x yang murah.

Ternyata dengan hal sekecil itu seperti mengelupas selotip, kita bisa menghasilkan energi yang lumayan besar…………….

Arus

1.1 Definisi Arus
Arus laut adalah proses pergerakan massa air laut yang menyebabkan perpindahan horizontal dan vertikal massa air laut tersebut yang terjadi secara terus (Gross,1972). Pergerakan massa air ini ditimbulkan oleh beberapa gaya sehingga Herunadi (1996) dalam Kurniawan (2004) mengemukakan bahwa sinyal arus merupakan resultan dari berbagai sinyal yang mempunyai frekuensi terstentu yang dibagkitkan oleh beberapa gaya yang berbeda-beda. Sedangkan menurut Hutabarat dan Evans (1984) arus merupakan gerakan air yang terjadi pada seluruh lautan di dunia.
Arus laut mampu mengalir mengarungi ribuan kilometer dan sangat penting untuk menentukan iklim dari sebuah benua, khususnya wilayah yang berbatasan dengan laut. Contohnya arus Gulf Stream yang menyebabkan daerah Barat Laut Eropa lebih hangat dibandingkan wilayah lain yang memiliki lintang yang sama (Wikipedia, 2009).


1.2 Faktor Penyebab Terjadinya Arus
Pergerakan massa air ini ditimbulkan oleh beberapa gaya sehingga Herunadi (1996) dalam Kurniawan (2004) mengemukakan bahwa sinyal arus merupakan resultan dari berbagai sinyal yang mempunyai frekuensi terstentu yang dibagkitkan oleh beberapa gaya yang berbeda-beda. Ada dua jenis gaya utama yang penting dalam proses gerak (motion) yakni gaya primer dan sekunder. Gaya primer merupakan gaya yang menyebabkan gerak (motion) antara lain: gravitasi, wind stress, tekanan atmosfer, dan seismic. Sedangkan gaya sekunder merupakan gaya yang muncul akibat adanya gerak (motion) antara lain : gaya Coriolis dan gesekan (friction) (Pond dan Pickard, 1983).
Menurut Gross (1990), terjadinya arus di lautan disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal dan faktor internal. Faktor internal seperti perbedaan densitas air laut, gradien tekanan mendatar dan gesekan lapisan air. Sedangkan faktor eksternal seperti gaya tarik matahari dan bulan yang dipengaruhi oleh tahanan dasar laut dan gaya coriolis, perbedaan tekanan udara, gaya gravitasi, gaya tektonik dan angin.

1.3 Jenis-jenis Arus
Berdasarkan gaya-gaya yang menimbulkannya, arus dibagi kedalam berbagai kelompok. Gross (1990), membagi menjadi empat macam yaitu :
1. Arus Ekman, merupakan arus yang disebabkan oleh gesekan angin
2. Arus Pasang Surut (Pasut), merupakan arus yang disebabkan adanya gaya pembangkit pasut
3. Arus termohalin, merupakan arus yang disebabkan oleh adanya perbedaan densitas air laut
4. Arus Geostrofik, merupakan arus yang disebabkan karena adanya gradien tekanan mendatar dan coriolis
Sedangkan Brown et al. (1989) membagi arus atau gerak berdasarkan gaya penyebabnya sebagai berikut :
1. Arus Thermohalin
2. Arus yang digerakkan angin (wind driven current)
3. Arus Pasang Surut
4. Arus Inersia
5. Arus Geostrofik
Pond dan Pickard (1983) melakukan pembagian arus berdasarkan komponen gesekan (Friction) yaitu:
1. Arus tanpa gesekan (current without friction)
2. Arus dengan gesekan (current with friction)

Berdasarkan penguraian Pond dan Pickard (1983) serta Gross (1990) di mana arus pasang surut merupakan arus yang polanya dipengaruhi oleh pasang surut, maka secara umum arus juga dapat diklisifikasikan menjadi dua, yaitu arus pasang surut dan arus nir pasang surut.Dari semua klasifikasi yang telah dibuat oleh para ahli tersebut, secara umum arus dapat diklasifikasikan menjadi:

 Arus Ekman
Arus Ekman merupakan arus yang disebabkan oleh gesekan angin (wind friction). Umumnya permukaan air yang langsung bersentuhan dengan angin akan menimbulkan arus di lapisan permukaan dengan kecepatan arus + 2% dari kecepatan angin itu sendiri. Arah arus yang ditimbulkan tidak searah dengan pergerakan angin karena adanya gaya coriolis yang ditimbulkan oleh rotasi bumi. Arus akan dibelokkan ke kanan pada Belahan Bumi Utara (BBU) dan dibelokkan ke kiri pada Belahan Bumi Selatan (BBS). Gaya gesekan molekul dari massa air membuat lapisan dalam dibelokkan oleh lapisan atasnya sampai pada kedalaman tertentu dimana gaya gesekan molekul ini tidak berpengaruh lagi. Fenomena pembelokan arus ini dikenal dengan Spiral Ekman (Gross, 1990).

Arus Ekman, sumber:earth.usc.edu

Tekanan udara di atas permukaan bumi bervariasi tergantung dengan lamanya penyinaran matahari sebagai faktor utama penentu besarnya nilai radiasi matahari. Perbedaan tekanan inilah yang mengakibatkan pergerakan udara atau angin. Jika angin ini berhembus di atas permukaan air hingga terjadi pertukaran energi. Energi yang dipertukarkan inilah yang mengakibatkan bergeraknya massa air yang ada di permukaan laut (Brown et al., 1989).

 Arus Geostrofik

Arus geostrofik merupakan arus yang terjadi akibat adanya keseimbangan geostrofik. Kondisi keseimbangan geostrofik ini terjadi jika gaya gradien tekanan horizontal yang bekerja pada massa air yang bergerak dan diseimbangkan oleh gaya coriolis (Brown et al., 1989). Arus geostrofik merupakan hasil kesetimbangan antara gaya gravitasi dan gaya coriolis. Efek gravitasi dikontrol oleh kemiringan permukaan air laut, sedangkan densitas dikontrol oleh perbedaan suhu dan salinitas horizontal (Wikipedia, 2009). Arus geostrofik ini tidak dipengaruhi oleh pergerakan angin (gesekan antara air dan udara) sehingga Pond dan Pickard (1983) memasukkannya kedalam golongan arus tanpa gesekan (current without friction).

 Arus Thermohalin
Merupakan arus yang disebabkan perbedaan densitas air laut. Di bawah lapisan pycnocline, air bergerak disepanjang dasar lautan sebagai arus yang lembam (slugish current). Sirkulasi laut dalam ini benar-benar terisolasi dari arus permukaan oleh lapisan pycnocline sehinga pergerakannya hanya dipengaruhi oleh adanya perbedaan densitas air laut atau dengan kata lain dikontrol oleh variabilitas suhu dan salinitas. Sirkulasi laut dalam ini disebut sebagai arus thermohalin (Thermohalin Current) (Gross,1990). Secara umum menurut Ingmanson dan Wallace (1989) dalam Kurniawan (2004), arus thermohalin bergerak ke utara-selatan yang dari samudera Atlantik menuju samudera Antartika.

Global Conveyor Belt,sumber:uwsp.edu

 Arus Inersia
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa angin berhembus menyebabkan timbulnya arus (wind driven current). Momentum yang ditimbulkan akibat dorongan angin ini tidak akan berhenti begitiu saja sehingga ketika angin berhenti berhembus gerakan air atau arus akan terus berlanjut sebagai konsekuensi dari gaya momentum pada massa air (Pond dan Pickard, 1983). Gerakan air atau arus, gaya gesekan kecil (diasumsikan nol) dan gaya yang masih bekerja tinggal gaya coriolis , yang menyerupai kurva (curved motion) yang disebut dengan arus inersia (inersia current) (Brown et al., 1989; Pond dan Pickard 1983). Jika gaya coriolis hanya bekerja pada arah horizontal maka gerakan air yang terjadi (arus inersia) di sekitar garis lintang akan membentuk lingkaran (circular) (Brown et al., 1989). Arah rotasi atau perputaran pada lingkaran inersia adalah searah putaran jarum jam di belahan bumi bagian selatan (Pond dan Pickard, 1983).

 Arus Pasang Surut (pasut)
Merupakan arus yang disebabkan adanya gaya pembangkit pasut. Arus pasut merupakan pergerakan air laut secara horizontal yang dihubungkan dengan naik turunnya permukaan laut secara periodik. Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari. Terdapat tiga tipe dasar pasang surut yang didasarkan pada periode dan keteraturannya, yaitu pasang surut harian (diurnal), tengah harian (semi diurnal) dan campuran (mixed tides). Dalam sebulan, variasi harian dari rentang pasang surut berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang pasang surut juga bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai samudera (Wikipedia, 2007).

1.4 Arus Permukaan Indonesia
Arus laut permukaan di dunia memiliki pola dan sebaran yang unik. Masing – masing wilayah memiliki karakteristik arus yang berbeda.

Arus Permukaan, sumber:www.seas.harvard.edu

Perairan Indonesia secara tetap diisi oleh massa air Samudra Pasifik. Hal ini terjadi bukan hanya karena wilayah Indonesia lebih terbuka terhadap Samudera Pasifik tetapi juga karena kondisi dinamika permukaan laut. Ketinggian permukaan laut di bagian barat samudra pasifik lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah di selatan Jawa sepanjang tahun, sehingga terbentuk gradien tekanan dari samudra pasifik ke samudera Hindia (Wyrtki, 1961).

Menurut Godfrey (1996),gradien tekanan tersebut terbentuk karena posisi Indonesia berada pada sisi Barat Samudera Pasifik Trade Wind Belt, dimana tekanan angin secara terus menerus menyebabkan penumpukkan massa air karena pergerakan arusnya menuju daratan. Gradien tekanan tersebut menyebabkan terjadinya arus yang melewati perairan Indonesia disebut Arlindo. Arlindo memiliki sistem sirkulasi massa air yang kompleks dan berfluktuasi secara musiman dengan arah serta kekuatannya yang bervariasi.
Arlindo sangat terkenal karena menghubungkan antara Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia, melalui Selat Makasar dan keluar lewat Selat Lombok (25% dari total transport arus yang lewat Selat Makassar) dan Selat Ombai bersama-sama Laut Timor (75% sisa total transport arus tersebut). Arlindo terjadi sebagai akibat perbedaan tekanan rata-rata sebesar 16 cm antara Samudera Pasifik dan Hindia. Arlindo memindahkan bahang oleh air bersalinitas rendah dari tempat berkembangnya El Nino di Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia. Mengalir melalui bagian Selatan Indonesia dan Australia, Arlindo merupakan penghubung utama atau titik temu pertukaran massa air global.

Arlindo, sumber:dongenggeologi.files.wordpress.com

Sirkulasi arus permukaan di Indonesia dipengaruhi oleh angin muson yang terjadi kerana adanya perbedaan tekanan udara antara daratan asia dan daratan australia, pada bulan Desember-Februari di Belahan Bumi Utara (BBU) akan terjadi musin dingin sedangkan pada Belahan Bumi Selatan (BBS) akan terjadi musim panas sehingga tekanan tinggi berada di Asia dan tekanan rendah berada di Australia. Angin muson bergerak dengan arah-arah tertentu sehingga perairan Indonesia dibagi menjadi empat musim yaitu musim barat, musim timur, musim pancaroba satu dan musim pancaroba dua (Wyrtki, 1961).

Syamsudin (2003) mengatakan air laut digerakan oleh dua sistem angin, di dekat khatulistiwa angin pasat (trade wind) menggerakkan permukaan air ke arah barat. Sementara itu, di daerah lintang sedang (temperate), angin baratan (westerlies wind) menggerakkan kembali permukaan air ke timur. Akibatnya di samudera-samudera akan ditemukan sebuah gerakan permukaan air yang membundar.

2Metode Pengukuran Data Arus
2.1 Pengukuran Arus Insitu
Pengukuran arus secara insitu adalah pengukuran secara langsung dengan dua metode pengukuran, yaitu pada titik tetap (Euler) dan metode dengan benda hanyut atau drifter (Langlarian). Alat pengukur paling sederhana adalah menggunakan Free-floating drogued buoy untuk mengukur kecepatan dan sebuah kompas bidik untuk mencari arah. Free-floating drogued buoy dilepas di perairan dengan diikat sebuah tali dengan jarak tertentu, lalu diukur waktunya sampai tali tersebut menegang. Kecepatan arus bisa diukur dengan membagi jarak dengan waktu. Sedangkan arah bisa dicari dengan menggunakan kompas bidik.
Peralatan modern yang sering digunakan saat ini dalam pengukuran arus adalah ADCP (Acaoustic Doppler Current Profiler) dan Current Meter. ADCP menggunakan Azaz Doppler mengenai perambatan bunyi, dimana partikel renik didalam air dapat memantulkan bunyi. Current Meter merupakan pengembangan dari Free-floating drogued buoy yang berfungsi untuk mengukur kecepatan dan arah arus laut berdasarkan metode Eularian. Pengukuran arus laut dengan current meter ini menggunakan metode eularian dimana metode ini merupakan pengukuran arus dengan menggunakan metode gelombang sinusoidal. Prinsip kerja alat ini adalah baling-baling dimana sewaktu alat dimasukkan akan ada perputaran dari baling-baling tersebut sehingga menimbulkan percepatan. Current meter mempunyai 2 bagian yaitu speed (kecepatan) dan direction (arah).

2.2 Pengukuran Arus dengan Satelit Altimetri

Sistem altimetri berkembang sejak tahun 1975, saat diluncurkannya satelit GEO-3. Pada tahun 1990 satelit altimetri mulai diluncurkan seperti ERS-1 (1991-1996), Topex/Poseidon (sejak 1992) dan ERS-2 (sejak 1995). Altimetri adalah teknik untuk mengukur ketinggian. Satelit altimetri meghitung waktu yang digunakan oleh pulsa dari pemancar ke permukaan laut dan kembali lagi sebagai echo menuju penerima. Dikombinasikan dengan data lokasi satelit yang presisi kemudian menghasilkan SSH seperti diilustrasikan pada gambar 1 (CNES, 1997 dalam Rudiastuti, 2008).

Tujuan peluncuran sensor altimetri adalah mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan es di kutub dan mengamati perubahan muka laut rata-rata global (Abidin, 2001 dalam Rudiastuti, 2008).

Sea Surface Height (SSH) adalah jarak antara permukaan laut dengan ellipsoida referensi (jika kedalaman laut secara akurat tidak diketahui). Nilai SSH secara matematis dituliskan sebagai berikut:
SSH = S-R
Dimana :
S = ketinggian satelit dari reference ellipsoid (satellite altitude)
R = jarak antara satelite dengan laut (jarak altimetri)
Nilai SSH diperoleh dengan memperhitungkan pengaruh ketinggian permukaan laut yang akan terjadi tanpa gangguan (angin, ombak, gelombang, dan lainnya), dan juga sirkulasi lautan atau dinamika topografi (CNES, 1997 dalam Rudiastuti, 2008).

2.3 Pengukuran Arus dengan Membangun Model Hidrodinamika

Hingga sekitar akhir 1980-an, kegiatan hidrografi utamanya didominasi oleh survei dan pemetaan laut untuk pembuatan peta navigasi laut (nautical chart) dan survei untuk eksplorasi minyak dan gas bumi (Ingham, 1975). Peta navigasi laut memuat informasi penting yang diperlukan untuk menjamin keselamatan pelayaran, seperti: kedalaman perairan, rambu-rambu navigasi, garis pantai, alur pelayaran, bahaya-bahaya pelayaran dan sebagainya. Selain itu, kegiatan hidrografi juga didominasi oleh penentuan posisi dan kedalaman di laut lepas yang mendukung eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi.

Fenomena dasar perairan yang disebut dalam definisi di atas meliputi: batimetri atau‘topografi’ dasar laut, jenis material dasar laut dan morfologi dasar laut. Sementara dinamika badan air yang disebut dalam definisi di atas meliputi: pasut (dan muka air) dan arus. Data mengenai fenomena dasar perairan dan dinamika badan air diperoleh melalui pengukuran yang kegiatannya disebut sebagai survei hidrografi. Data yang diperoleh dari survei hidrografi kemudian diolah dan disajikan sebagai informasi geospasial atau informasi yang terkait dengan posisi di muka bumi.

Konfigurasi Satelit, sumber:ensigeopedia.com

Survei adalah kegiatan terpenting dalam menghasilkan informasi hidrografi. Pada gambar diatas, tampak kegiatan utama yang dilakukan dalam survei hidrografi yang meliputi : Penentuan posisi (1) dan penggunaan sistem referensi (7), Pengukuran kedalaman (pemeruman) (2), Pengukuran arus (3), Pengukuran (pengambilan contoh dan analisis) sedimen (4), Pengamatan pasut (5), Pengukuran detil situasi dan garis pantai (untuk pemetaan pesisir) (6), Data yang diperoleh dari aktivitas-aktivitas tersebut di atas dapat disajikan sebagai
informasi dalam bentuk peta dan non-peta serta disusun dalam bentuk basis data kelautan.

Pengukuran arus dengan membangun model hidrodinamika adalah dengan mengkonversi fenomena oseanografi kedalam persamaan numerik yang bersifat diskrit. Dengan menggunakan persamaan-persamaan ini dapat dibuat pemodelan dari yang sederhana hingga yang rumit.

Sehubungan dengan itu maka seluruh informasi yang disajikan harus memiliki data posisi dalam ruang yang mengacu pada suatu sistem referensi tertentu. Oleh karenanya, posisi suatu objek di atas, di dalam dan di dasar perairan merupakan titik perhatian utama dalam hidrografi. Informasi hidrografi utamanya ditujukan untuk:
(1) Navigasi dan keselamatan pelayaran,
(2) Penetapan batas wilayah atau daerah di laut; dan
(3) Studi dinamika pesisir dan pengelolaan sumberdaya laut.


sumber:
Brown, J, A. Colling, D. Park, J. Philips, D. Rothery, dan J. Wright. 1989. Ocean Circulation. The Open University. Published In Assosiation with Pergamon Press.

Global Change Issues: Highlights of Recent and Ongoing Research dinduh dari http://www.gcrio.org/ [6 November 2009]

Godfrey, J. S. 1996. The Effect of The Indonesian Troughflow on Ocean Circulation And Heat Exchange With The Atmosphere : A Review. J. of Geophysic. Res. 101 (C5) : 12209-12238

Gross, M. 1990. Oceanography sixth edition. New Jersey : Prentice-Hall.Inc.

Hutabarat, S dan SM. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia-Press. Jakarta

Kurniawan, Mujib.2004. Studi Fluktuasi Arus Permukaan Frekuensi Rendah (Low Frequency) Di Perairan Utara Papua Pada Bulan Oktober 2001-Agustus 2002. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor

Nat,D. Eka,D. 2006. “Survei Hidrografi”.Refika Aditama Shykind,E. Jakarta.

Pond, S dan G.L Pickard. 1983. Introductory Dynamical Oceanography, 2th edition. Pergamon Press
.
Rudiastuti, Aninda Wisaksanti. 2008. Studi Sebaran Klorofil-A Dan Suhu Permukaan Laut (SPL) Serta Hubunganya Dengan Distribusi Kapal Penangkap Ikan Melalui Teknologi Vessel Monitoring System (VMS). Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor

Wyrkti, K. 1961. Physical Oceanography of South East Asian Water. Naga Report. Vol 2. Scripps Institution of Oceanography. The University of California. La Jolla. California. 195 p.

Klasifikasi Pantai

0

Johnson dalam Lobeck (1939: 345) melakukan klasifikasi pantai yang didasarkan pada perubahan relatif tinggi permukaan air laut, menjadi 4 jenis pantai, yaitu:

a. Pantai submergen (Shoreline of submergence), merupakan pantai yang ditandai oleh adanya ciri-ciri penurunan daratan/dasar laut, yang termasuk ke dalam klasifikasi ini adalah:
• Pantai Ria, pantai ini terjadi kalau pantai tersebut bergunung dan berlembah dengan arah yang melintang kurang lebih tegak lurus terhadap pantai. Pada tiap teluk bermuara sebua sungai.
• Pantai Fyord, pantai ini terjadi karena adanya lembah-lembah hasil pengikisan oleg gletser mengalami penurunan. Fyord ini banyak terdapat pada daerah-daerah yang dulunya mengalami pengerjaan glasial sampai pantai.


b. Pantai emergen (Shoreline of emergence), merupakan pantai yang ditandai oleh adanya ciri-ciri pengangkatan relatif dasar laut. Pada pantai jenis ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
• Pantai emergen yang berupa pegunungan, ciri utama dari pantai ini adalah adanya beach atau cliff yang terangkat hingga letaknya jauh lebih tinggi dari pada yang dapat dijangkau oleh gelombang. Juga bekas pantai lama yang telah terangkat yang ditandai oleh adanya goa-goa, relung, cliff yang saat ini tidak lagi tercapai oleh geolombang laut.
• Pantai emergen yang berupa dataran rendah, pantai ini terjadi pada continental shelf dangkalan yang terangkat sampai ke atas permukaan laut. Pantai ini biasanya tersusun atas batuan sedimen marine. Pantai jenis ini di daerah pedalaman (pesisir/coast) merupakan dataran yang relatif luas dan daratan yang patah (fall line) terkadang dijumpai banyak air terjun (seperti di Pantai Tenggara USA, dataran pesisir melandai serta material batuannya berupa sedimen marine. Contoh lainnya adalah pantai Teluk Mexico dan pantai selatan Rio de La Plata di Argentina.

c. Pantai netral (Neutral Shoreline), pantai yang tidak memperlihatkan kedua ciri di atas (tidak ada tanda-tanda bekas pengangkatan dan penurunan daratan/dasar laut). Pantai jenis ini meluas ke arah laut. Jenis yang termasuk ke dalam jenis ini adalah:
• Pantai delta (delta shorelines), pantai yang dicirikan oleh adanya pengendapan pada muara sungai.
• Pantai vulkanis (volcano shorelines), terjadi karena material gunungapi yang ke luar dari perut bumi mengalir sampai ke laut.
• Pantai dataran aluvial (delta shorelines), jenis ini sangat erat kaitannya dengan pantai delta.
• Pantai karang (coral reef shorelines), merupakan pantai yang diperkuat oleh adanya
pembentukan gosong-gosong karang. Material sebagian besar berupa pengendapan karang.
• Pantai sesar (fault shorelines), di mana air laut mencapai muka sesar. Pantai golongan ini pada umumnya tidak meliputi daerah yang tidak terbatas (tidak luas).

d. Pantai majemuk (Compound Shoreline). Pantai ini terjadi sebagai akibat dari terjadinya proses yang berulang kali mengalami perubahan relatif muka air laut (naik dan turun). Bentuk yang dihasilkan juga bermacam-macam pula, ada yang ditandai oleh adanya pengangkatan, ditandai telah terjadinya proses penurunan. Oleh karena itu, pantai demikian disebut dengan pantai majemuk. Contoh pantai jenis ini banyak dijumpai di pantai selatan Pulau Jawa.

Sumber:
Bird, E.C.F. 1970. Coast and introduction to systematic geomorphology. Vol. 4. Cambridge, London: 248 pp.
Lobeck, AK. (1939), Geomorphology, An Introduction to the study of Lanscape, New York and
London: Mc Graw-Hill Book Company. Inc.
Sunarto (1991/1992), Geomorfologi Pantai ”Makalah” , Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik UGM.


Transpor Sedimen

0

Bambang Triatmodjo (1999) menjelaskan bahwa definisi dari transpor sedimen pantai adalah gerakan sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya. Transpor sedimen pantai inilah yang akan menentukan terjadinya sedimentasi atau erosi di daerah pantai. Menurut Bambang Triatmodjo (1999), gerak air di dekat dasar akan menimbulkan tegangan geser pada sedimen dasar. Bila nilai tegangan geser dasar lebih besar dari pada tegangan kritis erosinya, maka partikel sedimen akan bergerak. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa variabel-variabel yang mempengaruhi pergerakan sedimen pantai antara lain: diameter sedimen, rapat massa sedimen, porositas, dan kecepatan arus atau gaya yang ditimbulkan oleh aliran air.

Gelombang yang menjalar menuju pantai membawa massa air dan momentum searah penjalarannya. Transpor massa dan momentum tersebut akan menimbulkan arus di daerah dekat pantai. Gelombang pecah menimbulkan arus dan turbulensi yang sangat besar yang dapat menggerakkan sedimen dasar. Di daerah surf zone, kecepatan partikel air hanya bergerak searah penjalaran gelombangnya. Di swash zone, gelombang yang memecah pantai menyebabkan massa air bergerak ke atas dan kemudian turun kembali pada permukaan pantai. Gerak massa air tersebut disertai dengan terangkutnya sedimen.

Sedimen Transport

Pada gambar di atas terlihat bahwa arus dan partikel air di dasar bergerak searah penjalaran gelombang menuju pantai. Di daerah mulai pecahnya gelombang (point of wave breaking) yang biasa disebut dengan surf zone, terlihat adanya pertemuan pergerakan sedimen yang menuju pantai dan yang bergerak kembali ke tengah laut. Selain itu, pergerakan sedimen di luar daerah surf zone akan mulai melemah. Akibatnya, di titik ini akan terbentuk bukit penghalang (bar) yang memanjang sejajar pantai (Fredsoe & Deigaard,1992).

Pergantian musim juga mempengaruhi proses pantai. Turbulensi dari gelombang pecah mengubah sedimen dasar (bed load) menjadi suspensi (suspended load). Kesenjangan/ketidaksamaan hantaman gelombang (antara dua musim) mengakibatkan penggerusan yang kemudian membentuk pantai-pantai curam yang menyisakan sedimen-sedimen bergradasi lebih kasar

Sumber:
Triatmojo, B. 1999. Teknik Pantai Edisi Kedua. Beta Offset. Yogyakarta
faiqun.edublogs.org
http://www.marum.de/Binaries/Binary19220/c4.jpg


Perubahan Garis Pantai

0

Perubahan garis pantai umumnya disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Salah satu faktor alam yang utama adalah arus sejajar pantai (longshore current) yang ditimbulkan oleh aksi gelombang saat setelah pecah.

Distribusi arus sejajar pantai digunakan untuk menghitung perkiraan besar angkutan sedimen dengan metoda CERC (Coastal Engineering Research Center), dan juga digunakan Model Satu Garis (On Line Model).

Parameter gelombang laut yang digunakan dalam perhitungan ini didapatkan dari hasil perhitungan parameter angin permukaan dengan menggunakan metoda SMB (Svedrup Munk dan Bretchneider) untuk perairan dalam.

Zona gerakan material
Berdasarkan Hallermeier (1978,1981) dalam (CUR, 1987), pantai dibagi menjadi 3
(tiga) zona gerakan material sebagai berikut (lihat Gambar 3):

1) Littoral zone adalah perairan antara garis pantai sampai kedalaman d1. Pada daerah ini terjadi gerakan material sangat intensif dan signifikan, baik longshore transport
ataupun crossshore transport .

2) Shoal zone adalah perairan dari kedalaman d1 sampai kedalaman di. Pada daerah ini
terjadi gerakan material cross shore transport yang cukup signifikan. Gelombang
sudah tidak begitu berpengaruh pada gerakan material dasar, sehingga daerah ini
terjadi proses pendangkalan.

3) Offshore zone adalah perairan dari kedalaman di ke arah laut dalam. Pada daerah ini gerakan gelombang sudah tidak berpengaruh pada material dasar.


Garis Pantai Havana, Cuba

Sumber:
CUR, 1987, Manual on Artificial Beach Nourishment, Centre for Civil Engineering Research, Codes and Specification Rijkswaterstaat, Delft Hydraulics.
http://www.theodora.com/wfb/photos/cuba/coastal_boulevard_havana_cuba_photo_gov.jpg

Gelombang di Laut

0

Salah satu parameter yang penting dalam suatu penelitian dinamika pantai adalah gelombang laut. Pada umumnya gelombang laut tersebut adalah gelombang laut yang disebabkan oleh tiupan angin baik langsung maupun tidak langsung. Pada daerah tiupan angin (dikenal dengan istilah 'fetch'), terjadi peristiwa transfer energi angin ke energi gelombang dalam spektrum frekuensi yang luas. Dengan kata lain, didaerah angin tersebut terbentuk campuran gelombang dengan bermacam-macam frekuensi. Distribusi frekuensi dan besarnya energi gelombang ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: luasnya daerah tiupan angin, lamanya angin bertiup, dan besarnya tiupan angin. Gelombang yang terbentuk tersebut akan menjalar keluar dari daerah tiupan angin hingga mencapai daerah dangkal atau pantai, dan melepaskan energinya.

Menurut Arief et.al (1993), gelombang laut yang terbentuk akibat tiupan angin setempat umumnya mempunyai ketinggian yang kecil (kurang dari 0.5 meter) dan mempunyai periode waktu kurang dari 4 detik. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya daerah tiupan angin. Sedangkan gelombang yang terbentuk di daerah lepas pantai atau di tengah laut seringkali mempunyai energi yang besar akibat luasnya daerah tiupan angin dan lebih besarnya tiupan angin di laut dibandingkan dengan tiupan angin di pantai. Selama penjalarannya tersebut, gelombang tersebut mengalami proses dispersi akibat perbedaan kecepatan rambat gelombang yang berbeda periodenya. Makin jauh jarak perambatan gelombang, makin homogen periode gelombang tersebut. Gelombang yang homogen umumnya dikenal dengan nama alun ('swell'). Gelombang 'kiriman' ini seringkali mempunyai tinggi diatas 0.5 meter dengan periode di atas 4 detik. Di pantai dan daerah pecahnya gelombang merupakan daerah transfer energi gelombang ke bentuk energi lainnya seperti arus, turbulensi, pemindahan sedimen, gelombang sekunder dengan periode lebih pendek maaupuan lebih panjang, bunyi, dan lain sebaginya. Proses transfer energi inilah yang berperanan penting dalam proses dinamika pantai karena menyebabkan perpindahan sedimen.


Gelombang

Arah datangnya energi gelombang ditentukan oleh arah perambatannya. Sedangkan besarnya energi yang dibawa oleh gelombang ditentukan oleh tinggi, periode, dan tipe gelombang. Secara umum dapat dikatakan bahwa energi gelombang sebanding dengan kuadrat amplitudonya, walaupun hal ini benar untuk kasus gelombang sinusoidal sederhana. Selanjutnya tinggi, periode, dan arah datangnya gelombang, oleh karenanya, diidentikkan dengan karaktenstik datangnya gelombang. Oleh karena itu pengukuran karakteristik gelombang merupakan faktor yang penting dalam studi dinamika pantai dan usaha penanggulangan proses erosi pantai (Arief et.al, 1993).

Menurut Dahuri et.al. (1996), jika sudut datang gelombang kecil atau sama dengan nol, maka akan terbentuk arus sibak pantai dan terbentuknya arus susur pantai. Keadaan ini merupakan indikator transportasi sedimen sepanjang pantai. Ombak merupakan salah satu penyebab yang berperan besar dalam pembentukan pantai. Ombak yang terjadi di laut dalam pada umumnya tidak berpengaruh terhadap dasar laut dan sedimen yang terdapat di dalamnya. Sebaliknya ombak yang terdapat di dekat pantai, terutama di daerah pecahan ombak mempunyai energi besar dan sangat berperan dalam pembentukan morfologi pantai, seperti menyeret sedimen (umumnya pasir dan kerikil) yang ada di dasar laut untuk ditumpuk dalam bentuk gosong pasir. Di samping mengangkut sedimen dasar, ombak berperan sangat dominan dalam menghancurkan daratan (erosi laut). Daya penghancur ombak terhadap daratan/batuan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keterjalan garis pantai, kekerasan batuan, rekahan pada batuan, kedalaman laut di depan pantai, bentuk pantai, terdapat atau tidaknya penghalang di muka pantai dan sebagainya.

Keseimbangan antara sedimen yang dibawa sungai dengan kecepatan pengangkutan sedimen di muara sungai akan menentukan berkembangnya dataran pantai. Apabila jumlah sedimen yang dibawa ke laut dapat segera diangkut oleh ombak dan arus laut, maka pantai akan dalam keadaan stabil. Sebaliknya apabila jumlah sedimen melebihi kemampuan ombak dan arus laut dalam pengangkutannya, maka dataran pantai akan bertambah (Dahuri et.al., 1996).

sumber:
Arief, Dharma , Edy Kusmanto dan Sudarto. 1993. Metoda Pengamatan Dan Analisa Gelombang Laut. Balai Penelitian dan Pengembangan Oseanografi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta
Dahuri, R. J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Stepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT Paradya Paramita.
http://www.deskpicture.com/DPs/Nature/waveNo7_2.jpg


Jumat, 25 Desember 2009

Koagulasi

0

Koagulasi
Koagulasi adalah proses untuk menurunkan daya listrik pada permukaan partikel koloid oleh elektrolit dalam larutan. Koagulasi menghilangkan partikel warna, kekeruhan, bakteri, ion terlarut dan terutama koloid dalam larutan. Tujuan koagulasi adalah untuk merubah koloid-koloid sehingga mereka bisa menempel satu sama lain atau menggumpal. Selama koagulasi ion positif ditambahkan ke dalam air untuk menurunkan muatan permukaan koloid sampai pada titik dimana koloid tidak saling menolak satu dengan yang lain. Koagulan adalah suatu senyawa kimia yang ditambahkan ke air untuk membentuk koagulasi.

Ada tiga persyaratan kunci dari koagulan yang harus dipenuhi :
1. Kation trivalent. Seperti yang telah dijelaskan terdahulu, koloid-koloid adalah bermuatan negatif, jadi diperlukan adanya kation untuk menetralkan muatannya. Kation trivalent merupakan kation yang paling efisien.
2. Tidak beracun. Kation yang digunakan harus tidak beracun sehingga memberikan hasil air olahan yang aman (misalkan untuk air minum).
3. Tidak larut dalam kisaran pH netral. Jadi koagulan yang ditambahkan harus mengendap dari larutannya sehingga ion-ionnya tidak tertinggal di dalam air.

Pengendapan semacam ini akan sangat membantu proses penghilangan koloid.
Proses koagulasi menggunakan garam-garam tersebut sangat dipengaruhi pH air limbah, contohnya alum (garam aluminium) akan efektif sebagai koagulan pada rentang pH 5-7. Pada pH lebih kecil dari 4 atau lebih besar dari 9, kinerja alum sebagai koagulan tidak efektif karena diperlukan dosis yang sangat tinggi (200 miligram per liter) untuk mengendapkan ion aluminium sebagai hidroksidanya. Hasil yang sama juga terjadi pada garam-garam besi. Dewasa ini orang lebih suka menggunakan polimer alum yang dikenal sebagai poli aluminium klorida (PAC) sebagai koagulan karena efektivitasnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan garam aluminium maupun garam besi. Penelitian terbaru yang dilakukan Gao dan Yue menunjukkan bahwa poli aluminium klorida sulfat (PACS) bahkan lebih efektif dibandingkan dengan PAC karena PACS mempunyai struktur polimer yang lebih besar, yang lebih dapat meningkatkan agregasi partikel dalam air.
Apapun jenis koagulan yang digunakan, uji secara laboratorium melalui jartest harus dilakukan untuk mengetahui efektivitas koagulan tersebut dalam mengendapkan partikel-partikel koloid dalam air limbah yang diolah sehingga terjadi pemisahan yang sempurna antara lumpur dan air. Penerapan teknologi pengolahan limbah yang didasarkan pada prinsip optimalisasi antara teknologi, kualitas, dan biaya. akan memberikan hasil yang optimal sehingga biaya investasi dapat ditekan dan keselamatan lingkungan dapat dijaga (Hanum, 2002).

Bahan Bantu koagulan (Flokulan)
Ada 4 tipe utama bahan bantu koagulan yaitu alat pengatur pH, silika yang diaktifkan (activated silica), tanah liat (clay) dan polymer. Polimer adalah senyawa-senyawa karbon berantai panjang, berat molekulnya besar dan memiliki banyak bagian-bagian yang aktif. Bagian-bagian yang aktif ini akan menempel pada flok, menggabungkannya satu sama lain, lalu membentuk flok-flok yang lebih besar dan lebih kuat sehingga akan mengendap lebih baik. Proses ini disebut “jembatan antar partikel flok”. Macam dan dosis polimer yang akan dipakai harus ditentukan terlebih dahulu untuk setiap macam air yang akan diolah. Kebutuhannya dapat saja berubah setiap saat meskipun air limbah yang akan diolah berasal dari sumber yang sama (Suryadiputra, 1994).

Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air dari suatu perairan. Kekeruhan disebabkan oleh bahan yang tersuspensi dan koloid yang terdapat dalam air, seperti partikel-partikel lumpur, plankton, bahan organik serta mikroorganisme. Perairan keruh tidak disukai organisme sebab mengganggu proses pernafasan sehingga menghambat kelangsungan hidup organisme. Tingkat kekeruhan berbanding terbalik dengan tingkat kecerahan. Nilai kekeruhan yang semakin meningkat menyebabkan menurunnya nilai kecerahan pada perairan tersebut.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kekeruhan di perairan adalah adanya kandungan bahan organik dan anorganik baik yang tersuspensi maupun terlarut, seperti lumpur dan pasir halus. Selain itu, kekeruhan juga dapat disebabkan oleh bahan organik dan anorganik lain berupa plankton dan mikroorganisme lainnya (APHA, 1976 dalam Effendi, 2003).

Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas yang setara dengan 1 mg/liter SiO2. Peningkatan nilai turbiditas pada perairan dangkal dan jernih sebesar 25 NTU dapat mengurangi 13% - 50% produktivitas primer. Peningkatan turbiditas sebesar 5 NTU di danau dan sungai dapat mengurangi produktivitas primer berturut-turut sebesar 75% dan 3%-13%. Padatan tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi, nilai kekeruhan juga semakin tinggi. Namun, tingginya nilai padatan tersuspensi tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan (Effendi, 2003).

TDS (Total Suspended Solid)
Padatan terlarut total (TDS) adalah bahan-bahan terlarut dengan diameter < 10 -6 mm dan koloid dengan diameter 10 -6- 10 -3 mm yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain, yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45µm (Rao,1992 dalam Effendi, 2003). TDS biasanya disebabkan oleh bahan-bahan anorganik yang biasa ditemukan di perairan. Nilai TDS perairan dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan dari tanah dan pengaruh antropogenik berupa limbah domestik dan industri. Bahan-bahan tersuspensi dan terlarut di perairan alami tidak bersifat toksik, akan tetapi jika berlebihan terutama TSS dapat meningkatkan nilai kekeruhan yang selanjutnya akan menghambat penetrasi cahaya matahari di kolam air dan akhirnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis di perairan (Effendi, 2003). Nilai TDS biasanya lebih kecil dari pada nilai DHL. Pada penentuan nilai TDS, bahan-bahan yang mudah menguap tidak terukur karena melibatkan proses pemanasan (Effendi, 2003).

DHL (Daya Hantar Listrik)
Konduktivitas atau Daya Hantar Listrik adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Oleh karena itu, semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi semakin tinggi pula nilai DHL. Reaktivitas, bilangan valensi, dan konsentrasi ion-ion terlarut sangat berpengaruh terhadap nilai DHL. Asam, basa, dan garam merupakan pengantar listrik yang baik, sedangkan bahan organik, misalnya sukrosa dan benzena yang tidak dapat mengalami dissosiasi merupakan penghantar listrik yang jelek (APHA dalam Effendi, 2003).

Konduktivitas dinyatakan dengan satuan µmhos/cm. atau µSiemens/cm. air suling (aquades) memiliki nilai DHL 1 µmhos/cm, sedangkan perairan alami memiliki nilai DHL sebesar 20-1500 µmhos/cm. Nilai DHL berhubungan erat dengan nilai padatan terlarut total (TDS). Nilai TDS dapat diperkirakan dengan mengalikan nilai DHL dengan bilangan 0.55-0.75. Nilai TDS biasanya lebih kecil daripada nilai DHL. Pada penentuan nilai TDS,bahan-bahan yang mudah menguap tidak terukur karena melibatkan proses pemanasan (Effendi, 2003).

Nilai baku mutu DHL menurut PPRI No.20 tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran air adalah 2250 µmhos/cm golongan D (air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian serta usaha perkotaan, industri, dan pembangkit listrik), sedangkan kadar alamiahnya adalah 20-1500 µmhos/cm (perairan alami) (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

sumber:
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.
Hanum, F. 2002. Proses Pengolahan Air Sungai untuk Kepeluan Air Minum. Fakultas Teknik. Program Studi Teknik Kimia. Universitas Sumatera Utara. [diakses dari www. mining.lib.itb.ac.id 5 Desember 2007].
Suryadiputra, INN. 1994. Pengolahan Air Limbah dengan Metode Biologi (Strengthening Program : Rancang Bangun IPAL). Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


Jartest

0

Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan yang sangat essensial bagi makhluk hidup. Air dibutuhkan tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari, tetapi juga untuk kepentingan pertanian, perikanan, industri, lingkungan, transportasi, dan lainnya. Namun saat ini air banyak dicemari oleh limbah-limbah, seperti limbah domestik ataupun limbah non domestik. Air permukaan (misal sungai) sebelum dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan tertentu harus diolah terlebih dahulu. Pengolahan ini dapat berupa proses kekeruhan, warna, dan kandungan bakteri lainnya. Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat setempat.


Salah satu teknologi pengolahan air limbah yang digunakan adalah “Jartest”. Jartest digunakan untuk mengetahui kekeruhan suatu sampel air. Jartest ini juga dapat digunakan untuk mengetahui kinerja kogulasi dan flokulasi secara simulasi di laboratorium dengan syarat air yang akan disimulasi dengan jartest ini adalah air yang benar-benar akan dilakukan pengolahan di lapangan.

2.1 Jartest
Jartest adalah salah satu simulasi dari beberapa metoda yang paling umum dipakai untuk menilai efisiensi suatu proses koagulasi dan flokulasi. Jartest menyimulasikan proses koagulasi dan flokulasi dalam proses pengolahan limbah sehingga membantu operator pengolahan limbah untuk menentukan jumlah bahan kimia yang tepat (Suryadiputra, 1994). Jartest berfungsi untuk menentukan dosis optimal dari koagulan (biasanya tawas/alum) yang digunakan pada proses pengolahan air bersih. Kekeruhan air dapat dihilangkan melalui pembubuhan koagulan. Umumnya koagulan tersebut berupa Al2(SO4)3, namun dapat pula berupa garam FeCl3 atau sesuatu poly-elektrolit organis. Selain pembubuhan koagulan diperlukan pengadukan sampai terbentuk flok. Flok-flok ini mengumpulkan partikel-partikel kecil dan koloid yang tumbuh dan akhirnya bersama-sama mengendap.

2.2 Derajat Keasaman (pH)
Menurut Mackereth et al. (1989) dalam Effendie (2003), pH berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH lebih dari 5, alkalinitas dapat mencapai 0. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Derajat keasaman mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa ammonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Amonium bersifat tidak toksik (innocuous). Namun, pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan ammonia yang tak terionisasi (unionized) dan bersifat toksik. Amonia tak terionisasi ini lebih mudah terserap ke dalam tubuh organisme akuatik dibandingkan dengan amonium (Tebbut, 1992 dalam Effendie, 2003).
Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8.5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Toksisitas logam memperlihatkan peningkatan pada pH rendah (Novotny dan Olen, 1994 dalam Effendie, 2003).

Pembatasan pH dilakukan karena akan mempengaruhi rasa, korosifitas air dan efisiensi klorinasi. Beberapa senyawa asam dan basa lebih toksik dalam bentuk molekuler, dimana disosiasi senyawa-senyawa tersebut dipengaruhi oleh pH. Tingkat kelarutan garam-garam pembentuk kerak dipengaruhi oleh pH. Oleh karena itu, penyesuaian pH penting dilakukan dengan cara menambahkan kapur atau asam sambil menjaga agar air itu sendiri tidak menjadi bersifat korosif (Hanum, 2002).

2.3 Alum
Alum dapat dibeli dalam bentuk kering maupun cairan alum (Al2(SO4)3.14 H2O). Alum cair yang diperdagangkan mengandung 48.8 % alum (8,3% Al2O3) dan 51,2% air. Jika dijual dalam bentuk larutan pekat, akan timbul masalah kristalisasi alum selama perjalanan dan penyimpanan. Suatu larutan alum 48,8% memiliki titik kristalisasi pada suhu -15,6 oC. Sedangkan larutan alum 50,7% akan mengkristal pada suhu ± 18,3 oC. Jika alum ditambahkan ke dalam air yang telah memiliki alkalinitas, maka akan terjadi reaksi. Jadi setiap 1 mol alum yang ditambahkan akan menggunakan 6 mol alkalinitas dan menghasilkan 6 mol CO2. Jika di dalam air tidak terdapat alkalinitas maka pH air akan turun secara drastis karena terbentuknya asam sulfat. Jika reaksi ini muncul, maka perlu ditambahkan kapur atau sodium karbonat untuk menetralkannya. Dua faktor paling penting dalam penambahan koagulan adalah dosis koagulan dan pH air. Makin tinggi dosis garam yang diberikan, makin rendah atau kecil muatannya, dan selanjutnya akan menurunkan daya tolaknya terhadap koloid-koloid disekitarnya. Jika ion yang ditambahkan bervalensi semakin besar maka muatan koloid akan menurun semakin cepat (Suryadiputra, 1994).

Tawas merupakan bahan koagulan yang paling banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh di pasaran serta mudah penyimpanannya. Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbiditas (kekeruhan) air baku. Semakin tinggi turbiditas air baku maka semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan. Pemakaian tawas juga tidak terlepas dari sifat-sifat kimia yang dikandung oleh air baku (Hanum, 2002).

sumber:
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.
Hanum, F. 2002. Proses Pengolahan Air Sungai untuk Kepeluan Air Minum. Fakultas Teknik. Program Studi Teknik Kimia. Universitas Sumatera Utara. [diakses dari www. mining.lib.itb.ac.id 5 Desember 2007].
Suryadiputra, INN. 1994. Pengolahan Air Limbah dengan Metode Biologi (Strengthening Program : Rancang Bangun IPAL). Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Eutrofikasi di Perairan

0

1.1. Latar Belakang
Eutrofikasi didefinisikan sebagai pengayaan (enrichment) air dengan nutrien atau unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas primer perairan. Nutrient yang dimaksud adalah nitrogen dan fosfor. Eutrofikasi diklasifikasikan menjadi dua yaitu artificial atau cultural eutrophication dan natural eutrophication. Eutrofikasi diklasifikasikan sebagai artificial (cultural eutrophication) apabila peningkatan unsur hara di periaran disebabkan oleh aktivitas manusia dan diklasifikasikan sebagai natural eutrophication jika peningkatan unsur hara di perairan disebabkan oleh aktivitas alam (Effendi, 2003).

Salah satu penyebab terjadinya eutrofikasi di suatu perairan adalah buangan limbah domestik. Limbah domestik merupakan buangan berupa bahan-bahan sisa dan tidak berguna dari berbagai aktivitas rumah tangga. Limbah ini pada gilirannya akan dapat mempengaruhi kehidupan atau ekosistem penerima limbah tersebut. Sebagian besar masyarakat kita masih beranggapan bahwa lingkungan perairan merupakan tempat pembuangan yang murah dan mudah. Akibatnya terjadi degradasi lingkungan di suatu perairan.


Untuk menghindari terjadinya gangguan terhadap lingkungan penerima limbah tersebut, idealnya limbah tersebut sebelum dibuang ke alam bebas perlu dilakukan suatu tingkat pengolahan. Salah satu aspek yang menjadi sasaran pengolahan terhadap limbah domestik adalah mengurangi konsentrasi senyawa-senyawa mineral yang terkandung didalamnya. Tanpa adanya usaha ini, kelebihan kadar senyawa mineral di perairan akan menyebabkan terjadinya proses eutrofikasi (penyuburan) pada perairan penerima limbah, yang pada gilirannya dapat memacu pertumbuhan organisme tertentu secara tidak terkendali dilingkungan perairan.

2.1. Pengertian Eutrofikasi
Eutrofikasi didefinisikan sebagai pengayaan (enrichment) air dengan nutrien atau unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas primer perairan. Nutrient yang dimaksud adalah nitrogen dan fosfor. Eutrofikasi diklasifikasikan menjadi dua yaitu artificial atau cultural eutrophication dan natural eutrophication. Eutrofikasi diklasifikasikan sebagai artificial (cultural eutrophication) apabila peningkatan unsure hara di periaran disebabkan oleh aktivitas manusia dan diklasifikasikan sebagai natural eutrophication jika peningkatan unsure hara di perairan disebabkan oleh aktivitas alam (Effendi, 2003).

Beberapa elemen (misalnya silikon, mangan, dan vitamin) merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan algae. Akan tetapi, elemen-elemen tersebut tidak dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi meskipun memasuki badan air dalam jumlah yang cukup banyak. Hanya elemen tertentu, misalnya fosfor dan nitrogen, yang dapat menyebabkan perairan mengalami eutrofikasi (Mason 1993 in Effendi 2003).

Eutrofikasi merupakan suatu problem yang mulai muncul pada dekade awal abad ke-20, ketika banyak alga yang tumbuh di danau dan ekosistem lainnya. Meningkatnya pertumbuhan algae dipengaruhi langsung oleh tingkat kesuburan perairan oleh adanya aktivitas manusia biasanya berasal dari limbah organik yang masuk ke perairan.

Algae memiliki peran dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air sebagai dasar mata rantai makanan di perairan. Namun apabila keberadaan Algae di perairan dalam jumlah berlebih, maka dapat menurunkan kualitas perairan. Tingginya populasi fitoplankton (algae) beracun di perairan dapat menyebabkan berbagai akibat negatif yang merugikan perairan, seperti berkurangnya oksigen perairan dan menyebabkan kematian biota perairan lainnya.


2.2. Gejala Terjadinya Eutrofikasi
Problem eutrofikasi baru disadari pada dekade awal abad ke-20 saat alga banyak tumbuh di danau-danau dan ekosistem air lainnya. Problem ini disinyalir akibat langsung dari aliran limbah domestik. Hingga saat itu belum diketahui secara pasti unsur kimiawi yang sesungguhnya berperan besar dalam munculnya eutrofikasi ini.

Masalah utama sebagai pemicu terjadinya proses peledakan kelimpahan fitoplankton di suatu perairan adalah kodisi lingkungan perairan tersebut yaitu adanya peningkatan nutrisi yang tidak seimbang pada trofik level di lapisan eufonik. Peningkatan masuknya nutrisi bisa merupakan proses alami (seperti proses umbulan atau upwelling, masukan dari air sungai yang tercemar) atau akibat aktivitas manusia. Selain itu buangan bahan organik diperairan biasanya berupa bahan nutrisi dari hasil pemupukan (fosfat, nitrogen dan potasium) sebagai penyumbang utama akan pencemaran di perairan sehingga mengakibatkan beberapa jenis biota perairan mati (Sediadi & Thoha, 2000).
Berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap danau besar dan kecil, di antara nutrient yang berperan penting bagi tanaman (karbon, nitrogen, dan fosfor) ternyata fosfor merupakan elemen kunci dalam proses eutrofikasi. Suatu perairan dikatakan eutrofik jika konsentrasi total fosfor berada dalam rentang 35-100 µg/L.
Sebuah percobaan berskala besar yang pernah dilakukan pada tahun 1968 terhadap Danau Erie (ELA Lake 226) di Amerika Serikat membuktikan bahwa danau yang hanya ditambahkan karbon dan nitrogen tidak mengalami fenomena algal bloom selama delapan tahun pengamatan. Sebaliknya, bagian danau lainnya yang ditambahkan fosfor (dalam bentuk senyawa fosfat) di samping karbon dan nitrogen terbukti nyata mengalami algal bloom.

Menyadari bahwa senyawa fosfatlah yang menjadi penyebab terjadinya eutrofikasi, maka perhatian para saintis dan kelompok masyarakat pencinta lingkungan hidup semakin meningkat terhadap permasalahan ini. Ada kelompok yang condong memilih cara-cara penanggulangan melalui pengolahan limbah cair yang mengandung fosfat, seperti detergen dan limbah manusia, ada juga kelompok yang secara tegas melarang keberadaan fosfor dalam detergen. Program miliaran dollar pernah dicanangkan lewat institusi St Lawrence Great Lakes Basin di AS untuk mengontrol keberadaan fosfat dalam ekosistem air. Sebagai implementasinya, lahirlah peraturan perundangan yang mengatur pembatasan penggunaan fosfat, pembuangan limbah fosfat dari rumah tangga dan permukiman. Upaya untuk menyubstitusi pemakaian fosfat dalam detergen juga menjadi bagian dari program tersebut (Anonim, 2009).

2.3. Akibat yang Ditimbulkan Oleh Proses Eutrofikasi
Kondisi eutrofik sangat memungkinkan algae, tumbuhan air berukuran mikro, untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat (blooming) akibat ketersediaan fosfat yang berlebihan serta kondisi lain yang memadai. Hal ini bisa dikenali dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap, dan kekeruhannya yang menjadi semakin meningkat. Banyaknya eceng gondok yang bertebaran di rawa-rawa dan danau-danau juga disebabkan fosfat yang sangat berlebihan ini. Akibatnya, kualitas air di banyak ekosistem air menjadi sangat menurun. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol, menyebabkan makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik sehingga akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem air. Permasalahan lainnya, cyanobacteria (blue-green algae) diketahui mengandung toksin sehingga membawa risiko kesehatan bagi manusia dan hewan. Algal bloom juga menyebabkan hilangnya nilai konservasi, estetika, rekreasional, dan pariwisata sehingga dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk mengatasinya (Anonim, 2009).

Selain hal itu, dampak lain yang dapat terjadi akibat proses eutrofikasi antara lain :
 Blooming algae dan tidak terkontrolnya pertumbuhan tumbuhan akuatik lain
 Terjadi kekeruhan perairan
 Terjadi deplesi oksigen, terutama di lapisan yang lebih dalam dari danau atau waduk
 Terjadi supersaturasi oksigen
 Berkurangnya jumlah dan jenis spesies tumbuhan dan hewan
 Berubahnya komposisi dari banyaknya spesies ikan menjadi sedikit spesies ikan
 Berkurangnya hasil perikanan akibat deplesi oksigen yang signifikan d perairan
 Produksi substansi beracun oleh beberapa spesies blue-green algae
 Ikan yang ada di perairan menjadi berbau lumpur
 Pengurangan nilai keindahan dari danau atau waduk karena berkurangnya kejernihan air
 Menurunkan kualitas air sebagai sumber air minum dan MCK


2.4. Strategi Penanggulangan Eutrofikasi
Dewasa ini persoalan eutrofikasi tidak hanya dikaji secara lokal dan temporal, tetapi juga menjadi persoalan global yang rumit untuk diatasi sehingga menuntut perhatian serius banyak pihak secara terus-menerus. Eutrofikasi merupakan contoh kasus dari problem yang menuntut pendekatan lintas disiplin ilmu dan lintas sektoral.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan penanggulangan terhadap problem ini sulit membuahkan hasil yang memuaskan. Faktor-faktor tersebut adalah aktivitas peternakan yang intensif dan hemat lahan, konsumsi bahan kimiawi yang mengandung unsur fosfat yang berlebihan, pertumbuhan penduduk bumi yang semakin cepat, urbanisasi yang semakin tinggi, dan lepasnya senyawa kimia fosfat yang telah lama terakumulasi dalam sedimen menuju badan air. Oleh karena itu salah satu solusi yang penting yaitu dibutuhkan suatu kebijakan yang kuat dalam mengontrol pertumbuhan penduduk serta penggunaan fosfat terutama di bidang pertanian. Dalam pemecahan problem ini, peran serta pemerintah dan seluruh masyarakat sangat penting terutama untuk mengelola, memelihara, dan melestarikan sumber daya air demi kepentingan bersama (Anonim, 2009).
Pada umumnya ada dua cara untuk menanggulangi eutrofikasi (Anonim, 2009) :

1. Attacking symptoms
Yaitu dengan mencegah pertumbuhan vegetasi penyebab eutrofikasi dan meningkatkan oksigen terlarut di dalam perairan. Untuk cara ini ada beberapa metode yang dapat digunakan :
 Chemical treatment yang dimaksudkna untuk mengurangi nutrien berlebih yang terkandung dalam air
 Aerasi
 Harvesting algae (memanen algae) untuk mengurangi algae yang tumbuh subur di permukaan air

2. Getting at the root cause
Yaitu mengurangi nutrien dan sedimen berlebih yang masuk ke dalam air. Ada beberapa metode yang dapat digunakan :
 Pembatasan penggunaan fosfat
 Pembuangan limbah fosfat dari rumah tangga dan pemukiman
 Upaya untuk mensubstitusi pemakaian fosfat dalam detergen
Namun cara ini akan lebih efektif dilakukan apabila dari pemerintah sendiri mengeluarkan peraturan mengenai penggunaan bahan-bahan yang mengandung fosfat.

Sumber:
Anonim. 2009. Dekomposisi zat organik. [terhubung berkala]. www.wordpress.com. [diakses pada tanggal 14 November 2009, pukul 21.00]
Anonim. 2009. Eutrofikasi. [terhubung berkala]. www.wikipedia.com [diakses pada tanggal 15 November 2009, pukul 21.30]
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Mulyadi, Aras. 1999. Pertumbuhan dan Daya Serap Nutrient dari Mikroalgae Dunalilella tertiolecta yang Dipelihara pada Limbah Domestik. Jurnal Natur Indonesia 1I (1): 65 - 68 (1999). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru.
Sediadi, H., dan A. Thoha. 2000. Kelimpahan Dan Keanekaragaman Fitoplankton Di Perairan Sekitar Tambak Di Daerah Kamal, Tangerang, Jakarta. Jurnal. Puslitbang Oseanologi-LIPI, Jakarta.

Senin, 21 Desember 2009

Angin

0

Latar Belakang
Angin merupakan gerakan udara yang disebabkan oleh perbedaan tekanan udara. Angin memiliki arti penting bagi banyak disiplin ilmu alam, karena pola arah dan kecepatan angin baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi komponen fisik, kimia, dan biologi dalam suatu ekosistem. Aktivitas angin yang berhubungan dengan laut menjadi konsentrasi tersendiri bagi insan oseanografi.
Angin adalah salah satu faktor yang paling bervariasi dalam membangkitkan arus. Selain itu juga angin berperan dalam pembangkitan gelombang laut.Oleh sebab itu untuk lebih mendalami oseanografi fisika pengetahuan tentang karakteristi distribusi frekuensi arah dan kecepatan angin pada suatu wilayah perairan sangat perlu untuk kuasai. Sehingga kondisi fisik dari laut dapat kita pahami secara terintegrasi, baik yang berkaitan dengan sumber maupun faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena ini. Dengan demikian diperlukan studi untuk menganalisa angin lebih lanjut, dengan memperkirakan kecepatan dan arah angin berhembus. Hal ini akan membantu meramalkan keadaan iklim dan perubahan cuaca di suatu tempat, yang nantinya akan berguna bagi seluruh pihak, terutama pihak penerbangan.


Definisi Angin
Angin adalah massa udara yang bergerak (Lakita dalam Farita, 2006). Menurut Pariwono (1989), angin didefinisikan sebagai gerakan udara mendatar (horizontal) yang disebabkan oleh perbedaan tekanan udara antara dua tempat. Atmosfer selalu berusaha membentuk sebaran tekanan yang seragam, maka massa udara yang padat dari tekanan tinggi mengalir ke tempat bertekanan rendah dimana massa udaranya relatif lebih renggang.

Penyebab terjadinya angin
Salah satu faktor penyebab timbulnya angin adalah adanya gradien tekanan. Gaya gradien tekanan timbul karena adanya perbedaan suhu udara. Dalam hal ini hubungan antara permukaan bumi dalam menerima energi radiasi matahari yang sama tapi mempunyai laju pemanasan yang berbeda – beda dari satu tempat ke tempat yang lain. Perbedaan tekanan udara pemanasan terlihat dari suhu udara yang berada langsung diatas permukaan yang terpanasi sehingga menyebabkan ketidakseimbangan yang menimbulkan perbedaan tekanan udara antara satu tempat dengan tempat yang lain. Gradien tekanan ini akan memicu terjadinya angin. Atmosfer selalu berusaha membentuk sebaran tekanan yang seragam, maka massa udara yang padat dari tekanan tinggi mengalir ke tempat bertekanan rendah dimana massa udaranya relatif lebih renggang.

Kuat atau lemahnya hembusan angin ditentukan oleh besarnya kelandaian tekanan udara atau dengan kata lain kecepatan angin sebanding dengan kelandaian tekanan udaranya. Disamping kelandaian tekanan, gerak angin ditentukan oleh faktor-faktor lain seperti pengaruh rotasi bumi dan gaya gesek (frictional force) (Pariwono, 1989). Semakin besar perbedaan tekanan udara maka semakin besar pula kecepatan angin berhembus (Hasse dan Dobson, 1986 dalam Farita, 2006).

Tornado,sumber:www.sipil93.com

Faktor lain yang berpengaruh dalam pembentukan angin adalah gaya coriolis. Gaya coriolis timbul akibat rotasi bumi. Gaya coriolis menyebabkan perubahan gerak angin ke arah kanan pada belahan bumi bagian utara dan pembelokan angin ke arah kiri pada belahan bumi bagian selatan.
Arah angin dipengaruhi oleh tiga faktor :
1) Gradien barometrik
2) Rotasi bumi
3) Kekuatan yang menahan (rintangan)

Makin besar gradien barometrik, makin besar pula kekuatannya. Angin yang besar kekuatannya makin sulit berbelok arah. Rotasi bumi, dengan bentuk bumi yang bulat, menyebabkan pembelokan arah angin. Pembelokan angin di ekuator sama dengan 0 (nol). Makin ke arah kutub pembelokannya makin besar. Pembelokan angin yang mencapai 900 sehingga sejajar dengan garis isobar disebut angin geotropik. Hal ini banyak terjadi di daerah beriklim sedang di atas samudra. Kekuatan yang menahan dapat membelokan arah angin. Sebagai contoh, pada saat melalui gunung, angin akan berbelok ke arah kiri, ke kanan atau ke atas.

Jenis-jenis angin
Jenis-jenis angin secara umum dapat dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut, yaitu :
1.Angin Geostropik
Angin yang timbul setelah gaya gradien tekanan dan gaya coriolis mengalami keseimbangan serta paralel terhadap isobar
Asumsi :
a. garis isobar lurus dan paralel
b. tidak ada gaya sentrifugal/sentripetal
c. tidak ada gesekan
Kondisi yang mendekati :
a. 2-3 km dpl atau
b. Di lintang tinggi ketika coriolis mendekati nol.

Aliran Angin Geostrofik, sumber:www.atmos.millersville.edu

2. Angin Gradien
Angin yang timbul akibat ada pengaruh gaya sentrifugal-sentripetal. Dimana kenyataan di alam isobar tidak pernah lurus akan tetapi melengkung.

Angin Gradien, sumber:www.squarecirclez.com

3.Angin Vertikal
Angin vertikal timbul karena adanya pengaruh dari gaya gravitasi bumi dan juga gaya gerak udara keatas yang diakibatkan adanya perbedaan tekanan.

Angin di lautan
Angin yang berhembus di permukaan perairan akan menimbulkan wind wave, yaitu gelombang yang ditimbulkan oleh angin. Peristiwa ini merupakan pemindahan tenaga angin menjadi tenaga gelombang di permukaan air dan gelombang itu sendiri meneruskan tenaganya kepada peristiwa lainnya diantaranya gerakan molekul air. Selain menimbulkan gelombang di permukaan air, angin juga dapat menyebabkan terjadinya arus (Arif,1980 dalam Farita, 2006).

Angin yang bertiup di permukaan laut menimbulkan arus di permukaan laut yang tergantung dari kecepatan serta lamanya angin bertiup. Arus lapisan bawah kolom air memiliki kecepatan yang lebih kecil dari arus di lapisan permukaan laut karena adanya energi yang hilang (Meyers, 1996). Arah arus tidak selalu sama dengan angin. Hal ini disebabkan karena adanya gaya Coriolis yang berbelok ke kanan di belahan bumi bagian utara dan ke kiri di belahan bumi bagian selatan. Gaya gesekan molekul dari massa air membuat lapisan permukaan dibelokkan oleh lapisan diatasnya sampai pada kedalaman tertentu hingga gesekan molekul ini tidak lagi bekerja. Fenomena pembelokan arus ini dikenal dengan Spiral Ekman ( meyers, 1996).

Menurut teori pembentukan gelombang oleh angin, angin yang berhembus di suatu perairan mendorong massa air bagian permukaan sehingga terjadi penimbunan. Di balik penimbunan ini akan terbentuk suatu daerah bertekanan rendah yang terlindung oleh angin. Hal ini akan menyebabkan penimbunan yang terjadi semakin besar. Sesuai dengan Hukum Kekekalan Massa, penimbunan ini akan disertai dengan penurunan permukaan lainnya. Kemudian permukaan yang naik akan turun kembali akibat gaya gravitasi, sedang bagian lainnya akan naik lagi, dan begitu seterusnya (Sverdrup et al, 1946 dalam Farita, 2006).

Ketika angin berhembus di laut, energi yang ditransfer dari angin ke batas permukaan, sebagian energi ini digunakan dalam pembentukan gelombang gravitasi permukaan, yang memberikan pergerakan air dari yang kecil ke arah perambatan gelombang dan sebagian untuk membawa arus.

Angin pasat Tenggara yang muncul terus menerus sepanjang tahun mengakibatkan permukaan laut sepanjang pantai Mindanau-Halmahera-Irian Jaya di Samudera Pasifik bagian barat lebih tinggi dari permukaan laut sepanjang pantai Sumatera-Jawa-Sumbawa di Samudera Hindia bagian timur. Akibat adanya gradien tekanan yang disebabkan oleh perbedaan tinggi permukaan air laut, sejumlah massa air Samudera Pasifik akan mengalir ke Samuder Hindia (Wyrtki, 1961).

Pola umum angin di Indonesia
Di daerah tropis akan terjadi angin dari daerah maksimum subtropis ke daerah minimum equator. Angin ini disebut angin passat timur laut di belahan bumi utara dan angin passat tenggara di belahan bumi selatan. Angin passat banyak membawa uap air karena berhembus di laut lepas. Akan tetapi pada beberapa wilayah dipermukaan bumi angin passat tersebut mengalami perubahan arah akibat pengaruh lingkungan setempat. Di Indonesia yang secara geografis terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera serta letak matahari yang berubah setiap enam bulan berada di utara dan enam bulan berada di selatan khatulistiwa, maka angin passat tersebut mengalami perubahan menjadi angin muson (angin musim) barat dan angin muson timur( Wyrtki, 1961).

Di daerah khatulistiwa Samudera Pasifik, Angin Pasat Tenggara berhembus secara normal sepanjang tahun. Angin Pasat mengakibatkan massa air yang hangat di bagian Timur Samudera Pasifik bergerak menuju perairan Timur Indonesia. Pergerakan massa air tersebut semakin bekurang pada beberapa bagian dari Laut Indonesia. Hal yang sama ditunjukkan pada saat angin berhembus pada daerah khatulistiwa selama periode pancaroba. Hal ini mengakibatkan daerah Kepulauan Indonesia yang terletak antara samudera hindia bagian Timur dengan Samudera Pasifik bagian Barat menyumbangkan tempat penyimpana bahang (heat) terbesar dalam lautan dunia. Di dalam dan sekeliling Indonesia ini didapatkan suhu permukaan laut yang tinggi (>28º C). Suhu yang tinggi tersebut akan mempengaruhi pertukaran bahang dan mengatur interaksi antara atmosfer dan lautanyang akan berakibat beasar tehadap cuaca lokal Kepulauan Indonesia dan dunia.

Angin Pasat Tenggara yang muncul terus menerus sepanjang tahun mengakibatkan permukaan laut sepanjang pantai Mindanao- Halmahera- Irian Jaya di Samudera Pasifik bagian Barat lebih tinggi daripada permukaan laut sepanjang pantai Sumatera - Jawa – Sumbawa di Samudera Hindia bagian Timur. Akibat adanya gradien tekanan yang disebakan oleh perbedaan tinggi permukaan laut, sejumlah massa air Samudera Pasifik akan mengalir ke Samudera Hindia (Wyrtki, 1961).

Pola angin yang sangat berperan di Indonesia adalah Angin Muson, hal ini disebakan karena Indonesia teletak diantara Benua Asia dan Australia diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Menurut Wyrtki (1961), keadaan musim di Indonesia terbagi menjadi tiga golongan, yaitu :
 Musim barat (Desember – April)
Pada musim Barat pusat tekanan udara tinggi berekembang diatas benua Asia dan pusat tekanan udara rendah terjadi diatas benua Australia sehingga angin berhembus dari barat laut menuju Tenggara. Di Pulau Jawa angin ini dikenal sebagai Angin Muson Barat Laut. Musim Barat umumnya membawa curah hujan yang tinggi di Pulau Jawa. Angin muson barat berhembus pada bulan Oktober - April, matahari berada di belahan bumi selatan, mengakibatkan belahan bumi selatan khususnya Australia lebih banyak memperoleh pemanasan matahari daripada benua Asia. Akibatnya di Australia bertemperatur tinggi dan tekanan udara rendah (minimum). Sebaliknya di Asia yang mulai ditinggalkan matahari temperaturnya rendah dan tekanan udaranya tinggi (maksimum).

Oleh karena itu terjadilah pergerakan angin dari benua Asia ke benua Australia sebagai angin muson barat. Angin ini melewati Samudera Pasifik dan Samudera Indonesia serta Laut Cina Selatan. Karena melewati lautan tentunya banyak membawa uap air dan setelah sampai di kepulauan Indonesia turunlah
hujan. Setiap bulan November, Desember, dan Januari Indonesia bagian barat sedang mengalami musim hujan dengan curah hujan yang cukup tinggi.
 Musim Timur (April - Oktober)
Pada musim Timur pusat tekanan udara rendah yang terjadi diatas Benua Asia dan pusat tekanan udara tinggi diatas Benua Australia menyebabkan angin behembu dari Tenggara menuju Barat Laut. Di Pulau Jawa bertiup Angin Muson Tenggara. Selama musim Timur, Pulau Jawa biasanya mengalami kekeringan. Angin muson timur berhembus setiap bulan April - Oktober, ketika matahari mulai bergeser ke belahan bumi utara. Di belahan bumi utara khususnya benua Asia temperaturnya tinggi dan tekanan udara rendah (minimum). Sebaliknya di benua Australia yang telah ditinggalkan matahari, temperaturnya rendah dan tekanan udara tinggi (maksimum). Terjadilah pergerakan angin dari benua Australia ke benua Asia melalui Indonesia sebagai angin muson timur. Angin ini tidak banyak menurunkan hujan, karena hanya melewati laut kecil dan jalur sempit seperti Laut Timor, Laut Arafuru, dan bagian selatan Irian Jaya, serta Kepulauan Nusa Tenggara. Oleh sebab itu, di Indonesia sering menyebutnya sebagai musim kemarau.

Di antara kedua musim, yaitu musim penghujan dan kemarau terdapat musim lain yang disebut Musim Pancaroba (Peralihan). Peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau disebut musim kemareng, sedangkan peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan disebut musim labuh. Adapun ciri-ciri musim pancaroba (peralihan), yaitu antara lain udara terasa panas, arah angin tidak teratur, sering terjadi hujan secara tiba-tiba dalam waktu yang singkat dan lebat.
 Musim Peralihan (Maret – Mei dan September – November)
Periode Maret – Mei dikenal seagai musim Peralihan I atau Muson pancaroba awal tahun, sedangkan periode Septemer – November disebt musim peralihan II atau musim pancaroba akhir tahun. Pada musim-musim Peralihan, matahari bergerak melintasi khatulistiwa, sehingga angin menjadi lemah dan arahnya tidak menentu.
 Selain angin muson barat dan timur juga terdapat angin lokal. Angin ini bertiup setiap hari, seperti angin darat, angin laut, angin lembah dan angin gunung.
Angin lokal dapat di jelaskan sebagai berikut :
Angin Darat dan Angin Laut
Angin ini terjadi di daerah pantai yang diakibatkan adanya perbedaan sifat daratan dan lautan. Pada malam hari daratan lebih dingin daripada lautan sehingga di daratan merupakan daerah maksimum yang menyebabkan terjadinya angin darat. Sebaliknya, pada siang hari terjadi angin laut. Perhatikan gambar di bawah ini. Kedua angin ini banyak dimanfaatkan oleh para nelayan tradisional untuk menangkap ikan di laut. Pada malam hari saat bertiupnya angin darat, para nelayan pergi menangkap ikan di laut. Sebaliknya pada siang hari saat bertiupnya angin laut, para nelayan pulang dari penangkapannya.

Angin Lembah dan Angin Gunung
Pada siang hari puncak gunung lebih cepat menerima panas daripada lembah yang dalam keadaan tertutup. Puncak gunung tekanan udaranya minimum dan lembah tekanan udaranya maksimum. Karena keadaan ini maka udara bergerak dari lembah menyusur lereng menuju ke puncak gunung. Angin dari lembah ini disebut angin lembah. Pada malam hari puncak gunung lebih cepat mengeluarkan panas daripada lembah. Akibatnya di puncak gunung bertekanan lebih tinggi (maksimum) dibandingkan dengan di lembah (minimum) sehingga angin bertiup dari puncak gunung menuruni lereng menuju ke lembah. Angin dari puncak gunung ini disebut angin gunung.

sumber:
Anonim. 2006. About WR Plot. http:// www.weblakes.com: 28 November 2008
Farita, Yadranka. 2006. Variabilitas Suhu di Perairan Selatan Jawa Barat dan Hubungannya dengan Angin Muson, Indian Ocean Dipole Mode dan El Nino Southern Oscilation.Skripsi. Departemen Ilmu Kelautan., Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauta, Institut Pertanian Bogor.
Meyers, G. 1996. Variation of Indonesia Throughflow and the El-nino-Southern Oscillation. Journal of Geophysical Research, Vol. 101. American Geophysical Union
Pariwono, J.I. 1989. Gaya Penggerak Pasang Surut. Dalam Pasang Surut. Ed. Ongkosongo, O.S.R. dan Suyarso. P3O-LIPI. Jakarta. Hal. 13-23
Sakti. Eko Putra. 2004. Variabilitas Angin dan Paras Laut Serta Interaksinya di Perairan Utara dan Selatan Pulau Jawa. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of Southeast Asean Waters. Naga Report \',I. 2. The University of California, La Jolla, California.

Pasang Surut

0

Definisi Pasang Surut
Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi.Sedangkan menurut Dronkers (1964) pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil. Pasang surut yang terjadi di bumi ada tiga jenis yaitu: pasang surut atmosfer (atmospheric tide), pasang surut laut (oceanic tide) dan pasang surut bumi padat (tide of the solid earth).


Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari

Teori Pasang Surut

Teori Kesetimbangan (Equilibrium Theory)
Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642-1727). Teori ini menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori terjadi pada bumi ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman (Inertia) diabaikan. Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut (King, 1966). Untuk memahami gaya pembangkit passng surut dilakukan dengan memisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-matahari menjadi 2 yaitu, sistem bumi-bulan dan sistem bumi matahari.

Pada teori kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan densitas yang sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut atau GPP (Tide Generating Force) yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal, teori ini berkaitan dengan hubungan antara laut, massa air yang naik, bulan, dan matahari. Gaya pembangkit pasut ini akan menimbulkan air tinggi pada dua lokasi dan air rendah pada dua lokasi (Gross, 1987).

Teori Pasut Dinamik (Dynamical Theory)
Pond dan Pickard (1978) menyatakan bahwa dalam teori ini lautan yang homogen masih diasumsikan menutupi seluruh bumi pada kedalaman yang konstan, tetapi gaya-gaya tarik periodik dapat membangkitkan gelombang dengan periode sesuai dengan konstitue-konstituennya. Gelombang pasut yang terbentuk dipengaruhi oleh GPP, kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh gesekan dasar. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Laplace (1796-1825). Teori ini melengkapi teori kesetimbangan sehingga sifat-sifat pasut dapat diketahui secara kuantitatif. Menurut teori dinamis, gaya pembangkit pasut menghasilkan gelombang pasut (tide wive) yang periodenya sebanding dengan gaya pembangkit pasut. Karena terbentuknya gelombang, maka terdapat faktor lain yang perlu diperhitungkan selain GPP. Menurut Defant (1958), faktor-faktor tersebut adalah :
• Kedalaman perairan dan luas perairan
• Pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis)
• Gesekan dasar

Rotasi bumi menyebabkan semua benda yang bergerak di permukaan bumi akan berubah arah (Coriolis Effect). Di belahan bumi utara benda membelok ke kanan, sedangkan di belahan bumi selatan benda membelok ke kiri. Pengaruh ini tidak terjadi di equator, tetapi semakin meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai maksimum pada kedua kutub. Besarnya juga bervariasi tergantung pada kecepatan pergerakan benda tersebut.

Menurut Mac Millan (1966) berkaitan dengan dengan fenomeana pasut, gaya Coriolis mempengaruhi arus pasut. Faktor gesekan dasar dapat mengurangi tunggang pasut dan menyebabkan keterlambatan fase (Phase lag) serta mengakibatkan persamaan gelombang pasut menjadi non linier semakin dangkal perairan maka semaikin besar pengaruh gesekannya.

Faktor Penyebab Terjadinya Pasang Surut

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revolusi bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu juga terdapat beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasut disuatu perairan seperti, topogafi dasar laut, lebar selat, bentuk teluk, dan sebagainya, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang surut yang berlainan (Wyrtki, 1961).

Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Priyana,1994).

Bulan dan matahari keduanya memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi yang besarnya tergantung kepada besarnya masa benda yang saling tarik menarik tersebut. Bulan memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih besar dibanding matahari. Hal ini disebabkan karena walaupun masa bulan lebih kecil dari matahari, tetapi posisinya lebih dekat ke bumi. Gaya-gaya ini mengakibatkan air laut, yang menyusun 71% permukaan bumi, menggelembung pada sumbu yang menghadap ke bulan. Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang berada di bawah muka air yang menggelembung ini, yang mengakibatkan kenaikan dan penurunan permukaan laut di wilayah pesisir secara periodik. Gaya tarik gravitasi matahari juga memiliki efek yang sama namun dengan derajat yang lebih kecil. Daerah-daerah pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit di atas 24 jam (Priyana,1994)

Tipe Pasang Surut
Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit pasang surut,sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Menurut Dronkers (1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :
1. Pasang surut diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang dan satu kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.
2. pasang surut semi diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang hampir sama tingginya.
3. pasang surut campuran. Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal, dan jika deklinasi bulan mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.
Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide)
Merupakan pasut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, ini terdapat di Selat Karimata
2. Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide)
Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari, ini terdapat di Selat Malaka hingga Laut Andaman.
3. Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal)
Merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu, ini terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
4. Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal)
Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda, ini terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur

Penentuan tipe pasang surut dapat menggunakan rumus Formzahl sebagai berikut (Dietrich et al dalam Panjaitan, 1992) :
F=(K1+o1)/(M2+S2)

dimana :
F = Nilai Formzahl
K1 dan O1 = Amplitudo komponen pasut diurnal
M2 dan S2 = Amplitudo komponen semi diurnal
Dengan kisaran nilai Formzahl adalah :
0.00 < F ≤ 0.25 = Tipe semi diurnal
0.25 < F ≤ 1.50 = Tipe campuran semidiurnal
1.50 < F ≤ 3.00 = Tipe campuran diurnal
F ≥ 3.00 = Tipe diurnal

Arus Pasut
Gerakan air vertikal yang berhubungan dengan naik dan turunnya pasang
surut, diiringi oleh gerakan air horizontal yang disebut dengan arus pasang
surut. Permukaan air laut senantiasa berubah-ubah setiap saat karena gerakan pasut, keadaan ini juga terjadi pada tempat-tempat sempit seperti teluk dan selat, sehingga menimbulkan arus pasut (Tidal current). Gerakan arus pasut dari laut lepas yang merambat ke perairan pantai akan mengalami perubahan, faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah berkurangnya kedalaman (Mihardja et,. al 1994).

Menurut King (1962), arus yang terjadi di laut teluk dan laguna adalah akibat massa air mengalir dari permukaan yang lebih tinggi ke permukaan yang lebih rendah yang disebabkan oleh pasut. Arus pasang surut adalah arus yang cukup dominan pada perairan teluk yang memiliki karakteristik pasang (Flood) dan surut atau ebb. Pada waktu gelombang pasut merambat memasuki perairan dangkal, seperti muara sungai atau teluk, maka badan air kawasan ini akan bereaksi terhadap aksi dari perairan lepas.
Pada daerah-daerah di mana arus pasang surut cukup kuat, tarikan gesekan pada dasar laut menghasilkan potongan arus vertikal, dan resultan turbulensi menyebabkan bercampurnya lapisan air bawah secara vertikal. Pada daerah lain, di mana arus pasang surut lebih lemah, pencampuran sedikit terjadi, dengan demikian stratifikasi (lapisan-lapisan air dengan kepadatan berbeda) dapat terjadi. Perbatasan antar daerah-daerah kontras dari perairan yang bercampur dan terstratifikasi seringkali secara jelas didefinisikan, sehingga terdapat perbedaan lateral yang ditandai dalam kepadatan air pada setiap sisi batas.

Alat-alat Pengukuran Pasang Surut

Beberapa alat prngukuran pasang surut diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Tide Staff. Alat ini berupa papan yang telah diberi skala dalam meter atau centi meter. Biasanya digunakan pada pengukuran pasang surut di lapangan.Tide Staff (papan Pasut) merupakan alat pengukur pasut paling sederhana yang umumnya digunakan untuk mengamati ketinggian muka laut atau tinggi gelombang air laut. Bahan yang digunakan biasanya terbuat dari kayu, alumunium atau bahan lain yang di cat anti karat.

Syarat pemasangan papan pasut adalah :
1. Saat pasang tertinggi tidak terendam air dan pada surut terendah masih tergenang oleh air
2. Jangan dipasang pada gelombang pecah karena akan bias atau pada daerah aliran sungai (aliran debit air).
3. Jangan dipasang didaerah dekat kapal bersandar atau aktivitas yang menyebabkan air bergerak secara tidak teratur
4. Dipasang pada daerah yang terlindung dan pada tempat yang mudah untuk diamati dan dipasang tegak lurus
5. Cari tempat yang mudah untuk pemasangan misalnya dermaga sehingga papan mudah dikaitkan
6. Dekat dengan bench mark atau titik referensi lain yang ada sehingga data pasang surut mudah untuk diikatkan terhadap titik referensi
7. Tanah dan dasar laut atau sungai tempat didirikannya papan harus stabil
8. Tempat didirikannya papan harus dibuat pengaman dari arus dan sampah
2. Tide gauge.

Merupakan perangkat untuk mengukur perubahan muka laut secara mekanik dan otomatis. Alat ini memiliki sensor yang dapat mengukur ketinggian permukaan air laut yang kemudian direkam ke dalam komputer.. Dalam http://laut.gd.itb.ac.id tide gauge terdiri dari dua jenis yaitu :
• Floating tide gauge (self registering)
Prinsip kerja alat ini berdasarkan naik turunnya permukaan air laut yang dapat diketahui melalui pelampung yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Pengamatan pasut dengan alat ini banyak dilakukan, namun yang lebih banyak dipakai adalah dengan cara rambu pasut.
• Pressure tide gauge (self registering)
Prinsip kerja pressure tide gauge hampir sama dengan floating tide gauge, namun perubahan naik-turunnya air laut direkam melalui perubahan tekanan pada dasar laut yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Alat ini dipasang sedemikian rupa sehingga selalu berada di bawah permukaan air laut tersurut, namun alat ini jarang sekali dipakai untuk pengamatan pasang surut.
3. Satelit.
Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1975 saat diluncurkannya sistem satelit Geos-3. Pada saat ini secara umum sistem satelit altimetri mempunyai tiga objektif ilmiah jangka panjang yaitu mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan es kutub, dan mengamati perubahan muka laut rata-rata (MSL) global. Prinsip Dasar Satelit Altimetri adalah satelit altimetri dilengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar) kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit.

Prinsip penentuan perubahan kedudukan muka laut dengan teknik altimetri yaitu pada dasarnya satelit altimetri bertugas mengukur jarak vertikal dari satelit ke permukaan laut. Karena tinggi satelit di atas permukaan ellipsoid referensi diketahui maka tinggi muka laut (Sea Surface Height atau SSH) saat pengukuran dapat ditentukan sebagai selisih antara tinggi satelit dengan jarak vertikal. Variasi muka laut periode pendek harus dihilangkan sehingga fenomena kenaikan muka laut dapat terlihat melalui analisis deret waktu (time series analysis). Analisis deret waktu dilakukan karena kita akan melihat variasi temporal periode panjang dan fenomena sekularnya (http://gdl.geoph.itb.ac.id)

Pasang Surut di Perairan Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh dua lautan yaitu Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik serta posisinya yang berada di garis katulistiwa sehingga kondisi pasang surut, angin, gelombang, dan arus laut cukup besar. Hasil pengukuran tinggi pasang surut di wilayah laut Indonesia menunjukkan beberapa wilayah lepas laut pesisir daerah Indonesia memiliki pasang surut cukup tinggi. Gambar 15 memperlihatkan peta pasang surut wilayah lautan Indonesia. Dari gambar tersebut tampak beberapa wilayah lepas laut pesisir Indonesia yang memiliki pasang surut cukup tinggi antara lain wilayah laut di timur Riau, laut dan muara sungai antara Sumatera Selatan dan Bangka, laut dan selat di sekitar pulau Madura, pesisir Kalimantan Timur, dan muara sungai di selatan pulau Papua (muara sungai Digul) (Sumotarto, 2003).

Keadaan pasang surut di perairan Nusantara ditentukan oleh penjalaran pasang surut dari Samudra Pasifik dan Hindia serta morfologi pantai dan batimeri perairan yang kompleks dimana terdapat banyak selat, palung dan laut yang dangkal dan laut dalam. Keadaan perairan tersebut membentuk pola pasang surut yang beragam. Di Selat Malaka pasang surut setengah harian (semidiurnal) mendominasi tipe pasut di daerah tersebut. Berdasarkan pengamatan pasang surut di Kabil, Pulau Batam diperoleh bilangan Formzhal sebesar 0,69 sehingga pasang surut di Pulau Batam dan Selat Malaka pada umumnya adalah pasut bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol. Pasang surut harian (diurnal) terdapat di Selat Karimata dan Laut Jawa. Berdasarkan pengamatan pasut di Tanjung Priok diperoleh bilangan Formzhal sebesar 3,80. Jadi tipe pasut di Teluk Jakarta dan laut Jawa pada umumnya adalah pasut bertipe tunggal. Tunggang pasang surut di perairan Indonesia bervariasi antara 1 sampai dengan 6 meter. Di Laut Jawa umumnya tunggang pasang surut antara 1 – 1,5 m kecuali di Selat madura yang mencapai 3 meter. Tunggang pasang surut 6 meter di jumpai di Papua (Diposaptono, 2007).

sumber:
Defant, A. 1958. Ebb And Flow. The Tides of Earth, Air, and Water. The University of Michigan Press, Michigan.

Diposaptono, S. 2007. Karakteristik Laut Pada Kota Pantai. Direktorat Bina Pesisir, Direktorat Jendral Urusan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Dronkers, J. J. 1964. Tidal Computations in rivers and coastal waters. North-Holland Publishing Company. Amsterdam

Gross, M. G.1990. Oceanography ; A View of Earth Prentice Hall, Inc. Englewood Cliff. New Jersey

King, C. A. M. 1966. An Introduction to Oceanography. McGraw Hill Book Company, Inc. New York. San Francisco.

Mac Millan, C. D. H. 1966. Tides. American Elsevier Publishing Company, Inc., New York

Miharja, D. K., S. Hadi, dan M. Ali, 1994. Pasang Surut Laut. Kursus Intensive Oseanografi bagi perwira TNI AL. Lembaga Pengabdian masyarakat dan jurusan Geofisika dan Meteorologi. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Pariwono, J.I. 1989. Gaya Penggerak Pasang Surut. Dalam Pasang Surut. Ed. Ongkosongo, O.S.R. dan Suyarso. P3O-LIPI. Jakarta. Hal. 13-23

Pickard, G. L. 1993. Descriptive Physical Oceanography. Pergamon Press. Oxford.

Pond dan Pickard, 1978. Introductory to Dynamic Oceanography. Pergamon Press, Oxford

Priyana, 1994. Studi pola Arus Pasang Surut di Teluk Labuhantereng Lombok. Nusa Tenggara Barat. Skripsi. Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanandan Kelautan.Institut Pertanian Bogor

Wyrtki, K. 1961. Phyical Oceanography of the South East Asian Waters. Naga Report Vol. 2 Scripps, Institute Oceanography, California.

www.dishidros.or.id
www.laut.gd.itb.ac.id
www.gdl.geoph.itb.ac.id

Minggu, 20 Desember 2009

Fosfat

0

1 Latar Belakang
Di perairan unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat. Senyawa fosfor membentuk kompleks ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat tidak larut, dan mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh algae akuatik (Jeffries dan Mill dalam Effendi 2003).
Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur utama lain yang merupakan penyusun boisfer karena unsur ini tidak terdapat di atmosfer. Pada kerak bumi, keberadaan fosfor relatif sedikit dan mudah mengendap. Fosfor juga merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan algae, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan algae akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan.


Materi yang menyusun tubuh organisme berasal dari bumi. Materi yang berupa unsur-unsur terdapat dalam senyawa kimia yang merupakan materi dasar makhluk hidup dan tak hidup. Siklus biogeokimia atau siklus organik anorganik adalah siklus unsur atau senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi ke komponen abiotik. Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanya melalui organisme, tetapi juga melibatkan reaksi-reaksi kimia dalam lingkungan abiotik sehingga disebut siklus biogeokimia.

2.1 Sumber dan Distribusi

Fosfor merupakan bahan makanan utama yang digunakan oleh semua organisme untuk pertumbuhan dan sumber energi. Fosfor di dalam air laut, berada dalam bentuk senyawa organik dan anorganik. Dalam bentuk senyawa organik, fosfor dapat berupa gula fosfat dan hasil oksidasinya, nukloeprotein dan fosfo protein. Sedangkan dalam bentuk senyawa anorganik meliputi ortofosfat dan polifosfat. Senyawa anorganik fosfat dalam air laut pada umumnya berada dalam bentuk ion (orto) asam fosfat (H3PO4), dimana 10% sebagai ion fosfat dan 90% dalam bentuk HPO42-. Fosfat merupakan unsur yang penting dalam pembentukan protein dan membantu proses metabolisme sel suatu organisme (Hutagalung et al, 1997).

Sumber fosfat diperairan laut pada wilayah pesisir dan paparan benua adalah sungai. Karena sungai membawa hanyutan sampah maupun sumber fosfat daratan lainnya, sehingga sumber fosfat dimuara sungai lebih besar dari sekitarnya. Keberadaan fosfat di dalam air akan terurai menjadi senyawa ionisasi, antara lain dalam bentuk ion H2PO4-, HPO42-, PO43-. Fosfat diabsorpsi oleh fitoplankton dan seterusnya masuk kedalam rantai makanan. Senyawa fosfat dalam perairan berasal daari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan dan pelapukan tumbuhan, dan dari laut sendiri. Peningkatan kadar fosfat dalam air laut, akan menyebabkan terjadinya ledakan populasi (blooming) fitoplankton yang akhirnya dapat menyebabkan kematian ikan secara massal. Batas optimum fosfat untuk pertumbuhan plankton adalah 0,27 – 5,51 mg/liter (Hutagalung et al, 1997).

Fosfat dalam air laut berbentuk ion fosfat. Ion fosfat dibutuhkan pada proses fotosintesis dan proses lainnya dalam tumbuhan (bentuk ATP dan Nukleotid koenzim). Penyerapan dari fosfat dapat berlangsung terus walaupun dalam keadaan gelap. Ortofosfat (H3PO4) adalah bentuk fosfat anorganik yang paling banyak terdapat dalam siklus fosfat. Distribusi bentuk yang beragam dari fosfat di air laut dipengaruhi oleh proses biologi dan fisik. Dipermukaan air, fosfat di angkut oleh fitoplankton sejak proses fotosintesis. Konsentrasi fosfat di atas 0,3 µm akan menyebabkan kecepatan pertumbuhan pada banyak spesies fitoplankton. Untuk konsentrasi dibawah 0,3 µm ada bagian sel yang cocok menghalangi dan sel fosfat kurang diproduksi. Mungkin hal ini tidak akan terjadi di laut sejak NO3 selalu habis sebelum PO4 jatuh ke tingkat yang kritis. Pada musim panas, permukaan air mendekati 50% seperti organik-P. Di laut dalam kebanyakan P berbentuk inorganik. Di musim dingin hampir semua P adalah inorganik. Variasi di perairan pantai terjadi karena proses upwelling dan kelimpahan fitoplankton. Pencampuran yang terjadi dipermukaan pada musim dingin dapat disebabkan oleh bentuk linear di air dangkal. Setelah musim dingin dan musim panas kelimpahan fosfat akan sangat berkurang.

Fosfor berperan dalam transfer energi di dalam sel, misalnya yang terdapat pada ATP (Adenosine Triphospate) dan ADP (Adenosine Diphosphate). Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk fosfor yang paling sederhana di perairan . Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfat. Setelah masuk kedalam tumbuhan, misalnya fitoplankton, fosfat anorganik mengalami perubahan menjadi organofosfat. Fosfat yang berikatan dengan ferri [Fe2(pO4)3] bersifat tidak larut dan mengendap didasar perairan. Pada saat terjadi kondisi anaerob, ion besi valensi tiga (ferri) ini mengalami reduksi menjadi ion besi valensi dua (ferro) yang bersifat larut dan melepaskan fosfat keperairan, sehingga meningkatkan keberadaan fosfat diperairan (Effendi 2003).

2.2 Spesiasi Kimia
Secara rinci perputaran campuran organik –P yang ditunjukkan di permukaan air secara garis besar tidak diketahui. Sepenuhnya adalah larutan inorganik fosfor seperti hasil ionisasi pada H3PO4
H3PO4->H+ + H2PO4
H3PO4->H+ + HPO42-
H3PO4->H+ + PO43-

Pecahan pada bentuk ini dibatasi oleh pH dan komposisi pada air. Ionisasi konstan untuk tiga tahap penguraian dapat didefinikan sebagai :
K1 = [H+] [H2PO4] [H3PO4]
K2 = [H+] [HPO42-] [H2PO4-]
K3 = [H+] [PO33-] [HPO42-]

2.3 Proses pengambilan secara Fisik dan Biologi

Ortofosfat dihasilkan dari dekomposisi tanaman atau jaringan yang membusuk, karena hal tersebut merupakan proses yang mudah dan cepat maka terjadi sangat tinggi di kolom perairan sehingga menyediakan fosfat untuk tanaman ( Davis dalam Effendi, 1987). Ketika fitoplankton mati, organik-P dengan cepat berubah menjadi fosfat. Banyak fitoplankton dikonsumsi oleh zooplankton dimana proses ini menghasilkan PO4.

Inorganik fosfat terlarut terdiri atas 90% dari total fosfor selama waktu ketika produksi organik, maka dari itulah proses pengambilan rendah. Tipe ini muncul saat musim dingin. Saat musim panas, ketika produktifitas tinggi inorganik fosfat berkurang setengah dari jumlah total.

2.4 Siklus Alami Fosfat
Banyak sumber fosfat yang di pakai oleh hewan, tumbuhan, bakteri, ataupun makhluk hidup lain yang hidup di dalam laut. Misalnya saja fosfat yang berasal dari feses hewan (aves). Sisa tulang, batuan, yang bersifat fosfatik, fosfat bebas yang berasal dari proses pelapukan dan erosi, fosfat yang bebas di atmosfer, jaringan tumbuhan dan hewan yang sudah mati. Di dalam siklus fosfor banyak terdapat interaksi antara tumbuhan dan hewan, senyawa organik dan inorganik, dan antara kolom perairan, permukaan, dan substrat. Contohnya beberapa hewan melepaskan sejumlah fosfor padat di dalam kotoran mereka.

Dalam perairan laut yang normal, rasio N/P adalah sebesar 15:1. Ratio N/P yang meningkat potensial menimbulkan blooming atau eutrofikasiperairan, dimana terjadi pertumbuhan fitoplankton yang tidak terkendali. Eutrofikasi potensial berdampak negatif terhadap lingkungan, karena berkurangnya oksigen terlarut yang mengakibatkan kematian organisme akuatik lainnya (asphyxiation), selain keracunan karena zat toksin yang diproduksi oleh fitoplankton (genus Dinoflagelata). Fitoplankton mengakumulasi N, P, dan C dalam tubuhnya, masing – masing dengan nilai CF (concentration factor) 3 x 104 untuk P, 16(3 x 104) untuk N dan 4 x 103 untuk C (Sanusi 2006).

2.5 Ketersediaan Fosfor
Studi tentang sirkulasi fosfor di lingkungan perairan laut merupakan perhatian di berbagai bidang ilmu bidang ilmu. Dengan menggunakan 32P para peneliti menghasilkan kesimpulan umum bahwa bahwa konsentrasi fosfor akan berubah karena fosfor merupakan salah satu zat yang digunakan oleh fitoplankton dalam proses metabolisme. Damanhuri (1997) menyatakan bahwa kadar fosfat akan semakin tinggi dengan menurnya kedalaman. Konsentrasi fosfat relatif konstan pada perairan dalam biasanya terjadi pengendapan sehingga nutrien meningkat seiring dengan waktu karena proses oksidasi f dan bahan organik. Adanya proses run off yang berasal dari daratan akan mensuplai kadar fosfat pada lapisan permukaan, tetapi ini tidak terlalu besar. Penambahan terbesar dari lapisan dalam melalui proses kenaikan masa air.

Fosfor muncul pada bagian yang beragam di dalam lingkungan bahari, beberapa muncul dalam bentuk susunan organik seperti protein dan gula, beberapa juga muncul dalam bentuk kalsium organik dan sebagian dalam bentuk inorganik dan partikel besi fosfat, lalu juga dalam bentuk fosfat terlarut, walaupun fosfor muncul dalam konsentrasi dibawah nitrogen, tapi pada kenyataanya fosfor dapat dengan mudah di buat atau tersedia di dalam atau tersedia di dalam zona penetrasi cahaya yang mencegah fosfor menjadi faktor pembatas di dalam produktifitas bahari.

Diperairan, bentuk unsur fosfor berubah secara terus menerus akibat proses dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik, dan bentuk anorganik yang dilakukan oleh mikroba. Semua polifosfat mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat. Perubahan ini bergantung pada suhu yang mendekati titik didih, perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung cepat. Kecepatan ini meningkat dengan menurunnya nilai pH. Perubahan polifosfat menjadi ortofosfat pada air limbah yang mengandung banyak bakteri lebih cepat dibandingkan dengan perubahan yang terjadi pada air bersih.

Keberadaan fosfor diperairan alami biasanya relative kecil, dengan kaar yang lebih sedikit dari pada kadar nitrogen. Fosfor tidak bersifat toksik bagi manusia, hewan, dan ikan. Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan (algae bloom). Algae yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air, yang selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya mathari sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan. Pada saat perairan cukup mengandung fosfor, algae mengakumulasi fosfor di dalam sel melebihi kebutuhannya. Fenomena yang demikian dikenal istilah konsumsi berlebih (luxury consumption). Kelebihan fosfor yang diserap akan dimanfaatkan pada saat perairan mengalami defisiensi fosfor, sehingga algae masih dapat hidup untuk beberapa waktuselama periode kekeurangan pasokan fosfor (Effendi 2003)

Berdasarkan kadar fosfat total, perairan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: perairan dengan tingkat kesuburan rendah yang memiliki kadar fosfat total berkisar antara 0 – 0.02 mg/liter; perairan dengan tingkat kesuburan sedang memiliki kadar fosfat 0.021 – 0.05 mg/liter; dan perairan dengan tingkat kesuburan tinggi, memiliki kadar fosfat total 0.051 – 0.1 mg/liter (Effendi, 2003)

Pehitungan persen pada beragam bentuk fosfat di H2O, NaCl, air laut, seperti sebuah fungsi pada pH. Di laut dalam ion fosfat bentuknya lebih penting (50% pada P= 1000 bar atau 10.000 m ). H2PO4- bebas adalah lebih besar dengan persentase 49%, MgPO4-, 46%, dan 5% CaHPO4. Sementara PO43- 27% seperti MgPO4- dan 73% seperti CaPO4.

Siklus Fosfat Di Laut

Fosfor merupakan bagian protoplasma yang penting, cenderung “beredar”, senyawa-senyawa organik terurai dan akibatnya menghasilkan fosfat yang kembali tersedia bagi tumbuh-tumbuhan. Reservoir yang tersbesar dari fosfor adalah bukan udara, melainkan batu-batuan atau endapan-endapan lain yang telah terbentuk pada abad-abad geologis yang telah lalu. Dan semua itu berangsur-angsur terkikis, melepaskan fosfat kedalam ekosistem-ekosistem, tetapi banyak juga yang lepas kedalam laut, dimana sebagian dari padanya di endapkan dalam sedimen-sedimen dangkal, dan sebagian lagi hilang ke sedimen-sedimen yang lebih dalam. Cara-cara pengendalian fosfor kedaurnya sekarang atau yang ada kurang mencukupi untuk mengganti yang hilang (Odum, 1993).

Di beberapa bagian dari dunia sekarang ini tidak terdapat pengangkatan atau pemunculan sedimen yang luas, dan kegiatan burung-burung laut dan ikanpun (dibawa oleh binatang dan manusia kedarat) tidak cukup. Burung-burung laut jelas berperan penting dalam pengambilan fosfor ke dalam daur (bukti endapan Guano di Peru yang terkenal). Pemindahan fosfor dan bahan-bahan lain oleh burung-burung dari laut ke dartan masih terus berlangsung, tetapi tidak dengan laju yang sama. Tampaknya manusia juga berperan dalam proses penghilangan fosfor. Walaupun manusia banyak mengambil ikan laut, Hutchinson menaksir bahwa hanya kurang lebih 60.000 ton fosfor unsur pertahun yang dikembalikan dalam jalan ini, dibandingkan dengan satu atau dua juta ton batuan fosfat yang ditambang dan kebanyakan tercuci serta hilang. Ahli-ahli pertanian memberitahukan, tidak perlu khawatir karena batuan fosfat cadangan masih besar. Justru sekarang, manusia lebih memperhatikan “ kekacauan dan kemacetan lalu lintas” fosfat yang larut dalam jalan-jalan perairan yang di akibatkan dari meningkatnya “pengikisan” yang tidak dapat di imbangi atau diganti oleh “sisitem protoplasma” dan “sedimentasi” (Odum, 1993).

Fosfor tidak bergerak secara merata dan lancar dari organisme ke lingkungan dan kembali ke organisme. Umumnya laju pengambilan lebih cepat dari pada laju pelepasan. Tumbuh-tumbuhan siap mengambil fosfor dalam keadaan gelap maupun keadaan-keadaan lain apabila mereka tidak dapat mempergunakannya. Selama periode pertumbuhan yang cepat dari produsen-rodusen yang sering kali terjadi dalam musim semi, semua fosfor yang tersedia sudah terikat dalam produsen-produsen dan konsumen-konsumen. Konsentrasi fosfor pada sesuatu saat dapat mempunyai sedikit hubungan dengan produktifitas ekosistem. Tingkat yang rendah dari fosfat yang larut berarti bahwa sistemnya dimiskinkan atau sistemnya secara metabolisme sangat giat, hanya dengan pengukuran laju dari pemasukan keadaan sebenarnya dapat ditentukan (Odum, 1993).

sumber:

Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Kanisius
Hutagalung, Horas P, Deddy Setiapermana, dan Hadi Riyono. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen, dan Biota. Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Odum, Eugene P. 1993. Dasar – Dasar Ekologi. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada
Sanusi, Harpasis. 2006. KIMIA LAUT Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor : Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

Hewan Laut Abadi

0

Mungkin tmen2 semua kurang percaya tentang adanya makhluk hidup yang abadi. Tapi inilah yang terjadi, menurut laporan para ilmuwan rusia, mereka telah menemukan mikroorganisme laut yang disebut "Turritopsis nutricula". Makhluk ini dapat melakukan hal yang tidak dapat dilakukan makhluk hidup lainnya, yaitu menjadi muda kembali. Ilmuwan menegaskan bahwa: "Turritopsis nutricula" adalah satu-satunya biologi yang ditemukan yang dapat kembali dari tahap sexual dewasa ke tahap larva (hmm...). Jadi intinya dia tidak akan mati karena setelah dewasa mereka lebih memilih menjadi anak kecil lagi daripada mati. Kondisi ini berlangsung secara terus menerus.."Turritopsis nutricula" termasuk jenis Hydrozoa yang menu utamanya adalah mikro organisme. Hewan ini biasanya hidup melekat pada kapal yang berlayar ke seluruh dunia, karena volumenya yang sangat kecil, sehingga tidak bisa dilihat apakah berdampak pada ekosistem.






sumber:dinomarket.com


Minggu, 17 Januari 2010

Siput Pertama Berbadan Setengah Flora Setengah Fauna

0

Pastinya kita belum terbayang bagaimana ada makhluk hidup yang tubuhnya setengah flora setengah fauna. Pasalnya, siput yang baru ditemukan ini bisa menghasilkan pigmen klorofil seperti layaknya tumbuh-tumbuhan.

Para ilmuwan memperkirakan, siput cerdik tersebut mencuri gen dari alga yang mereka makan sehingga bisa menghasilkan klorofil. Dengan gen "curian", mereka bisa berfotosintesis, yaitu proses tumbuhan untuk mengubah cahaya matahari menjadi energi.

"Hewan ini bisa membuat molekul berisi energi tanpa makan apa-apa," kata Sydney Pierce, pakar biologi dari Universitas South Florida di Tampa. Pierce telah mempelajari mahluk unik tersebut, yang telah resmi dinamakan Elysia chlorotica, selama 20 tahun.



Elysia chlorotica

Ia mengajukan temuan terbarunya pada tanggal 7 Januari 2010, pada pertemuan tahunan Komunitas Integratif dan Perbandingan Biologi di Seattle. Temuan ini dilaporkan pertama kali oleh jurnal Science. "Ini pertama kalinya hewan multiseluler bisa menghasilkan klorofil," tutur Pierce.

Siput laut ini tinggal di rawa-rawa air asin di New England, Kanada. Selain "mencuri" gen untuk menghasilkan pigmen hijau klorofil, hewan ini juga mencuri bagian-bagian kecil sel yang disebut kloroplas, yang dipakai untuk melakukan fotosintesis. Kloroplas menggunakan klorofil untuk mengubah cahaya matahari menjadi energi, seperti tanaman, sehingga hewan ini tak perlu makan untuk mendapatkan energi.

"Kami mengumpulkan sejumlah hewan tersebut dan menyimpannya di akuarium selama berbulan-bulan," kata Pierce, "Asalkan diberi cahaya selama 12 jam sehari, mereka bisa bertahan (tanpa makan)."

Para peneliti memakai pelacak radioaktif untuk memastikan bahwa siput-siput ini benar-benar menghasilkan klorofil, dan bukan mencurinya dari pigmen yang sudah pada alga. Nyatanya, siput-siput ini mengintegrasikan materi genetika dengan sangat sempurna sehingga bisa diturunkan pada generasi selanjutnya.

"Mungkin saja DNA dari satu spesies bisa masuk ke spesies yang lain, seperti yang telah dibuktikan oleh siput jenis ini. Tapi mekanismenya masih belum diketahui," ungkap Pierce.

Sumber:
www.kompas.com
http://biology.umaine.edu/symbio/3Slug/images/Elysia1.jpg

Jumat, 25 Desember 2009

Cyanobacteria

0

Cyanobacteria/Cyanophyta atau alga hijau biru merupakan kelompok alga prokariotik. Organisme tersebut memiliki peran sebagai produsen dan penghasil senyawa nitrogen di perairan. Beberapa organisme tersebut bersifat kosmopolit, tidak hanya ditemukan di habitat akuatik melainkan juga ditemukan di habitat terestrial. Cyanobacteria ada yang hidup sebagai plankton dan ada pula yang hidup sebagai bentos. Spesies-spesies yang bersifat planktonik umumnya merupakan spesies-spesies yang mengakibatkan terjadinya ledakan populasi (blooming) akibat eutrofikasi (pengayaan nutrisi). Eutrofikasi biasanya disebabkan oleh proses alamiah atau akibat pencemaran. Keadaan perairan yang kaya nutrisi tersebut menyebabkan pertumbuhan Cyanobacteria yang sangat cepat. Cyanobacteria juga diketahui diketahui mampu tumbuh di padang gurun, padang salju, dan sumber air panas. Indonesia sebagai negara tropis yang beriklim hangat sepanjang tahun diduga baik menjadi tempat tumbuh spesies-spesies Cyanobacteria, sehingga memiliki beragam spesies Cyanobacteria. Kemungkinan ada diantaranya merupakan spesies baru yang belum dipertelakan. (Prihantini 2008).

Spesies-spesies Cyanobacteria yang ditemukan tersebut dikelompokkan dalam dua ordo berdasarkan ciri diagnostik morfologi, yaitu perbedaan bentuk tubuh. Yang memiliki bentuk tubuh berupa koloni non-filamen dikelompokkan dalam ordo Chroococcales, sedangkan yang memiliki bentuk tubuh berupa koloni filamen (trikom) dikelompokkan dalam ordo Oscillatoriales (Prihantini 2008).

Data pH tersebut sesuai dengan pH perairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimum Cyanobacteria. Cyanobacteria umumnya hidup pada perairan netral atau cenderung basa. Menurut Brock pada tahun 1973 in Prihantini 2008 bahwa kelompok Cyanobacteria umumnya tidak ditemukan pada perairan dengan pH kurang dari 4.

Suhu perairan pada kelima situ/danau terdapat dalam kisaran dari 25 sampai dengan 350 C yang merupakan kisaran suhu yang baik bagi pertumbuhan optimal Cyanobacteria. Suhu secara langsung berpengaruh dalam mengontrol laju berbagai proses metabolisme dalam sel mikroalga. Laju proses metabolisme akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu. Laju optimum proses metabolisme tersebut dapat dicapai pada kisaran suhu 25--40º C (Prihantini 2008).

Kecerahan perairan adalah suatu kondisi yang menggambarkan kemampuan penetrasi cahaya matahari untuk menembus lapisan air sampai kedalaman tertentu. Arthington (1980) in Prihantini (2008) membagi kondisi perairan berdasarkan kecerahan di perairan menjadi perairan keruh (0,25—1,00 m); perairan sedikit keruh (1,00—5,00 m); dan perairan jernih (> 5 m). Kekeruhan dapat disebabkan antara lain oleh kandungan unsur hara, lumpur, dan kelimpahan fitoplankton yang tinggi.

Menurut Sylvester 1958 in Prihantini 2008, organisme perairan dapat hidup layak dengan nilai konduktivitas 150--500 μMhos/cm. Konduktivitas tergantung dari konsentrasi ion dan suhu perairan. Selain itu, kenaikan padatan terlarut akan mempengaruhi kenaikan konduktivitas.

Sumber:
Prihantini, N.B dkk. 2008. Biodiversitas Cyanobacteria dari Beberapa Situ/Danau di Kawasan Jakarta-Depok-Bogor, Indonesia. Jurnal. Volume 12, No. 1: 44-54 Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia.

Sabtu, 19 Desember 2009

Anemon Laut yang Sudah Dibudidaya

0

Anemon laut merupakan hewan dari kelas Anthozoa. Bentuk dari anemone laut sekilas terlihat seperti tumbuhan, tapi jika diamati lebih jauh, anemone laut merupakan jenis hewan. Beberapa anemon laut dapat bergerak. Pergerakan anemone laut seperti siput, bergerak secara perlahan dengan cara menempel. Sebagian besar anemon laut memiliki sel penyengat. Berguna untuk melindungi dirinya dari predator. Di alam anemone laut berfungsi sebagai tempat hidup dari ikan badut. Kedua organisme ini melakukan simbiosis mutualisme.

Sekarang ini, anemon laut sudah banyak yang dibudidayakan. Bentuknya yang cantik dan aneh membuat para penikmat hewan laut terpukau. Beberapa anemon laut yang sudah banyak dibudidayakan antara lain :

1. Anemon karang
Anemon karang atau lebih dikenal dengan karang anemon. Bentuknya membulat atau lonjong pada bagian dasarnya. Badannya dipenuhi puluhan jari-jari berwarna cokelat tua. Di ujung jari-jari terdapat bintik hitam yang menyerupai mata. Anemon ini menempel pada karang yang dibentuknya. Anemon karang memakan plankton yang melayang-layang di dalam air. Jika mati, karang ini membentuk karang yang keras.


2. Anemon Matahari
Anemon matahari berbentuk bulat, badannya dipenuhi jari-jari. Berbeda dengan anemon karang, jari-jari anemon matahari meruncing serta bewarna belang putih dan cokelat muda seperti belali mini. Jari-jari anemon matahari tidak halus seperti anemon karang, tetapi agak kasar atau berbintil-bintil. Anemon ini disebut anemon matahari karena apabila jari-jarinya menjulur seperti matahari yang sedang terbit. Anemon matahari memakan plankton dan tidak berbahaya bagi ikan dan manusia. Namun, jika mati anemon ini harus segera diangkat karena menimbulkan bau busuk.

3. Anemon pasir

Anemon pasir berbentuk piringan yang dipenuhi jari-jari, anemon pasir berwarna cokelat muda hingga cokelat gelap, jari-jarinya halus tidak berbintik dan diujungnya terdapat titik berwarna hitam. Anemon pasir juga menjadi tempat berkumpulnya ikan - ikan. Anemon ini memakan plankton dan tidak berbahaya bagi ikan ataupun manusia.

Anemon pasir,sumber: www.stanford.edu

Kualitas Air Bagi Anemon Laut
Adapun kualitas air yang optimum untuk pemeliharaan anemon laut adalah: suhu air 24 - 29 0C, oksigen terlarut 2,4 - 6 mg/l, atau 4 - 7 mg/I, nitrit 0,551 - 0,552 mg/I atau 0,5 mg/I , Ammonia 0,01 - 0,021 mg/l atau 0,1 mg/l dan pH 7,2 - 8,3 atau 8 - 8,3. Syarat hidup anemon yang baik berada pada kisaran suhu 29-32 0C dan dengan kadar salinitas berkisar antara 31 - 33 ‰. Anemon akan optimum hidup pada perairan yang memiliki intensitas cahaya matahari yang hangat dan nutrient yang melimpah, seperti pada ekosistem terumbu karang dimana pada ekosistem tersebut memiliki asupan nutrient yang banyak dan intensitas cahaya matahari yang tinggi.

Pengaruh Cahaya terhadap Metabolisme Anemon Laut
Cahaya matahari merupakan faktor penting dalam metabolisme anemon karena cahaya matahari berperan penting dalam proses fotosintesis. Organisme yang bersimbiosis mutualisme dengan anemon laut yaitu zooxanthellae. Zooxanthellae merupakan faktor pengendali dalam kelimpahan dan metabolisme anemon laut artinya semakin kecil intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan maka proses fotosintesis akan berkurang atau menjadi terhambat, begitu pula dengan zooxanthellae akan semakin berkurang populasinya karena banyak yang mati akibat penetrasi cahaya matahari yang kurang sehingga organisme tersebut sulit untuk membuat makanannya sendiri atau berfotosintesis. Hal ini mengakibatkan kelimpahan dan metabolisme anemon akan terganggu.

sumber:
http://www.himiteka-ipb.org

Kamis, 17 Desember 2009

Interaksi Antar Fauna di Ekosistem Mangrove

0

Fauna Mangrove
Fauna yang terdapat di ekosistem mangrove merupakan perpaduan antara fauna ekosistem terestrial, peralihan dan perairan. Fauna terestrial kebanyakan hidup di pohon mangrove sedangkan fauna peralihan dan perairan hidup di batang, akar mangrove dan kolom air. Beberapa fauna yang umum dijumpai di ekosistem mangrove dijelaskan sebagai berikut:


 Mamalia

Banyak mamalia terdapat di hutan mangrove tetapi hanya sedikit yang hidup secara permanen dan jumlahnya terbatas. Hutan mangrove merupakan habitat tempat hidup beberapa mamalia yang sudah jarang ditemukan dan. Pada saat terjadinya surut banyak monyet-monyet (Macacus irus) terlihat mencari makanan seperti shell-fish dan kepiting sedangkan kera bermuka putih (Cebus capucinus) memakan cockles di mangrove.

Indikasi pemangsaan ini diperoleh dari sedikitnya jumlah cockles yang ditemukan di lokasi mangrove yang memiliki banyak kera. Jika jumlah kera menjadi sangat banyak akan mempengaruhi pembenihan mangrove karena komunitas ini menginjak lokasi yang memiliki benih sehingga benih mati.

Nasalis larvatus sumber:http://allhatnocattle.net/victo.jpg

Kera proboscis (Nasalis larvatus) merupakan endemik di mangrove Borneo, yang mana ia memakan daun-daunan Sonneratia caseolaris dan Nipa fruticans (FAO,1982) juga propagul Rhizophora. Sebaliknya, kera-kera tersebut di mangsa oleh buaya-buaya dan diburu oleh pemburu gelap. Hewan-hewan menyusui lainnya termasuk Harimau Royal Bengal (Panthera tigris), macan tutul (Panthera pardus) dan kijing bintik (Axis axis), babi–babi liar (Sus scrofa) dan Kancil (Tragulus sp.) di rawa-rawa Nipa di sepanjang selatan dan tenggara Asia ; binatang-binatang karnivora kecil seperti ikan-ikan berkumis seperti kucing (Felix viverrima), musang (Vivvera sp. dan Vivverricula sp.), luwak (Herpestes sp.).

Berang-berang (Aonyx cinera dan Lutra sp.) umum terdapat di hutan mangrove namun jarang terlihat. Sedangkan Lumba-lumba seperti lumba-lumba Gangetic (Platanista gangetica) dan lumba-lumba biasa (Delphinus delphis) juga umum ditemukan di sungai-sungai hutan mangrove, yaitu seperti Manatees (Trichechus senegalensis dan Trichechus manatus latirostris) dan Dugong (Dugong dugon), meskipun spesies-spesies ini pertumbuhannya jarang dan pada beberapa tempat terancam mengalami kepunahan.

 Reptil dan Ampibia
Beberapa spesies reptilia yang pernah ditemukan di kawasan mangrove Indonesia antara lain biawak (Varanus salvatoe), Ular belang (Boiga dendrophila), dan Ular sanca (Phyton reticulates), serta berbagai spesies ular air seperti Cerbera rhynchops, Archrochordus granulatus, Homalopsis buccata dan Fordonia leucobalia. Dua jenis katak yang dapat ditemukan di hutan mangrove adalah Rana cancrivora dan Rana limnocharis.

Buaya-buaya dan binatang alligator merupakan binatang-binatang reptil yang sebagian besar mendiami daerah berair dan daerah muara. Dua spesies buaya (Lagarto), Caiman crocodilus (Largarto cuajipal) dapat dijumpai umum dijumpai di hutan mangrove, dan sebagai spesies yang berada dalam keadaan waspada karena kulitnya diperdagangkan secara internasional. Caiman acutus mempunyai wilayah geografi yang sangat luas dan dapat ditemukan di Cuba, Pantai lautan Pasifik di Amerika Tengah, Florida dan Venezuela. Jenis buaya Cuba, seperti Crocodilus rhombifer terdapat di Cienaga de Lanier dan bersifat endemik. Aligator Amerika seperti Alligator mississippiensis tercatat sebagai spesies yang membahayakan di Florida ( Hamilton dan Snedaker, 1984).

Buaya yang memiliki moncong panjang (Crocodilus cataphractus) terdapat di daerah hutan bakau Afrika dan di Asia. Berbagai cara dilakukan untuk melindungi hewan-hewan tersebut tergantung negara masing-masing misalnya di India, Bangladesh, Papua New Guinea dan Australia mengadakan perlindungan dengan cara konservasi, ( FAO, 1982). Sejumlah besar kadal, Iguana iguana (iguana) dan Cetenosaura similis (garrobo) pada umumnya terdapat di hutan mangrove di Amerika Latin, dimana mereka menjadi santapan masyarakat setempat sebagaimana juga jenis kadal yang serumpun dengan mereka di Afrika bagian barat (Varanus salvator). Pada umumnya penyu merupakan sebagai mahkluk sungai yang meletakkan telur-telur mereka pada pantai berpasir yang memiliki hutan mangrove. Selain hewan-hewan tersebut ular juga dapat ditemukan di sekitar area mangrove, khususnya pada dataran yang mengarah ke laut.

 Burung
Pada saat terjadinya perubahan pasang surut merupakan suatu masa yang ideal bagi berlindungnya burung (dunia burung), dan merupakan waktu yang ideal bagi burung untuk melakukan migrasi. Menurut Saenger et al. (1954), tercatat sejumlah jenis burung yang hidup di hutan mangrove yang mencapai 150-250 jenis. Beberapa penelitian tentang burung di Asia Tenggara telah dilakukan oleh Das dan Siddiqi 1985 ; Erftemeijer, Balen dan Djuharsa, 1988; Howes,1986 dan Silvius, Chan dan Shamsudin,1987.

Di Kuba, terdapat beberapa spesies yang menempati tempat atau dataran tinggi seperti Canario del manglar (Dendroica petechis gundlachi) dan tempat yang lebih rendah seperti Oca del manglar (Rallus longirostris caribaeus). Burung yang paling banyak adalah Bangau yang berkaki panjang. Dan yang termasuk burung pemangsa adalah Elang laut (Haliaetus leucogaster), Burung layang-layang (Haliastur indus), dan elang pemakan ikan (Ichthyphagus ichthyaetus). Burung pekakak dan pemakan lebah adalah burung-burung berwarna yang biasa muncul atau kelihatan di hutan mangrove.


 Sumber Daya Perairan
Substrat yang ada di ekosistem mangrove merupakan tempat yang sangat disukai oleh biota yang hidupnya di dasar perairan atau bentos. Dan kehidupan beberapa biota tersebut erat kaitannya dengan distribusi ekosistem mangrove itu sendiri. Sebagai contoh adalah kepiting yang sangat mudah untuk membuat liang pada substrat lunak yang ditemukan di ekosistem mangrove. Beberapa sumberdaya perairan yang sering ditemukan di ekosistem mangrove dijelaskan sebagai berikut :

a. Ikan
Ikan di daerah hutan mangrove cukup beragam yang dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu :
• Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya dijalankan di daerah hutan mangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp).
• Ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan hutan mangrove selama periode anakan, tetapi pada saat dewasa cenderung menggerombol di sepanjang pantai yang berdekatan dengan hutan mangrove, seperti ikan belanak (Mugilidae), ikan Kuweh (Carangidae), dan ikan Kapasan, Lontong (Gerreidae).
• Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke hutan mangrove pada saat air pasang untuk mencari makan, contohnya ikan Kekemek, Gelama, Krot (Scianidae), ikan Barakuda, Alu-alu, Tancak (Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae serta Carangidae.
• Ikan pengunjung musiman. Ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok ini menggunakan hutan mangrove sebagai tempat asuhan atau untuk memijah serta tempat perlindungan musiman dari predator.

b. Crustacea dan Moluska

Berbagai jenis fauna yang relatif kecil dan tergolong dalam invertebrata, seperti udang dan kepiting (Krustasea), gastropoda dan bivalva (Moluska), Cacing (Polikaeta) hidup di hutan mangrove. Kebanyakan invertebrata ini hidup menempel pada akar-akar mangrove, atau di lantai hutan mangrove. Sejumlah invertebrata tinggal di dalam lubang-lubang di lantai hutan mangrove yang berlumpur. Melalui cara ini mereka terlindung dari perubahan temperatur dan faktor lingkungan lain akibat adanya pasang surut di daerah hutan mangrove.

Biota yang paling banyak dijumpai di ekosistem mangrove adalah crustacea dan moluska. Kepiting, Uca sp. dan berbagai spesies Sesarma umumnya dijumpai di hutan Mangrove. Kepiting-kepiting dari famili Portunidae juga merupakan biota yang umum dijumpai. Kepiting-kepiting yang dapat dikonsumsi (Scylla serrata) termasuk produk mangrove yang bernilai ekonomis dan menjadi sumber mata pencaharian penduduk sekitar hutan mangrove. Udang yang paling terkenal termasuk udang raksasa air tawar (Macrobrachium rosenbergii) dan udang laut (Penaeus indicus , Penaeus merguiensis, Penaeus monodon, Metapenaeus brevicornis) seringkali juga ditemukan di ekosistem mangrove. Semua spesies-spesies ini umumnya mempunyai dasar-dasar sejarah hidup yang sama yaitu menetaskan telurnya di ekosistem mangrove dan setelah mencapai dewasa melakukan migrasi ke laut. Ekosistem mangrove juga merupakan tempat memelihara anak- anak ikan.

Migrasi biota ini berbeda-beda tergantung spesiesnya. Udang Penaeus dijumpai melimpah jumlahnya hingga kedalaman 50 meter sedangkan Metapenaeus paling melimpah dalam kisaran kedalaman 11-30 meter dan Parapenaeopsis terbatas hanya pada zona 5-20 meter. Penaeid bertelur sepanjang tahun tetapi periode puncaknya adalah selama Mei – Juni dan Oktober- Desember yang bertepatan dengan datangnya musim hujan atau angin musim. Penaeus Merquiensis setelah post larva ditemukan pada bulan November dan Desember dan setelah 3 - 4 bulan berada di mangrove mencapai juvenile dan pada bulan Maret sampai Juni juvenil berpindah ke air yang dangkal. Setelah mencapai dewasa atau lebih besar, udang akan bergerak lebih jauh lagi keluar garis pantai untuk bertelur dengan kedalaman melebihi 10 meter. Waktu untuk bertelur dimulai bulan Juni dan berlanjut sampai akhir Januari.

Molusca yang memiliki nilai ekonomis biasanya sudah jarang ditemukan di ekosistem mangrove karena dieksploitasi secara besar-besaran. Contohnya adalah spesies Anadara sp saat ini jarang ditemukan di beberapa lokasi ekosistem mangrove karena dieksploitasikan secara berlebihan. Bivalva lain yang paling penting di wilayah mangrove adalah kerang darah (Anadara granosa) dan gastropod yang biasanya juga dijumpai terdiri dari Cerithidia obtusa, Telescopium mauritsii dan Telescopium telescopium. Kerang-kerang ini merupakan sumber daya yang penting dalam produksi perikanan, dan karena mangrove mampu menyediakan substrat sebagai tempat berkembang biak yang sesuai, dan sebagai penyedia pakan maka dapat mempengaruhi kondisi perairan sehingga menjadi lebih baik. Kerang merupakan sumberdaya penting dalam pasokan sumber protein dan sumber penghasilan ekonomi jangka panjang. Untuk penduduk sekitar pantai menjadikan kerang sebagai salah satu jenis yang penting dalam penangkapan di wilayah mangrove.

sumber
FAO. Management and Utilization of mangroves in Asia Pasific. FAO
http://web.ipb.ac.id/~dedi_s/index.php?option=com_content&task=view&id=13&Itemid=58
Shanty 2004. Fauna Mangrove dan Interaksi di Ekosistem Mangrove. Diunduh dari http://shantybio.transdigit.com/?Biology_-_Ecology: FAUNA_MANGROVE_DAN_INTERAKSI_DI_EKOSISTEM_MANGROVE [26 Agustus 2009]



Selasa, 15 Desember 2009

Ekosistem Lamun

0

Ekosistem Lamun
Lamun didefinisikan sebagai satu-satunya tumbuhan berbunga yang mampu beradaptasi secar penuh di perairan yang kadar salinitasnya tinggi atau hidup terbenam dalam air dan memiliki rhizoma, daun, buah, dan akar sejati. Karena pola hidupnya sering berupa hamparan maka dikenal dengan istilah padang lamun yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutupi suatu daerah pesisir dan laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Sedangkan sistem ekologi padang lamun yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut ekosistem lamun. Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal berpasir dan sering juga dijumpai di terumbu karang.


Lamun,sumber:www.statesymbolsusa.org

Habitat Padang Lamun
Padang lamun di Indonesia terdiri dari 7 marga lamun. Dari 7 marga lamun tersebut, tiga marga termasuk suku Hydrocaritaceae yaitu Enhalus, Thallasia, dan Halophila. Dan empat marga termasuk suku Pomatogenaceae yaitu Halodule, Cymodoceae, Syringodium, dan Thalassodendron (Nontji, 1993).

Menurut Den Hartog (1977), lamun tumbuhan akuatik berbunga yang secara utuh beradaptasi pada lingkungan laut. Berlawanan dengan tumbuhan lain yang hidup terendam di dalam laut, misalnya ganggang atau alga laut. Lamun berbuah dan berbiji. Secara umum semua tipe dasar laut dapat ditmbuhi lamun, namun padang lamun yang luas hanya dapat ditemui pada dasar laut lumpur, berpasir lunak dan tebal. Padang lamun sering terdapat di perairan laut di antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang (Dahuri et al, 1996).

Lamun dapat tumbuh di daerah intertidal sampai kedalaman 50m hingga 60 m, namunmereka melimpah di daerah sublitoral. Jumlah spesiesnya sendiri banyak ditemukan di daerah tropis dibandingkan dengan daerah subtropis (Nybakken, 1992). Den Hartog (1977)nmenyatakan bahwa tumbuhan ini mampu dapat tumbuh di laut karena mampu tumbuh di daerah asin, mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam, memiliki sistem perakaran yang berkembang baik, mampu melaksanakan daur generatif dalam keadaan terbenam, dan mampu bertahan dalam kondisi lingkungan yang kurang stabil.

Penyebaran ekosistem lamun di Indonesia mencakup perairan Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Irian Jaya (Dahuri et al, 1996).
Menurut Nybakken (1988), lamun memiliki berberapa sifat yang menjadikannya mampu bertahan hidup di laut antara lain karena lokasi dimana lamun dapat tumbuh adalah di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur atau pasir, pada batas terendah daerah pasut dekat hutan bakau atau daerah terumbu karang, lamun mampu hidup sampai kedalaman 30 m di perairan tenang dan terlindung, sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan, mampu melakukan proses metabolisme termasuk daur generatif secara optimal jika keseluruhan tubuhnya terendam air, mampu hidup di media asin dan memiliki sistem perakaran yang berkembang baik.

Zonasi Sebaran Lamun
Zonasi sebaran lamun mulai dari pantai ke arah tubir umumnya berkesinambungan, perbedaan yang terdapat biasanya hanya pada komposisi jenisnya (Dahuri et al, 1996). Zonasi sebaran dan karakteristik habitat lamun di perairan pesisir Indonesia dapat dikelompokkan menurut (Dahuri et al, 1996):

1. Genangan Air dan Kedalaman
Pengelompokkan lamun menurut genangan air dan kedalamannya dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
• Jenis lamun yang tumbuh didaerah dangkal dan selalu terbuka saat air surut. Jenis lamun yang tumbuh adalah Halophila minor, Halophila ovalis, Thalassia hempichii, dan Enhalus accoroides.
• Jenis lamun yang tumbuh di daerah kedalaman sedang atau di daerah pasang surut. Jenis lamun yang dapat dijumpai adalah Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulatta, Thalassodendron ciliatum, dan Syringodium isoettifolium.
• Jenis lamun yang tumbuh di tempat yang dalam dan selalu tergenang air. Jenis lamun yang dapat tumbuh adalah Halophila decipiens, Halophila spinulosa, dan Thalassodendron ciliatum.

2. Kecerahan
Dibedakan menjadi lamun yang tumbuh di air yang jernih dan air yang keruh. Lamun di daerah Flores tumbuh di perairan jernih, lmun di Teluk Jakarta dan Selat Sunda tumbuh pada perairan yang keruh, dan lamun di Teluk Banten tumbuh pada perairan yang sangat keruh.

3. Komposisi Jenis
Dibedakan menjadi vegaetasi tunggal dan campuran. Contoh komunitas lamun tunggal adalah Enhalus accoroides, Halodule unineruis, Halophila ovalis, dan Thalassia hemprichii.

4. Tipe Substrat
Berdasarkan tipe substratnya, lamun di perairan Indonesia dapat tumbuh pada substrat dengan kategori lumpur, lumpur berpasir, pasir berlumpur, puing karang dan batu karang.

Luas padang lamun yang ada di Indonesia mencapai 30.000 Km2, sebaran padang lamun yang cukup luas hampir dapat ditemukan di tiap provinsi. Padang lamun sering berasosiasi dengan ekosistem terumbu karang dan hutan mangrove dan ketiga ekosistem ini berada pada perairan dangkal. Ketiga ekosistem tersebut membentang hampir di sepanjang pantai pulau-pulau Indonesia, kecuali pada daerah yang arus dan ombaknya sangat kuat serta pantai yang curam seperti Pantai Selatan Pulau Jawa.

Setelah mengetahui zonasi-zonasi lamun, maka hal penting yang patut dicermati dalam menentukan zonasi lamun adalah faktor-faktor lingkungn yang mempengaruhi ekosistem lamun, yaitu:

1. Suhu
Suhu merupakan faktor yang paling penting bagi kehidupan organisme di lautan karena mempengaruhi aktivitas metabolisme ataupun perkembangbiakan organisme tertentu (Hutabarat dan Evans, 1986). Kisaran suhu optimal bagi spesies lamun untuk perkembangan adalah 28° - 30° C, sedangkan untuk fotosintesis lamun membutuhkan suhu optimum antara 25° - 35° C dan pada saat cahaya penuh. Pengaruh suhu bagi lamun sangat besar, suhu mempengaruhi proses fisiologi seperti fotosintesis, laju respirasi, pertumbuhan dan reproduksi (Nybakken, 1988).

2. Arus
Kecepatan arus pada perairan sangat berpengeruh pada produktivitas padang lamun. Lamun dapat berproduktivitas optimal pada kecepatan arus 0,5 m/s. Arus tidak mempengaruhi penetrasi cahaya kecuali jika mengangkat sedimen hingga mengurangi penetrasi cahaya. Aksi menguntungkan arus terhadap organisme terlatak pada transport bahan makanan tambahan bagi organisme dan dalam hal pengangkutan bahan buangan (Dahuri et al, 1996).

3. Salinitas
Sebaran salinitas di laut dipengaruhi beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai (Nontji, 1993). Spesies padang lamun memiliki toleransi yang berbeda-beda, namun sebagian besar memilki kisaran yang lebar yaitu 10 0/00 – 40 0/00. nilai optimum toleransi lamun terhadap salinitas air laut berkisar pada 35 0/00 (Dahuri et al, 1996).

4. Kecerahan
Pada perairan alami kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan proses fotosintesis. Kebutuhan cahaya yang tinggi bagi lamun untuk fotosintesis terlihat dari sebarannya yang terbatas pada daerah yang masih menerima cahaya matahati. Nilai kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh kandungan lumpur, plankton, dan zat terlarut lainnya (Nybakken, 1988).

5. Substrat
Distribusi organisme di laut bergantung pada tipe substrat yang berbeda-beda. Tipe substrat bergantung pada karakteristik dasar dasar suatu perairan. Odum (1971) mengemukakan bahwa karakteristik dasar perairan mempengaruhi kehidupan di lingkungan perairan. Tipe substrat juga mempengaruhi distribusi horizontal. Sedangkan distribusi vertikal dipengaruhi oleh keadaan dan ukuran granula, luasan daerah dari jenis substrat tertentu, jenis dan bentuk bahan organik yang berasosiasi dengan substrat dan faktor-faktor lingkungan.

6. Oksigen Terlarut
Kelarutan oksigen penting artinya karena sangat mempengaruhi keseimbangan komunitas dan kehidupan organisme di perairan. Selain itu juga mempengaruhi keanekaragaman organisme dalam ekosistem perairan tertentu (Effendi, 2000)

sumber:
Dahuri, R., J. Rais., S.P. Ginting., M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan. Jakarta : Penerbit Pradnya Paramita.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 258 p.
Nontji, A. 1984. Laut Nusantara. Jembatan. Jakarta.
Nybakken, j. 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia
Jakarta.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. 3rd edition. W.B Saunders Company.
Philadelphia.

Ekosistem Mangrove

0

1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar daerahnya adalah berupa laut. Letak strategis Indonesia menjadikan negara ini memiliki kekayaan sumber daya hayati laut yang sangat besar. Namun sampai saat ini kekayaan hayati yang dimiliki masih belum dimanfaatkan secara optimal. Dibutuhkan suatu pengetahuan mendasar tentang ilmu yang mempelajari tentang aspek-aspek kelautan baik secara fisik, biologi, maupun kimia.
Informasi biologi dalam bidang kelautan sangat penting untuk mengolah sumber daya hayati laut secara optimal karena masih banyak dan besarnya potensi sumberdaya laut yang belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu informasi biologi laut tersebut adalah mengenai gambaran tentang kehidupan biota laut .

Pemanfaatan biota laut yang makin hari makin meningkat dibarengi oleh kemajuan pengetahuan tentang kehidupan biologi yang tertampung dalam ilmu pengetahuan alam laut yang dinamakan biologi laut (marine biology). Sedangkan ilmu yang mempelajari hubungan antara biota laut dan lingkungannya dan antara mereka sendiri dinamakan ekologi (ecology). Biota yang ada di laut diantaranya terumbu karang, lamun, dan mangrove yang termasuk perpaduan antara laut dan daratan kata lain perairan payau.
Ekosistem Mangrove.

Hutan Mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai ropis dan sub tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Hutan ini sering pula disebut sebagai hutan pasang karena dipengaruhi oleh pasang surut (Nybakken, 1992).

2.1. Karakteristik Habitat hutan Mangrove
Umumnya mangrove tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir. Daerahnya tergenang air laut secara berkala. Frekuensi genangan menentukan komposisi hutan mangrove. Hutan mangrove menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat, terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air bersalinitas payau (2-22 per mill) hingga asin (mencapai 38 per mil).
Tanah mangrove terdiri dari butiran-butiran kecil. Butiran-butiran lebih kecil daripada pasir halus (<0,25 style="font-weight: bold;">2.2. Struktur Vegetasi dan Daur Hidup Hutan Mangrove

Hutan mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga yang termasuk ke dalam 8 famili (Avicennia, Sonneratia, Rhizopora, Bruguiera, Ceriops, Xilocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegialitis, Snaeda, dan Conocarpus).

Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki kenekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlaj jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, 1 jenis sikas.
Membanjirnya air pasang surut menggenangi substrat dan mempersulit tanaman biasa hidup disini. Tetapi vegetasi mangrove memiliki adaptasi khusus untuk hidup didaerah bersalinitas tinggi. Beberapa bakau memiliki kelenjar garam yang menolong menjaga keseimbangan osmotik dengan mengeluarkan garam. Bakau tertentu (Bruguiera dan Rhizipora) mampu menumbuhkan kecambah selagi menempel pada induk tanpa masa istirahat. Setelah lepas dari induk maka kecambah yang menemukan substrat yang tepat bisa langsung tumbuh.

Tumbuh-tumbuhan mangrove yang khas kebanyakan beradaptasi. Beberapa jenis seperti Avicennia hidup di habitat yang lebih asin sedangkan Nypa fruticans terdapat pada habitat yang berair lebih tawar. Lebih jauh dari vegetasi khas mangrove, terdapat tumbuh-tumbuhan yang hidup di habitat tak asin dan mereka dikenal sebagai sekutu mangrove (mangrove associates), yakni tumbuh-tumbuhan bukan mangrove, tetapi berasosiasi dengan mangrove (Dahuri, 2003).

2.3.Zonasi dan Klasifikasi Hutan Mangrove
Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicinnea sp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia sp yang tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya ddominasi oleh Rhizopora spp, zona ini juga dijumpai Bruguiera spp dan Xilocarpus spp. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan daratan rendah biasa ditumbuhi oleh Nypafruticans, dan beberapa jenis spesies palem lainnya (Nybakken, 1992).

Dahuri (2003), mengklasifikasikan hutan mangrove Indonesia menjadi 4 kelas, yaitu 1) delta, terbentuk di muara sungai yang berkisaran pasang surut rendah, 2) dataran lumpur, terletak di pinggiran pantai, 3) dataran pulau, berbentuk sebuah pulau kecil yang pada waktu surut rendah muncul di atas permukaan air dan, 4) dataran pantai, habitat mangrove yang merupakan jalur sempit memanjang sejajar garis pantai.

2.4. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove
Fungsi mangrove dapat dikategorikan kedalam tiga macam fungsi, yaitu fungsi fisik, fungsi biologis (ekologis) dan fungsi ekonomis. Fungsi fisik diantaranya yaitu menjaga garis pantai dan tebing sungai dari erosi/abrasi agar tetap stabil; mempercepat perluasan lahan; mengendalikan intrusi air laut; melindungi daerah di belakang mangrove dari hempasan gelombang dan angin kencang; dan mengolah limbah organik. Fungsi biologis/ekologis diantaranya yaitu tempat mencari makan (feeding ground), tempat memijah (spawning ground) dan tempat berkembang biak (nursery ground) berbagai jenis ikan, kerang dan biota laut lainnya; tempat bersarang berbagai jenis satwa liar terutama burung; dan sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis diantaranya yaitu hasil hutan berupa kayu; hasil hutan bukan kayu seperti madu, obat-obatan, minuman dan makanan, tanin, dan lain-lain; lahan untuk kegiatan produksi pangan dan tujuan lain (pemukiman, pertambangan, industri, infrastruktur, transportasi, rekreasi dan lain-lain).

Selain itu mangrove memiliki fungsi penting lain seperti peredam gelombang dan angin badai, pelindung dari abrasi, penahan Lumpur dan penahan sediment. Penghasil sejumlah besar detritus dari daun dan pohon mangrove Daerah asuhan, daerah mencari makanan, dan darah pemijahan berbagai jenis ikan, udang, dan biota laut lainnya. Pengahasil kayu dan bahan konstruksi kayu baker, dll. Pemasok larva ikan, udang dan biota laut lainnya dan tempat pariwisata (Romimohtarto dan Juwana, 2001).


2.5. Biota Mangrove
Hewan-hewan yang hidup di ekosistem mangrove berasal dari darat, laut dan air tawar. Beberapa dari sifat adaptasinya berkaitan dengan substrat berlumpur. Ikan mangrove yang khas, yakni ikan gelodog (Periopthalmus spp.) telah mengembangkan sirip untuk meluncur di permukaan lumpur dan air. Matanya dapat digunakan untuk melihat di atas dan di dalam air. Kulitnya digunakan untuk pernapasan tambahan. Kepiting darat yang hidup di sini beradaptasi untuk hidup di darat untuk saat yang lama. Selama di darat, ruang insang yang melindungi insang dijaga sehingga tetap basah agar tetap dapat bernapas. Setiap peiode tertentu ia masuk ke air untuk membasahi ruang insang tadi (Dahuri, 2003).

sumber:
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. PT. Gramedia Pustaka utama. Jakarta.
Nybakken. J.W. 1986. Biologi Laut : suatu Pendekatan Ekologi. [Penerjemah : M.Eidman ; Koesoebiono ; Dietrich ; Hutomo ; dan Sukardjo].PT. gramedia. Jakarta.
Romimohtarto,K dan Sri Juwana. 2001. Biologi laut : Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Jakarta : Djambatan

Senin, 14 Desember 2009

Penyebaran Larva Karang

0

1.1. Latar Belakang
Terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang penting di laut. Untuk ekosistem terumbu karang World Resource Institute (WRI) (2002) mengestimasi bahwa luas terumbu karang di Indonesia adalah sekitar 51.000 km2. Angka ini belum mencakup terumbu karang di wilayah terpencil yang belum dipetakan atau yang berada di perairan agak dalam (inland waters).Jika estimasi ini akurat maka 51% terumbu karang di Asia Tenggara atau 18% terumbu karang di dunia berada di perairan Indonesia.Sebagian besar dari terumbu karang ini bertipe terumbu karang tepi ( fringing reefs) yang berdekatan dengan garis pantai sehingga mudah diakses oleh masyarakat sekitar.Lebih dari 480 jenis karang batu(hard coral) telah didata di wilayah timurIndonesia dan merupakan 60% dari jeniskarang batu di dunia yang telah berhasil dideskripsikan.Keanekaragaman tertinggi ikan karang di dunia juga ditemukan di Indonesia dengan lebih dari 1.650 jenis hanya untuk wilayah Indonesia bagian timur.

Sebagai salah satu ekosistem utama pesisir dan laut, terumbu karang dengan beragam biota asosiatif dan keindahan yangmempesona, memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi.Selain berperan sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat, terumbu karang juga mempunyai nilai ekologis antara lain sebagai habitat, tempat mencari makanan, tempat asuhan dan tumbuh besar serta tempat pemijahan bagi berbagai biota laut. Nilai ekonomis terumbu karangyang menonjol adalah sebagai tempat penangkapan berbagai jenis biota lautkonsumsi dan berbagai jenis ikan hias, bahan konstruksi dan perhiasan, bahan baku farmasi dan sebagai daerah wisata serta rekreasi yang menarik.
Distribusi dari larva karang sangat penting untuk diamati karena berperan besar dalam penyebaran terumbu karang dan kelangsungan hidup karang tersebut. Dalam makalah ini dibahas pola distribusi karang, metode pendistribusian, dan hambatan yang dihadapi.

2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Distribusi karang sangat dipengaruhi faktor-faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi penyebaran larva karang. Faktor-faktor tersebut ada yang berpengaruh positif dan berpengaruh negatif.
Faktor lingkungan yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan larva karang antara lain adalah: arus, sinar matahari, suhu perairan, kejernihan air dan dasar laut keras.Arus berperan sangat penting bagi kehidupan karang. Arus tidak hanya membantu penyebaran larva karang, oksigen dan makanan, melainkan juga menyebarkan air hangat yang sangat diperlukan untuk pengembangan alat reproduksi dan pembuatan kerangka dari kapur bagi karang batu (Wood, 1983). Perairan yang jernih dan sinar matahari erat kaitannya dengan proses fotosintesis zooxanthella yang membantu karang batu dalam pembentukan kerangka dari kapur. Sedangakan dasar keras diperlukan bagi penempelan larva karang batu yang siap membentuk koloninya.
Faktor lingkungan yang berpengaruh negatif atau menghambat bahkan merusak kehidupan larva karang antara lain adalah: bencana alam seperti taupan, gempa, tsunami dan Elnino; faktor antropogenik (yang berasal dari ulah manusia) termasuk sedimentasi, pencemaran laut oleh limbah (domestik dan indistri), akibat kegiatan manusia secara langsung seperti penggunaan bom dan obat beracun untuk menangkap ikan di terumbu karang, penambangan karang dan pemasangan bubu di terumbu karang; faktor biologi seperti adanya predator pemakan polip karang, (Acanthaster planci, Drupella), pathogenic desase (Hughes et al, 1985) dan yang tidak kalah pentingnya dalam masalah pertumbuhan karang ini adalah adanya kompetisi ruang diantara biota bentos di terumbu karang (O.Naim et al, 2000) dan Over fishing (L.L.Cho et al, 2000).Overfishing menyebabkan berkurangnya jenis ikan herbivor yang dapat menimbulkan ledakan populasi makroalgae.
Pengaruh langsung dari sedimentasi terhadap larva karang batu dapat berupa kematian karena terbenam, pengurangan kecepatan tumbuh karena geseran partikel endapan, menghambat proses fotosintesis zooxanthella, berkurangnya kelimpahan dan keanekaragaman jenis, berkurangnya persen tutupan karang hidup dan mengurangi kecepatan pemulihan terumbu karang (Cooper et al, 2000), sedangkan banyaknya nutrisi yang secara terus menerus masuk ke dalam ekosistem terumbu karang dapat menyebakan meningkatnya populasi makroalgae dan phytoplankton dan berkurangnya populasi karang batu (Hunter and Evans, 1995). Endapan juga dapat menghalangi proses penempelan larva karang (coral recruitment) (Babcock et al, 2000).

2.2. Distribusi Larva
Beberapa jenis karang fertilisasi antara gamet jantan dan gamet betina dapat terjadi di luar dan di dalam tubuh induk. Larva karang yang dilepaskan dapat bertahan dalam beberapa jam hingga bulan, karena mempunyai tetes-tetes lemak yang dapaat dipakai sebagai cadangan makanan. Larva yang terbetuk akan berenang-renang sebelum menempel pada substrat tertentu.
Larva bergerak mengapung pada daerah pelagik dan digerakkan oleh arus selama beberapa jam, hari, ataupun beberapa bulan. Larva karang dapat bergerak sampai jarak 1 – 1000 km. Jarak dan pola distribusi larva dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi lama waktu larva mengapung sampai mencapai terumbu, yaitu:
1. Perilaku larva: kecepatan renang dan kemampuan directional.
2. Jangka waktu Larva: sejumlah larva menghabiskan waktu di lautan terbuka tergantung pada spesies larvanya. Antara beberapa jam sampai beberapa bulan dan jangka waktu larva pelagic secara umumnya adalah 28 – 35 hari.
3. Sumber makanan: sejumlah makanan tersedia selama jangka waktu pelagik.
4. Pemangsa: pemangsa mempengaruhi survival saat masa pelagik, kondisi larva, dan laju pertumbuhan.
5. Pengaruh faktor oseanografi lainnya.

Larva planula akan dapat melanjutkan ke tahap penempelan pada dasar perairan bila kondisi substrat mendukung seperti: cukup kokoh tidak ditumbuhi alga, arus cukup untuk adanya makanan , penetrasi cahaya cukup agar zooxanthella bisa tumbuh, dan sedimentasi rendah.
Banyak faktor yang mempengaruhi penyebaran karang di dunia, salah satu faktornya adalah ketahanan hidup dari fase larva karang sehingga mempengaruhi penyebaran yang jauh dan terdapat larva yang hanya bertahan dalam hitungan jam dan menyebar berkembang di dekat induknya.

2.3. Waktu Distribusi
Reproduksi seksual karang karang menghasilkan larva planula yang berenang bebas dan bila larva itu menetap di dasar maka akan berkembang menjadi koloni baru. Karang mencapai dewasa seksual pada usia antara 7-10 tahun. Karang dapat bersifat hermafrodit atau dioecius. Pembuahan umumnya terjadi di dalam gastrovaskuler induk betina, sperma dilepaskan ke dalam air dan akan masuk di dalam ruang gastrovaskuler. Telur-telur yang dibuahi biasanya ditahan sampai perkembangannya mencapai stadium larva planula. Planula dilepaskan dan berenang dalam perairan terbuka untuk waktu yang tidak dapat ditentukan, tetapi mungkin hanya beberapa hari, sebelum menetap dan memulai suatu koloni baru. Bila larva dewasa akan menetap di suatu tempat, larva planula merupakan alat penyebar dari berbagai spesies karang.
Waktu spawning karang menjadi penting karena berkaitan erat dengan kelangsungan kehidupan suatu jenis karang. Kesesuaian waktu spawning dengan kondisi arus samudra saat itu akan menentukan penyebaran larva karang dan distribusi karang. Penentuan waktu spawning suatu jenis karang sangat dipengaruhi oleh proses perkembangan gonad karang pada setiap jenis karang. Perkembangan gonad karang di beberapa wilayah subtropics berlangsung pada kondisi perairan yang hangat, dari musim semi hingga musim panas (Richmond dan Hunter, 1990), sehingga diperkirakan spawning karang di wilayah tropis berlangsung sepanjang tahun. Namun hasil pengamatan di beberapa wilayah menunjukkan bahwa spawning time bervariasi antar wilayah yang berbeda letak lintangnya. Bahkan saat pemijahan karang berbentuk koloni memiliki perbedaan waktu baik antar-populasi, antar-koloni maupun antar bagian/cabang dalam satu koloni.
Spawning karang di Great Barrier Reef-Australia terjadi pada musim semi, sedangkan komunitas karang di Pasifik Tengah, Okinawa dan Laut Merah melakukan spawning pada waktu musim panas (Richmond dan Hunter, 2000). Perbedaan waktu spawning dapat terjadi antar jenis dan lokasi. Sebagaimana hasil studi Edinger et al. (1996) yang melaporkan kejadian spawning karang massal di Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah pada Oktober-Nopember 1995 yang terjadi setelah bulan purnama. Diantara jenis-jenis dari genus Acropora yang memijah adalah Acropora spp, Acropora humilis, A. hyacinthus, A. verwey dan A. echinata. Kejadian ini menegaskan bahwa informasi waktu spawning karang Acropora bersifat tahunan dan berbeda waktunya antara wilayah satu dengan lainnya.
Karang Acropora aspera di Pulau Panjang, Jawa Tengah memperlihatkan musim reproduksi yang berbeda dibanding Acropora di Kep. Karimunjawa. Munasik dan Azhari (2002) menemukan polip karang yang mengandung telur matang berwarna orange di bulan Maret-April. Diperkirakan spawning karang tersebut terjadi pada bulan April. Pengamatan spawning karang di lapangan pada bulan purnama telah dilakukan tetapi tidak mendapatkan hasil. Untuk itu studi tingkah laku spawning karang A. aspera dilakukan di akuarium serta diamati pula perkembangan embrio.

2.4. Metode Penyebaran
Untuk mengetahui cara menyebar dari larva karang, sebelum itu harus diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian dari larva karang. Larva karang adalah larva planula hasil pembentukan secara seksual dari koloni karang, baik itu pembuahan secara internal maupun secara eksternal (Timotius, S. in Biologi Terumbu Karang). Setelah mengenal sedikit tentang larva karang, larva karang memiliki sifat-sifat bawaan sesuai dengan induknya masing-masing antara lain adalah kecepatan renang dan kemampuan menuju ke arah tertentu sesuai dari jenis spesies masing-masing (anonima, 2009).
Dari sifat larva yang diketahui, sehingga dapat diketahui bahwa larva pada jenis karang tertentu akan menempel pada tipe karakteristik perairan tertentu. Misal pada larva yang akan menjadi terumbu karang bertipe massive akan memilih perairan yang memiliki sedimentasi rendah, berbeda dengan terumbu karang yang memiliki brenching lifeform yang dapat hidup di daerah dengan sedimentasi yang cukup tinggi dan umumnya menempel pada substrat yang berbentuk wall ( Dunno, 1982 in Babcock, R. , 2000).

2.5. Manfaat
Karang memiliki kemampuan reproduksi secra seksual maupun secara aseksual. Reproduksi seksual adalah reproduksi yang melibatkan peleburan sperma dan ovum (fertilisasi). Sifat reproduksi ini lebih komplek karena selain terjadi fertilisasi, juga melalui sejumlah tahap lanjutan (pembentukan larva, penempelan baru kemudian pertumbuhan dan pematangan). Perseberan larva yang terbentuk ini akan memberikan dampak terhadap lingkungan, diantaranya adalah jika terdapat daerah terumbu karang yang baru mengalami kerusakan maka akan dapat terkolonisasi dengan cepat jika karang yang bertahan di sekitarnya sering bereproduksi dengan menghasilkan larva yang melekat di sekitar koloni induk (Szmant 1986, Sammarco & Andrews 1988). Selain itu daerah perseberan larva bisa sangat jauh (puluhan atau ratusan meter dari induk) maka persebaran spesies akan semakin merata dan mencapai daerah tertentu sehingga kepunahan dari spesies karang tersebut dapat berkurang. Selain itu larva karang juga dimanfaatkan oleh biota lain sebagai sumber makanan.

sumber:
Anonima. 2009. Larval Dispersal. http://www.reefresilience.org/Toolkit Coral/C5c3 _LarvalDisp.html.(Diunduh tanggal 13 Desember 2009)
Babcock, R. dan L. Smith. 2000. Effect of Sedimentation on Coral Settlement and Survivorship. Prosiding 9th International Coral Reef Symposium. Bali: Indonesia
Cho,L.L. and J.D.Woodley (2000)..Recovery of reefs at Discovery Bay, Jamaica and the role of Diadema antillarum.Proc. 9th International Coral Reef Symposium,Bali, Indonesia 23-27 2000,Vol 1:331-337.
Cooper TF,M.P. Lincoln Smith, J.D.Bell and K.A. Pitt (2000). Assessing the effects of logging on coral reefs in Solomon Island. Proc 9th Intern Coral Reef Symp,Bali,Indonesia 23-27 Oct 2000 Vol 2: 1199-1204.
Hunter CL and Evans CW(1995).Coral Reef in Kaneobe Bay,Wawaii: Two centuries of western influence and two decades of data.Bull Mar Sci 57:501-515.
Naim,O., P.Chaban,T.Done,C.Tourrand and Y.Letourneur ( 2000). Regeneration of reef flat ten years after the impact of the cyclone Firinga (Reunion SW Indian ocean).Proc.9th Coral Reef Symp.Bali,Indonesia 23-27 Oct 2000,Vol 1:54
Sammarco PW, Andrews JC. 1988. Localized dispersal and recruitment in Great Barrier Reef corals: the helix experiment. Science 239:1.422-1.424.
Szmant AM. 1986. Reproductive ecology of Caribbean reef corals. Coral Reefs 5:43-54.
Timotius, Silvianita.____. Biologi Terumbu Karang. http://www.terangi.or.id/ publications/pdf/biologikarang.pdf.(Diunduh tanggal 13 Desember 2009)
Wood,E.M 1983. Corals of the world,Biology and Field guide.255pp.
WRI. 2002. Earthtrends. http://earthtrends.wri.org. Diunduh tanggal 14 Desember 2009


Beberapa Coelenterata yang Berbahaya

Filum coelenterata adalah hewan tingkat rendah yang memiliki nematokist sebagai mekanisme perlindungan diri. Nematokist merupakan sel penyengat yang mengandung racun dan bila terkena dapat menimbulkan sakit hingga kematian. Agar nematokist tidak melukai tubuh coelenterata tersebut, biasanya di bagian tubuh coelenterata menghasilkan lendir yang berfungsi sebagai pelapis tubuh dari sengatan nematokistnya. Lendir inilah yang digunakan clown fish atau lebih dikenal ikan badut atau ikan nemo untuk dapat hidup di anemon.

Berikut adalah jenis-jenis coelenterata yang memiliki bisa atau racun dalam kadar yang tinggi:

Kelas Hidrozoa
Hewan ini berbentuk polip (melekat) dan berkoloni atau berbentuk medusa yang dapat berenang bebas dan soliter. Contoh jenis yang hidup melekat adalah karang api (Milliapora sp.). Hewan ini memiliki kerangka kapur yang keras dan berpori. Bila ditinjau dari ukurannya, ada dua jenis pori yaitu gastropore yang mengandung polip dan lubangnya besar dan dactylopore yang memiliki 5-7 pori-pori kecil yang mengelilingi gastropore. Didalamnya mengandung sel penyengat. Di alam, warna koloni putih kekuning-kuningan dengan bentuk bercabang-cabang. Umumnya ditemukan pada kedalaman 1-5 m.
sumber:www.ultimatereef.net
Jenis hydrozoa yang berenang bebas dan sudah jarang ditemukan adalah kapal perang portugis (Physalia physalis). Jenis ini hanya ditemukan pada musim timur. Bentuk kapal perang portugis yang mengapung (pneumatophore) seperti jengger ayam, warnanya biru tua dengan bagian runcing di ujungnya dan memiliki ukuran 3-12 cm. Sedangkan yang menggantung bentuknya seperti anggur yang mengandung sel penyengat dengan tentakel yang panjang.
sumber:www.geoffschultz.org

Kelas Scyphozoa
Kelas ini memiliki ukuran tubuh paling besar dengan bentuk dewasa berupa medusa yang berenang bebas, sedangkan stadium larvanya melekat di dasar perairan. Contohnya adalah ubur-ubur. Bentuk tubuh ubur-ubur paling atas seperti payung dengan lengan-lengan panjang yang menggatung. Tentakel terletak di sepanjang tepi payung.
Ubur-ubur ditemukan di perairan dangkal. Bila intensitas cahaya terlalu rendah atau terlalu tinggi, ubur-ubur akan mencari perairan yang lebih dalam untuk berlindung. Ubur-ubur akan kembali ke perairan dangkal saat pasang, ombak besar, dan intensitas cahaya sedang (pagi dan sore).
sumber:www.dunialaut.com

Kelas Anthozoa
Hewan-hewan yang masuk ke dalam kelas anthozoa adalah karang batu, karang luak, dan anemon laut. Perbedaan anemon dengan karang dapat dilihat dari ukuran polipnya. Ukuran polip anemon lebih besar dibanding karang batu dan karang lunak. Selain itu, karang hidup secara berkoloni, sedangkan anemon hidup soliter. Tentakel anemon terdapat pada mulut dan dinding tubuhnya.Beberapa anemon mengandung bisa yang beracun yang terkonsentrer pada tentakel. Sengat atau bisa penyengat dari anemon ini mengandung dua jenis protein aktif dan yang lemah, salah satu dari protein ini (yang aktif) tampaknya dapat menghalangi penyaluran ion-ion pada sel-sel saraf mangsanya, sehingga menghentikan sinyal saraf. Kedua protein ini secara bersama-sama berfungsi sinergis dan menyerang daerah sel-sel darah me rah sedemikian rupa dan raksinya seperti pada bisa lebah dan ular (Hadi, 1992).
Anemon tersebar di perairan tropis pada perairan dangkal, terutama terumbu karang. Semua jenis anemon dapat menyerang mangsanya dengan mengeluarkan se penyengat.
sumber:upload.wikimedia.org

sumber:
Hadi, Nurachmad dan Sumadiyo. 1992. Anemon Laut (Coelenterata, Actinaria), Manfaat dan Bahayanya. www.oseanografi.lipi.go.id

Manuputty,Anna E.W, Soekarno, dan M.I. Yosephine Tuti H. 1989. Beberapa Jenis Coelenterata yang Dapat Menghasilkan Toksin, Pengaruhnya Terhadap Manusia, serta Ciri-Ciri Biologinya. Seminar Naional Obat dan Pangan - Kesehatan dari Laut. Fakultas MIPA-UI dan PSIK IPB.

Segitiga Masalembo – The Indonesian “Bermuda Triangle”

10 Votes
Quantcast


masalembo-triangle.gifDua kecelakaan lalulintas pada awal tahun ini sangat memperihatinkan. Yang pertamana kecelakaan lalulintas laut yang menimpa kapal laut Senopati Nusantara, yang kedua kecelakaan Pesawat Adam Air. Keduanya diduga terjadi pada waktu yang berdekatan di kawasan yang sama berdekatan juga di laut Utara Jawa, dan yang satu di seputar Masalembo.

Duapuluh enam tahun yang lalu KM Tampomas II terbakar di laut dan karam pada tanggal 27 Januari 1981. Ah kenapa pada bulan-bulan yang sama ya ? memang bulan-bulan ini merupakan bulan-bulan puncak perubahan musim seantero Indonesia yang kepulauannya berada di sekitar katulistiwa.

Tetapi kenapa kejadian kecelakaan ini di lokasi yang kira-kira sama ?
Ah jangan-jangan barangkali mungkin saja …

Pulau Masalembo sebenarnya sebuah pulau kecil yang berada di ujung Paparan Sunda (hayo masih ingat Paparan Sunda dan Paparan Sahul nggak ?, ini pelajaran SD dulu kan ?). Pulau-pulau kecil ini berada di daerah “pertigaan” laut yaitu laut jawa yang berarah barat timur dan selat Makassar yang memotong berarah utara-selatan.

Pola kedalaman laut di Segitiga Masalembo ini sangat jelas menunjukkan bentuk segitiga yang nyaris sempurna berupa segitiga sama sisi. Lihat gambar dibawah.

masalembo-triangle.gif

Pada peta kedalaman laut atau peta bathymetri diatas dapat dilihat adanya bentuk kepulauan yang berbentuk segitiga. Tinggian yang terdiri beberapa pulau-pulau ini saya sebut sebagai “SEGITIGA MASALEMBO” atau “THE MASALEMBO TRIANGLE“.
Nah, ada apa saja di daerah seputaran Segitiga Masalembo ini. Coba kita buka-buka dikit-dikit ya. Tapi jangan mengharap banyak dari sisi mistisnya, akan lebih banyak saya urai sisi kebumian dan kelautannya saja :D

world-triangle.gif

Pertemuan ARLINDO (Arus Laut Indonesia)

arlindo - Arus Laut Indonesia Indonesian Throughflow (ARLINDO), indicate the relationship between the relationship between ARLINDO and El-Nino Southern Oscillation (ENSO) (Source, Gordon, A., 1998)

Di atas ini digambarkan arus laut di Indonesia, terutama Indonesia Timur. Coba perhatikan arus yang melewati Segitiga Masalembo ini. Pada bagian atas (garis hijau) menunjukkan air laut mengalir dari barat memanjang di Laut Jawa, berupa monsoonal stream atau arus musiman. Arus ini sangat dipengaruhi oleh cuaca dan musim. Sedangkan dari Selat Makassar ada arus lain dari utara yang merupakan thermoklin, atau aliran air laut akibat perbedaan suhu lautan. Kedua arus ini bertemu di sekitar Segitiga Masalembo.

Yah, tentusaja arus ini akan sangat mempengaruhi pelayaran laut disini. Arus musiman ini sangat dipengaruhi juga oleh suhu air laut akibat pemanasan matahari tentusaja. Kalau anda masih inget bahwa lintasan matahari itu bergerak bergeser ke-utara-selatan dengan siklus tahunan. Itulah sebabnya pada bulan-bulan Januari yang merupakan saat perubahan arus musiman (monsoon).

Apa menariknya dari ARLINDO ini ? Arus ini membawa air laut dingin dari Samodra Pasifik ke Samodera Indonesia diduga dengan debit hingga 15 juta meterkubik perdetik !!! Dan hampir keseluruhannya melalui Selat Makassar !

Tentunya aliran air sebesar ini bukan sekedar aliran air saja. Banyak aspek lain yang ikut mengalir dengan aliran air sebanyak itu, misalnya akan terdapat pula aliran ikan-ikan laut, aliran sedimen laut, juga aliran temperatur air. Apa saja efek aliran ini dengan proses kelautannya sendiri ? Wah tentunya banyak sekali

Kalau digambarkan secara mudah barangkali profil selat makassar dapat dilihat seperti dibawah ini.

labani-channel.png

Pada profil dasar selat Makassar diatas terlihat batuan kalimantan dan batuan sulawesi berbeda, kalau masih ingat yang aku tulis tentang pembentukan Patahan-patahan di Jawa di tulisan sebelumnya disini, maka tentunya mudah dimengerti. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan mencolok antara Indonesia barat dengan Indonesia Timur, seperti yg ditulis disini sebelumnya. Kalimantan merupakan bagian dari Paparan Sunda (Indonesia Barat) sedang Sulawesi merupakan bagian dari Indonesia Timur. Nah garis yang membaginya dulu diketemukan oleh Wallace disebut sebagai Garis Wallace (Wallace Line). Garis Wallace ini sebenernya hasil penelitian satwa Indonesia Barat-Timur, namun sebenarnya ada juga implikasi atau manifestasi dari aspek geologis (batuan penyusunnya).

Dari Batuannya kita tahu bahwa dibawah selat makasar ini terdapat tempat yang sangat kompleks geologinya, diatasnya terdapat selat Makassar yang juga memilki karakter khusus di dunia ini dimana mengalirkan air yang sangat besar.

Apa yang terlihat lagi ? Ya tentunya ada aspek meteorologis yang memisahkan antara daerah diatas air dengan daerah diatas daratan yaitu awan. Awan merupakan fenomena khusus yang paling banyak dijumpai diatas daratan. Itulas sebabnya kalau sedang di tengah laut coba tengok ke atas, carilah awan. Awan yang berarak akan lebih banya terdapat di daratan ketimbang di atas lautan seperti gambaran diatas.

sumber www.e-dukasi.netApa lagi selain awan ?
Angin, ya angin juga akan berhembus karena perbedaan tekanan udara panas. Pada malam hari saat bertiupnya angin darat, para nelayan pergi menangkap ikan di laut. Sebaliknya pada siang hari saat bertiupnya angin laut, para nelayan.

Perubahan angin darat laut karena suhu ini berubah dalam siklus harian, namun tentunya ada juga siklus tahunannya atau disebut siklus monsoon. Looh Monsoon, kok sepertinya juga ada monsoonal stream yang ada di Arlindo digambar atas. Ya, memang itulah siklus-siklus arus angin, siklus air itu bertemu bercampur di segitiga Masalembo ini. Runyem kan ?

Seringkali daerah Segitiga Bermuda dihubungkan dengan kondisi magnetisme. Adakah peta magnetik daerah Segitiga Masalembo ini ?

Nah aku beri sekarang peta deklinasi magnetik secara global seperti dibawah ini.

magnetic-field-intensity.gif magnetic-field-declination.gif magnetic-field-declination-change.gif

Tiga peta diatas menunjukkan intesitas magnetik total, peta deklinasi, dan perubahan deklinasi tahunan (sumber NOAA). Kalau tertarik detilnya tinggal di klik saja. Yang dapat dilihat dalam ketiga peta itu adalah, tidak adanya sesuatu yang mencolok baik di Segitiga Bermuda maupun di Segitiga Masalembo. Memang sejak dulu seringkali yang menyatakan adanya keanehan kompas magnetik apabila melalui daerah angker ini. Secara fisik (pengukuran magnetik) tidak terlihat anomali itu. Hanya terlihat bahwa Indonesia secara umum merupakan daerah yang memiliki deklinasi dan iklinasi sangat kecil. Dan merupakan daerah yang memiliki total intensitas magnetik rendah, barangkali karena Indonesia merupakan daerah yang relatif “muda” dibandingkan daerah2 lain.

Kalau dibandingkan dengan Segitiga Bermuda, lokasi Segitiga Masalembo juga tidak menunjukkan keanehannya. Sepertinya keangkeran segitiga Masalembo ini lebih ditentukan oleh faktor gangguan alamiah yang bukan mistis. Yang mungkin paling dominan adalah faktor meteorologis termasuk didalamnya faktor cuaca, termasuk didalamnya angin, hujan, awan, kelembaban air dan suhu udara yang mungkin memang merupakan manifestasi dari konfigurasi batuan serta kondisi geologi, oceaografi serta geografi yang sangat unik.

maslembo-triangle

Kalau memang Masalembo Triangle ini banyak menimbulkan masalah transportasi (lalulintas), tentunya perlu rambu-rambu lalulintas laut yang lebih canggih ditempatkan di lokasi ini. Tetapi bukan berarti zona terlarang masa sih kita tidak boleh melewatinya sepanjang masa. Misalnya mercusuar khusus, penempatan radar pemantau. Juga yang tak kalah penting penelitian saintifik tentang perilaku arus air laut, serta cuaca di daerah ini.

Seamount, Si Gunung Raksasa dibawah laut (1. Proses Terbentuknya)

2 Votes
Quantcast


Tectonic (USGS)

Plate Tectonic (tektonik Lempeng) - USGS (klik untuk memperbesar)

Melanjutkan dongeng sebelumnya disini tentang Seamount atau mudahnya disebut saja gunung laut. Gunung laut ini didunia ada lebih dari 30 000 gunung laut yang ada dibawah samodra. Namun kebanyakan gunung laut ini berupa gunung api yang sudah mati atau sudah tidak aktif lagi.

:( “Pakdhe bagaimana terbentuknya ? Trus di Indonesia ada berapa ?”

:D “Sabar Thole, lah ini dicritain dulu bagaimana terbentuknya gunung2 ini ya “

Terbentuknya Gunung Laut

Secara mudah gambar dibawah ini memperlihatkan bagaimana terbentuknya seamount atau gunung laut. Cara plaing mudah barangkali adalah dengan melihat proses tektonik lempeng (plate tectonic) seperti gambar paling atas itu.

Di Daerah pemekaran samodra terjadi proses keluarnya material dari mantel atas yang keluar seperti keluarnya gelembung air pada saat mendidih. Arus berputarnya ini disebut arus konveksi. Persis arus air ketika merebus air. Kalau merebus air yang keluar itu gelembung udara, tetapi ini yang keluar material dari lapisan mantel atas yang cair.

Yang berwarna merah-biru dibawah ini merupakan kerak samodra. Sedangkan yang hijau disebut kerak benua. Kerak samodra ini selalu bertambah atau bergerak karena ada pembentukan kerak baru pada zona pemekaran samodra.

  • 1. Pada saat keluar tentusaja ada yang berukuran besar dan membentuk sebuah gunung api bawah laut.
  • 2. Gunung api bawah laut ini terbentuk diatas kerak samodra dan terus terbawa oleh kerak samodra menuju zona penunjaman disebelah kanan.
Proses terbentuknya "seamount"

Proses terbentuknya "seamount"

  • 3. Semakin jauh dari zona pemekaran, tentusaja material mantel yang cair dan panas ini kehilangan suhunya. sehingga membentuk seamount atau gunung laut yang seringkali berupa gundukan yang tidak lagi berupa gunung api yang aktif.
  • 4. Ketika mendekati zona penunjaman tentusaja bagian atas dari kerak samodra ini akan bergesekan dengan kerak benua. Gesekan ini menimbulkan panas dan sering menyebabkan batuan pembentuk kerak samodra ini meleleh. Batuan yang meleleh dan cair ini akan keluar membentuk gunung api seperti yang kita lihat di rentetan Gunung Api sepanjang bagiam barat Sumatra, hingga bagian selatan Jawa. Termasuk Gunung Merapi, Semeru dan gunung api yang lain yang masih aktif.

Seamount (gunung laut) kebanyakan sudah tidak berupa gunung api aktif.

Peta penyebaran 'seamount' di dunia

Peta penyebaran 'Seamount' di dunia

Karena biasanya gunung laut itu tidak lagi mendapatkan pasokan panas, maka materialnya tidak lagi berupa material cair panas seperti sumber dapur magma.  Coba bandingkan dengan gunung api di sebelah kanan (pada pinggiran kerak benua) dimana terdapat pasokan material panas hasil gesekan antara kerak samodra dengan kerak benua.

:( “Fyuh … berarti seamount ini aman ngga bakalan meletus ya Pakdhe”

:D “Kebanyakan memang begitu thole. Tetapi kalau saja ada yang terus-terusan mensuply material dari mantle atas ini ya tentusaja akan tetep aktif gunung apinya ini.”

:( “Looh memangnya ada juga Pakdhe ?”

:D “Ada thole, salah satu yang terkenal adalah kepulauan Hawai”.

Dengan demikian keberadaan gunung laut atau seamount ini tidak perlu ditakutkan berlebihan tetapi harus diperhatikan. Atau lebih tepatnya harus ditelaah dan diteliti, dan dimengerti. Hal ini bukan hanya karena kebencanaan, namun juga karena adanya ‘harta diseputar seamount ini !

Dimana saja Gunung laut (Seamount) disekitar Indonesia ?

Sebenernya banyak sekali seamount yang ada di sekitar Indonesia. Yang terkenal adalah yang berada disebelah selatan Jawa. Salah satu gunungnya ada yang muncul kepermukaan membentuk Pulau Krismas, atau Pulau Natal atau Christmas Island. Pulau ini sangat terkenal sebagai tujuan wisata. Daerah Pulau Natal ini memang tidak termasuk teritorial Indonesia, bahkan masuk Australia.

Crismas Island, kompleks gunung laut di selatan Jawa

Crismas Island, kompleks gunung laut di selatan Jawa

Pulau Natal atau Chrismas Island, merupakan sebuah kompleks gunung laut (seamount) yang sangat besar.  Kompleks Gunung Laut ini memiliki arti khusus dalam proses alam baik keberagaman biologi maupun fisik.

sumber http://esciencenews.com/Daerah dangkal dikelilingi lautan dalam ini sering merupakan daerah berkumpulnya ikan-ikan laut karena daerah ini seringkali ditumbuhi karang-karang karena airnya jernih, jauh dari populasi manusia sehingga jauh dari sampah dan polusi. Dengan demikian perlu penelitian khusus untuk mengetahui biodiversity (keberagaman hayati) di lingkungan kompleks gunung laut ini. Keberadaan biodiversity (keberagaman hayati) diseputar gunung laut ini ada harta berupa ikan dan karang yang harus dijaga lingkungannya.

Selain itu gunung laut ini bentuknya sangat tidak merata, sehingga ketika kerak samodra ini menabrak kerak benua, maka akan terjadi ganjalan. Nah ganjalan ini menjadikan proses gempa yang unik.

Gerak Air Laut

A.
Gerak Air Laut
Ada 3 gerakan air laut yang akan kita bahas yaitu: arus laut, gelombang laut, dan pasang surut air laut.
1.
Arus Laut
Arus laut (sea current) adalah gerakan massa air laut dari satu tempat ke tempat lain baik secara vertikal (gerak ke atas) maupun secara horizontal (gerakan ke samping). Contoh-contoh gerakan itu seperti gaya coriolis, yaitu gaya yang membelok arah arus dari tenaga rotasi bumi. Pembelokan itu akan mengarah ke kanan di belahan bumi utara dan mangarah ke kiri di belahan bumi selatan. Gaya ini yang mengakibatkan adanya aliran gyre yang searah jarum jam (ke kanan) pada belahan bumi utara dan berlawanan dengan arah jarum jam di belahan bumi selatan. Perubahan arah arus dari pengaruh angin ke pengaruh gaya coriolis dikenal dengan spiral ekman.

Menurut letaknya arus dibedakan menjadi dua yaitu arus atas dan arus bawah. Arus atas adalah arus yang bergerak di permukaan laut. Sedangkan arus bawah adalah arus yang bergerak di bawah permukaan laut.
Faktor pembangkit arus permukaan disebabkan oleh adanya angin yang bertiup diatasnya. Tenaga angin memberikan pengaruh terhadap arus permukaan (atas) sekitar 2% dari kecepatan angin itu sendiri. Kecepatan arus ini akan berkurang sesuai dengan makin bertambahnya kedalaman perairan sampai pada akhirnya angin tidak berpengaruh pada kedalaman 200 meter.

Oleh karena dibangkitkan angin, arah arus laut permukaan (atas) mengikuti arah angin yang ada. Khususnya di Asia Tenggara karena arah angin musim sangat kentara perubahannya antara musim barat dan musim timur maka arus laut permukaan juga banyak dipengaruhinya. Arus musim barat ditandai oleh adanya aliran air dari arah utara melalui laut Cina bagian atas, laut Jawa, dan laut Flores. Adapun pada musim timur sebaliknya mengalir dari arah selatan.


Selain pergerakan arah arus mendatar, angin dapat menimbulkan arus air vertikal yang dikenal dengan upwelling dan sinking di daerah-daerah tertentu. Proses upwelling adalah suatu proses massa air yang didorong ke atas dari kedalaman sekitar 100 sampai 200 meter. Angin yang mendorong lapisan air permukaan mengakibatkan kekosongan di bagian atas, akibatnya air yang berasal dari bawah menggantikan kekosongan yang berada di atas. Oleh karena air yang dari kedalaman lapisan belum berhubungan dengan atmosfer, maka kandugan oksigennya rendah dan suhunya lebih dingin dibandingkan dengan suhu air permukaan lainnya.

Walaupun sedikit oksigen, arus ini mengandung larutan nutrien seperti nitrat dan fosfat sehingga cederung mengandung banyak fitoplankton. Fitoplankton merupakan bahan dasar rantai makanan di lautan, dengan demikian di daerah upwelling umumnya kaya ikan.

Gejala upwelling dapat dipantau oleh satelit cuaca NOAA dan dijadikan sebagai tanda akan dimulainya musim panen ikan 14 hari setelah upwelling terjadi. Bagi nelayan modern dapat memanfaatkan informasi NOAA untuk persiapan panen. Pencurian ikan di berbagai laut di Indonesia umumnya para pencuri memantau gejala upwelling. Pada saat upwelling mereka pura-pura mencari ikan di daerah yang jauh dari perairan laut.

Gb. 6. Daerah air naik (upwelling) di Indonesia

Akan tetapi 14 hari kemudian mereka meluncur dengan kekuatan penuh menuju perairan Indonesia. Dengan gesit mereka mengeruk ikan yang lagi banyak-banyaknya. Mereka lolos dari pengejaran patroli perairan Indonesia karena perlengkapan kita belum dapat melacak keberadaan mereka.

Sinking merupakan proses kebalikan dari upwelling, yaitu gerakan air yang tenggelam ke arah bawah di perairan pantai. Agar Anda lebih jelas perhatikan perbedaan gambar gerakan upwelling dan sinking.

Gb.7. (a) Daerah upwelling (b) Daerah sinking

Berikut ini adalah persebaran arus laut di dunia, coba Anda perhatikaan nama-nama arus yang terdapat di samudra-samudra, dan perhatikan pula arah gerakannya dibelahan bumi utara dan belahan bumi selatan berbeda!


a. Di Samudera Pasifik


1) Di sebelah utara khatulistiwa

(a)
Arus Khatulistiwa Utara, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke arah barat sejajar dengan garis khatulistiwa dan ditimbulkan serta didorong oleh angin pasat timur laut.
(b)
Arus Kuroshio, merupakan lanjutan arus khatulistiwa utara karena setelah sampai di dekat Kepulauan Filipina, arahnya menuju ke utara. Arus ini merupakan arus panas yang mengalir dari utara Kepulauan Filipina, menyusur sebelah timur Kepulauan Jepang dan terus ke pesisir Amerika Utara (terutama Kanada). Arus ini didorong oleh angin barat.
(c)
Arus Kalifornia, mengalir di sepanjang pesisir barat Amerika Utara ke arah selatan menuju ke khatulistiwa. Arus ini merupakan lanjutan arus kuroshio, termasuk arus menyimpang (pengaruh daratan) dan arus dingin.
(d)
Arus Oyashio, merupakan arus dingin yang didorong oleh angin timur dan mengalir dari selat Bering menuju ke selatan dan berakhir di sebelah timur Kepulauan Jepang karena ditempat ini arus tersebut bertemu dengan arus Kuroshio (terhambat oleh kuroshio). Di tempat pertemuaan arus dingin Oyashio dengan arus panas Kuroshio terdapat daerah perikanan yang kaya, sebab plankton-plankton yang terbawa oleh arus Oyashio berhenti pada daerah pertemuaan arus panas Kuroshio yang hangat dan tumbuh subur.


2) Di sebelah selatan khatulistiwa

(a)
Arus Khatulistiwa Selatan, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke barat sejajar dengan garis khatulistiwa. Arus ini ditimbulkan atau didorong oleh angin pasat tenggara.
(b)
Arus Humboldt atau Arus Peru, merupakan lanjutan dari sebagian arus angin barat yang mengalir di sepanjang barat Amerika Selatan menyusur ke arah utara. Arus ini merupakan arus menyimpang serta didorong oleh angin pasat tenggara dan termasuk arus dingin.
(c)
Arus Australia Timur, merupakan lanjutan arus khatulistiwa selatan yang mengalir di sepanjang pesisir Australia Timur dari arah utara ke selatan (sebelah timur Great Barrier Reef).
(d)
Arus Angin Barat, merupakan lanjutan dari sebagian arus Australia timur yang mengalir menuju ke timur (pada lintang 30 ° - 40 °LS) dan sejajar dengan garis ekuator. Arus ini didorong oleh angin barat.



b. Di Samudera Atlantik

1) Di sebelah utara khatulistiwa

(a)
Arus Khatulistiwa Utara, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke barat sejajar dengan garis khatulistiwa. Arus ini ditimbulkan dan didorong angin pasat timur laut.
(b)
Arus Teluk Gulfstream, merupakan arus menyimpang yang segera diperkuat oleh dorongan angin besar dan merupakan arus panas. Arus khatulistiwa utara (ditambah dengan sebagian arus khatulistiwa selatan) semula masuk ke Laut Karibia terus ke Teluk Mexiko dan keluar dari teluk ini melalui Selat Florida(sebagai Arus Florida). Arus Florida yang segera bercampur dengan Arus Antillen merupakan arus besar yang mengalir di sepanjang pantai timur Amerika Serikat ke arah Timur. Arus inilah yang disebut arus teluk sebab sebagian dari arus ini keluar dari teluk Meksiko.
(c)
Arus Tanah Hijau Timur atau Arus Greenland Timur, merupakan arus dingin yang mengalir dari laut Kutub Utara ke selatan menyusur pantai timur Tanah Hijau. Arus ini didorong oleh angin timur (yang berasal dari daerah kutub).
(d)
Arus Labrador, berasal dari laut Kutub Utara yang mengalir ke selatan menyusuri pantai timur Labrador. Arus ini didorong oleh angin timur dan merupakan arus dingin, yang pada umumnya membawa “gunung es” yang ikut dihanyutkan.
(e)
Arus Canari, merupakan arus menyimpang dan termasuk arus dingin. Arus ini merupakan lanjutan sebagian arus teluk yang mengubah arahnya setelah pengaruh daratan Spanyol dan mengalir ke arah selatan menyusur pantai barat Afrika Utara.
2) Di sebelah selatan khatulistiwa

(a)
Arus Khatulistiwa Selatan, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke barat, sejajar dengan garis khatulistiwa. Sebagian dari arus ini masuk ke utara (yang bersama-sama dengan arus Khatulistiwa Utara ke Laut Karibia) sedangkan yang sebagian lagi membelok ke selatan. Arus ini ditimbulkan dan didorong oleh angin pasat tenggara.
(b)
Arus Brazilia, merupakan lanjutan dari sebagian arus angin barat yang mengalir ke arah selatan menyusuri pantai timur Amerika Selatan (khususnya Brazilia). Arus ini termasuk arus menyimpang dan merupakan arus panas.
(c)
Arus Benguela, merupakan lanjutan dari sebagian arus angin barat, yang mengalir ke arah utara menyusuri pantai barat Afrika Selatan. Arus ini merupakan arus dingin, yang akhirnya kembali menjadi Arus Khatulistiwa Selatan.
(d)
Arus Angin Barat, merupakan lanjutan dari sebagian Arus Brazilia yang mengalir ke arah timur (pada lintang 30o - 40oLS) sejajar dengan garis ekuator. Arus ini didorong oleh angin barat dan merupakan arus dingin.



c. Di Samudera Hindia

1)
Di sebelah utara khatulistiwa
Arus laut samudera ini keadaannya berbeda dengan samudera lain, sebab arah gerakan arus tak tetap dalam setahun melainkan berganti arah dalam ½ tahun, sesuai dengan gerakan angin musim yang menimbulkannya. Arus-arus tersebut adalah sebagai berikut.

(a)
Arus Musim Barat Daya, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke timur menyusuri Laut Arab dan Teluk Benguela. Arus ini ditimbulkan dan didorong oleh angin musim barat daya. Arus ini berjalan kurang kuat sebab mendapa hambatan dari gerakan angin pasat timur laut.
(b)

Arus Musim Timur Laut, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke barat menyusuri Teluk Benguela dan Laut Arab. Arus ini ditimbulkan dan didorong oleh angin musim timur laut. Arus yang terjadi bergerak agak kuat sebab di dorong oleh dua angin yang saling memperkuat, yaitu angin pasat timur laut dan angin musim timur laut.

2) Di sebelah selatan khatulistiwa

(a)
Arus Khatulistiwa Selatan, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke barat sejajar dengan garis khatulistiwa yang nantinya pecah menjadi dua (Arus Maskarena dan Arus Agulhas setelah sampai di timur Madagaskar). Arus ini ditimbulkan dan didorong oleh angin pasat tenggara.
(b)
Arus Maskarena dan Arus Agulhas, merupakan arus menyimpang dan merupakan arus panas. Arus ini juga merupakan lanjutan dari pecahan Arus Khatulistiwa Selatan. Arus Maskarena mengalir menuju ke selatan, menyusuri pantai Pulau Madagaskar Timur. Arus Agulhas juga mengalir menuju ke selatan menyusuri pantai Pulau Madagaskar Barat.
(c)
Arus Angin Barat, merupakan lanjutan dari sebagian arus angin barat, yang mengalir ke arah utara menyusur pantai barat Benua Australia. Arus ini termasuk arus menyimpang dan merupakan arus dingin yang akhirnya kembali menjadi Arus Khatulistiwa Selatan. Gambar 8 memberikan ilustrasi gerakan arus-arus laut di samudera-samudera.

2.
Gelombang Laut
Gelombang laut atau ombak merupakan gerakan air laut yang paling umum dan mudah kita amati. Helmholts menerangkan prinsip dasar terjadinya gelombang laut sebagai berikut :
“Jika ada dua massa benda yang berbeda kerapatannya (densitasnya) bergesekan satu sama lain, maka pada bidang gerakannya akan terbentuk gelombang”.
Gelombang terjadi karena beberapa sebab, antara lain:

a.
Karena angin. Gelombang terjadi karena adanya gesekan angin di permukaan, oleh karena itu arah gelombang sesuai dengan arah angin.

b.
Karena menabrak pantai. Gelombang yang sampai ke pantai akan terjadi hempasan dan pecah. Air yang pacah itu akan terjadi arus balik dan membentuk gelombang, oleh karena itu arahnya akan berlawanan dengan arah datangnya gelombang

c.

Karena gempa bumi. Gelombang laut terjadi karena adanya gempa di dasar laut. Gempa terjadi karena adanya gunung laut yang meletus atau adanya getaran/pergeseran kulit bumi di dasar laut. Gelombang yang ditimbulkan biasanya besar dan disebut dengan gelombang “tsunami”. Contoh ketika Gunung Krakatau meletus 1883, menyebabkan terjadinya gelombang tsunami yang banyak menimbulkan kerugian.

Gerakan permukaan gelombang dapat dikelompokan sebagai berikut:
a.
Gerak osilasi, yaitu gerak gelombang akibat molekul air bergerak melingkar. Gerak osilasi biasanya terjadi di laut lepas, yaitu pada bagian laut dalam. Adanya gelombang dibangkitkan oleh kecepatan angin, lamanya angin bertiup, luas daerah yang ditiup angin (fetch), dan kedalaman laut. Gelombang ini memiliki tinggi dan lembah gelombang. Puncak gelombang akan pecah di dekat pantai yang disebut breaker atau gelora.
b.
Gerak translasi, yaitu gelombang osilasi yang telah pecah lalu seperti memburu garis pantai, bergerak searah dengan gerak gelombang tanpa diimbangi gerakan mundur. Gelombang ini tidak memiliki puncak dan lembah yang kemucian dikenal dengan istilah surf. Gelombang ini dimanfaatkan untuk olah raga surfing.
c.
Gerak swash dan back swash berbentuk gelombang telah menyentuh garis pantai. Kedatangan gelombang disebut swash, sedangkan ketika kembali disebut back swash.

Gambar 9. Bagian-bagian dari gelombang

Keterangan :
a. Gelombang osilasi
b. Gelora (surf atau breaker)
c. Gelombang translasi
d. Swash
e. Back swash
f. Arus dasar




3.
Pasang surut air laut (ocean ride)
Pasang naik dan pasang surut merupakan bentuk gerakan air laut yang terjadi karena pengaruh gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi. Hal ini didasarkan pada hukum Newton yang berbunyi :
“Dua benda akan terjadi saling tarik menarik dengan kekuatan yang berbanding terbalik dengan pangkat dua jaraknya”.
Berdasarkan hukum tersebut berarti makin jauh jaraknya makin kecil daya tariknya, karena jarak dari bumi ke matahari lebih jauh dari pada jarak ke bulan, maka pasang surut permukaan air laut lebih banyak dipengaruhi oleh bulan.

Ada dua macam pasang surut :


1)

Pasang Purnama, ialah peristiwa terjadinya pasang naik dan pasang surut tertinggi (besar). Pasang besar terjadi pada tanggal 1 (berdasarkan kalender bulan)dan pada tanggal 14 (saat bulan purnama). Pada kedua tanggal tersebut posisi bumi-bulan-matahari berada pada satu garis (konjungsi) sehingga kekuatan gaya tarik bulan dan matahari berkumpul menjadi satu menarik permukaan bumi. Permukaan bumi yang menghadap ke bulan mengalami pasang naik besar.

Gb. 10. (a) Pasang purnama (Bumi-Bulan-Matahari sejajar pada satu garis lurus pada saat bulan baru), (b) Pasang purnama (Bumi-Bulan-Matahari sejajar pada satu garis lurus pada saat bulan purnama)

2)

Pasang Perbani, ialah peristiwa terjadinya pasang naik dan pasang surut terendah (kecil). Pasang kecil ini terjadi pada tanggal 7 dan 21 kalender bulan. Pada kedua tanggal tersebut posisi matahari – bulan – bumi membentuk susut 90 °. Gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi berlawanan arah sehingga kekuatannya menjadi berkurang (saling melemahkan)

Gambar 11. Pasang Perbani

Apa maksudnya zaman es? Apakah itu berarti kita tinggal di permukaan Bumi yang tertutup es? Yuk, kita intip rahasia zaman es…

Aliran Arus Panas dan Arus Dingin

Aliran Arus Panas dan Arus Dingin

Kamu ingat, kan, planet Bumi itu bulat dan berputar seperti gasing? Hihihi… saat mengitari Matahari, Bumi kadang mengangguk-angguk. Kadang Bumi juga condong mendekati Matahari seperti hormat. Di lain waktu, Bumi malah condong menjauhi Matahari. Gerakan Bumi yang condong mendekati Matahari atau menjauhi Matahari ini disebut presesi Bumi.

Uniknya, presesi Bumi butuh waktu 23.000 tahun. Wah, lama sekali, ya? Apa Bumi nggak capek membungkuk hormat ke Matahari selama itu? Hihihi… tentu saja, Bumi harus melakukan presesi pelan-pelan. Kalau Bumi terlalu cepat membungkuk, bisa-bisa manusia terlempar dari planet Bumi, kan?

Namun, meskipun pelan, presesi Bumi menyebabkan perubahan dahsyat di Bumi. Misalnya, ketika Bumi menjauhi Matahari, sinar Matahari ke Bumi jadi lebih sedikit. Bumi jadi dingin. Akibatnya, permukaan bumi banyak tertutup es. Kecuali di daerah khatulistiwa.

Peristiwa permukaan Bumi tertutup es sampai lama disebut zaman es. Sampai saat ini Bumi telah mengalami banyak sekali zaman es. Zaman es itu ada yang berlangsung selama ratusan ribu tahun.

Saat ini kita hidup di zaman es. Tepatnya, kita hidup di zaman es kecil. Ssst, suhu udara Bumi saat ini lebih sejuk dibandingkan suhu udara zaman dinosaurus. Ya, suhu udara Bumi panas pada zaman dinosaurus.

Apakah suhu Bumi akan panas seperti zaman dinosaurus? Hmmm, saat ini perubahan suhu Bumi masih teka-teki. Sebagian ilmuwan menduga, Bumi akan mengalami zaman es lagi. Lo, kok bisa? Bukannya udara Bumi makin panas gara-gara global warming?

Ternyata zaman es punya rahasia. Global warming menyebabkan es di kutub utara mencair. Rasa air es ini tawar. Air tawar lalu masuk ke laut kutub utara. Laut kutub utara jadi kurang asin.

Selama ini laut kutub utara lebih asin daripada laut khatulistiwa. Agar air hangat dari khatulistiwa dapat mengalir ke laut kutub utara. Nah, jika tidak ada perbedaan asin lagi, maka air hangat berhenti mengalir ke kutub utara.

Ini berbahaya sekali. Kutub utara berubah lebih dingin lagi. Udara bumi pun jadi lebih dingin. Akibatnya, suhu turun lebih tebal. Musim dingin jadi lebih lama. Bahkan, tidak ada musim panas! Permukaan es di kutub utara pun meluas. Bisa sampai Skotlandia, Inggris, Jerman, dan Amerika Utara. Bumi bisa mengalami zaman es lagi gara-gara global warming. Wah…

Apakah enak hidup di zaman es? Tidak. Tanaman akan sulit tumbuh di padang es. Tanpa tanaman, tidak ada makanan. Biasanya makhluk hidup akan pindah ke tempat hangat.

Kapan zaman es akan terjadi lagi? Secara alami, siklus zaman es butuh waktu puluhan ribu tahun. Namun, jika global warming tidak dicegah, zaman es bisa datang lebih cepat. Mungkin ratusan tahun mendatang. Sebelum zaman es datang, Bumi akan mengalami badai selama 40 tahun!

 

Air Laut yang Selalu Bergerak

BUMI kita dikelilingi oleh dua lautan yang sangat luas, lautan udara dan lautan air. Keduanya berada dalam keadaan bergerak yang tetap, dibangkitkan oleh energi dari matahari dan gaya gravitasi Bumi. Gerakan-gerakan mereka saling berhubungan. Angin memberikan energinya ke permukaan laut sehingga menghasilkan arus laut, dan arus laut membawa energi panas dari satu lokasi ke lokasi lainnya, mengubah pola temperatur permukaan Bumi dan juga mengubah sifat-sifat fisis udara di atasnya.

Di laut terbuka, air laut digerakan oleh dua sistem angin. Di dekat khatulistiwa, angin pasat (trade wind) menggerakkan permukaan air ke arah barat. Sementara itu, di daerah lintang sedang (temperate), angin barat (westerlies wind) menggerakkan kembali permukaan air ke timur. Akibatnya di samudera-samudera akan ditemukan sebuah gerakan permukaan air yang “membundar”. Di belahan bumi utara, angin ini membangkitkan arus yang bergerak searah jarum jam, sementara itu di belahan bumi selatan dia bergerak berlawanan arah jarum jam.

Arus laut, baik yang di permukaan maupun di kedalaman, berperan dalam iklim di Bumi dengan cara menggerakkan air dingin dari kutub ke daerah tropis dan sebaliknya. Sistem arus global yang mempengaruhi iklim di Bumi ini biasa disebut sebagai Great Ocean Conveyor Belt atau dalam bahasa Indonesia biasa disebut sebagai “Sabuk Arus Laut Dunia”.

Air laut selalu dalam keadaan bergerak. Arus laut bergerak tak ubahnya arus di sungai, gelombang laut bergerak dan menabrak pantai, dan gaya gravitasi bulan dan matahari mengakibatkan naik turunnya air laut dan biasa disebut sebagai fenomena pasang-surut laut. Arus laut tercipta karena adanya pemanasan di beberapa bagian Bumi oleh radiasi sinar matahari. Air yang lebih hangat akan “mengembang”, membuat sebuah kemiringan (slope) terhadap daerah sekitarnya yang lebih dingin, dan akibatnya air hangat tersebut akan mengalir ke arah yang lebih rendah yaitu ke arah kutub yang lebih dingin daripada ekuator.

Berikut ini adalah persebaran arus laut di dunia,

a. Di Samudera Pasifik

1) Di sebelah utara khatulistiwa

(a) Arus Khatulistiwa Utara, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke arah barat sejajar dengan garis khatulistiwa dan ditimbulkan serta didorong oleh angin pasat timur laut.

(b) Arus Kuroshio, merupakan lanjutan arus khatulistiwa utara karena setelah sampai di dekat Kepulauan Filipina, arahnya menuju ke utara. Arus ini merupakan arus panas yang mengalir dari utara Kepulauan Filipina, menyusur sebelah timur Kepulauan Jepang dan terus ke pesisir Amerika Utara (terutama Kanada). Arus ini didorong oleh angin barat.

(c) Arus Kalifornia, mengalir di sepanjang pesisir barat Amerika Utara ke arah selatan menuju ke khatulistiwa. Arus ini merupakan lanjutan arus kuroshio, termasuk arus menyimpang (pengaruh daratan) dan arus dingin.

(d) Arus Oyashio, merupakan arus dingin yang didorong oleh angin timur dan mengalir dari selat Bering menuju ke selatan dan berakhir di sebelah timur Kepulauan Jepang karena ditempat ini arus tersebut bertemu dengan arus Kuroshio (terhambat oleh kuroshio). Di tempat pertemuaan arus dingin Oyashio dengan arus panas Kuroshio terdapat daerah perikanan yang kaya, sebab plankton-plankton yang terbawa oleh arus Oyashio berhenti pada daerah pertemuaan arus panas Kuroshio yang hangat dan tumbuh subur.

2) Di sebelah selatan khatulistiwa

(a) Arus Khatulistiwa Selatan, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke barat sejajar dengan garis khatulistiwa. Arus ini ditimbulkan atau didorong oleh angin pasat tenggara.

(b) Arus Humboldt atau Arus Peru, merupakan lanjutan dari sebagian arus angin barat yang mengalir di sepanjang barat Amerika Selatan menyusur ke arah utara. Arus ini merupakan arus menyimpang serta didorong oleh angin pasat tenggara dan termasuk arus dingin.

(c) Arus Australia Timur, merupakan lanjutan arus khatulistiwa selatan yang mengalir di sepanjang pesisir Australia Timur dari arah utara ke selatan (sebelah timur Great Barrier Reef).

(d) Arus Angin Barat, merupakan lanjutan dari sebagian arus Australia timur yang mengalir menuju ke timur (pada lintang 30 derajat – 40 derajat LS) dan sejajar dengan garis ekuator. Arus ini didorong oleh angin barat.

b. Di Samudera Atlantik

1) Di sebelah utara khatulistiwa

(a) Arus Khatulistiwa Utara, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke barat sejajar dengan garis khatulistiwa. Arus ini ditimbulkan dan didorong angin pasat timur laut.

(b) Arus Teluk Gulfstream, merupakan arus menyimpang yang segera diperkuat oleh dorongan angin besar dan merupakan arus panas. Arus khatulistiwa utara (ditambah dengan sebagian arus khatulistiwa selatan) semula masuk ke Laut Karibia terus ke Teluk Mexiko dan keluar dari teluk ini melalui Selat Florida (sebagai Arus Florida). Arus Florida yang segera bercampur dengan Arus Antillen merupakan arus besar yang mengalir di sepanjang pantai timur Amerika Serikat ke arah timur. Arus inilah yang disebut arus teluk sebab sebagian dari arus ini keluar dari teluk Meksiko.

(c) Arus Tanah Hijau Timur atau Arus Greenland Timur, merupakan arus dingin yang mengalir dari laut Kutub Utara ke selatan menyusur pantai timur Tanah Hijau. Arus ini didorong oleh angin timur (yang berasal dari daerah kutub).

(d) Arus Labrador, berasal dari laut Kutub Utara yang mengalir ke selatan menyusuri pantai timur Labrador. Arus ini didorong oleh angin timur dan merupakan arus dingin, yang pada umumnya membawa ”gunung es” yang ikut dihanyutkan.

(e) Arus Canari, merupakan arus menyimpang dan termasuk arus dingin. Arus ini merupakan lanjutan sebagian arus teluk yang mengubah arahnya setelah pengaruh daratan Spanyol dan mengalir ke arah selatan menyusur pantai barat Afrika Utara.

2) Di sebelah selatan khatulistiwa

(a) Arus Khatulistiwa Selatan, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke barat, sejajar dengan garis khatulistiwa. Sebagian dari arus ini masuk ke utara (yang bersama-sama dengan arus Khatulistiwa Utara ke Laut Karibia) sedangkan yang sebagian lagi membelok ke selatan. Arus ini ditimbulkan dan didorong oleh angin pasat tenggara.

(b) Arus Brazilia, merupakan lanjutan dari sebagian arus angin barat yang mengalir ke arah selatan menyusuri pantai timur Amerika Selatan (khususnya Brazilia). Arus ini termasuk arus menyimpang dan merupakan arus panas.

(c) Arus Benguela, merupakan lanjutan dari sebagian arus angin barat, yang mengalir ke arah utara menyusuri pantai barat Afrika Selatan. Arus ini merupakan arus dingin, yang akhirnya kembali menjadi Arus Khatulistiwa Selatan.

(d) Arus Angin Barat, merupakan lanjutan dari sebagian Arus Brazilia yang mengalir ke arah timur (pada lintang 30 derajat – 40 derajat LS) sejajar dengan garis ekuator. Arus ini didorong oleh angin barat dan merupakan arus dingin.

c. Di Samudera Hindia

1) Di sebelah utara khatulistiwa

Arus laut samudera ini keadaannya berbeda dengan samudera lain, sebab arah gerakan arus tak tetap dalam setahun melainkan berganti arah dalam 1/2 tahun, sesuai dengan gerakan angin musim yang menimbulkannya. Arus-arus tersebut adalah sebagai berikut.

(a) Arus Musim Barat Daya, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke timur menyusuri Laut Arab dan Teluk Benguela. Arus ini ditimbulkan dan didorong oleh angin musim barat daya. Arus ini berjalan kurang kuat sebab mendapat hambatan dari gerakan angin pasat timur laut.

(b) Arus Musim Timur Laut, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke barat menyusuri Teluk Benguela dan Laut Arab. Arus ini ditimbulkan dan didorong oleh angin musim timur laut. Arus yang terjadi bergerak agak kuat sebab di dorong oleh dua angin yang saling memperkuat, yaitu angin pasat timur laut dan angin musim timur laut.

2) Di sebelah selatan khatulistiwa

(a) Arus Khatulistiwa Selatan, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke barat sejajar dengan garis khatulistiwa yang nantinya pecah menjadi dua (Arus Maskarena dan Arus Agulhas setelah sampai di timur Madagaskar). Arus ini ditimbulkan dan didorong oleh angin pasat tenggara.

(b) Arus Maskarena dan Arus Agulhas, merupakan arus menyimpang dan merupakan arus panas. Arus ini juga merupakan lanjutan dari pecahan Arus Khatulistiwa Selatan. Arus Maskarena mengalir menuju ke selatan, menyusuri pantai Pulau Madagaskar Timur. Arus Agulhas juga mengalir menuju ke selatan menyusuri pantai Pulau Madagaskar Barat.

(c) Arus Angin Barat, merupakan lanjutan dari sebagian arus angin barat, yang mengalir ke arah utara menyusur pantai barat Benua Australia. Arus ini termasuk arus menyimpang dan merupakan arus dingin yang akhirnya kembali menjadi Arus Khatulistiwa Selatan. (iah/berbagai sumber)

Make a Free Website with Yola.