Geografi merupakan pengetahuan yang mempelajarai fenomena
geosfer dengan menggunakan pendekatan keruangan, kelingkungan, dan
kompleks wilayah. Berdasarkan definisi geografi tersebut ada dua hal
penting yang perlu dipahami, yaitu:
Mendasarkan pada obyek material ini, geografi belum dapat
menunjukan jati dirinya. Sebab, disiplin ilmu lain juga memiliki obyek
yang sama. Perbedaan geografi dengan disiplin ilmu lain terletak pada
pendekatannya. Sejalan dengan hal itu Hagget (1983) mengemukakan tiga
pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Keruangan
Pendekatan
keruangan merupakan suatu cara pandang atau kerangka analisis yang
menekankan eksistensi ruang sebagai penekanan. Eksisitensi ruang dalam
perspektif geografi dapat dipandang dari struktur (spatial structure),
pola (spatial pattern), dan proses (spatial processess) (Yunus, 1997).
Dalam
konteks fenomena keruangan terdapat perbedaan kenampakan strutkur, pola
dan proses. Struktur keruangan berkenaan dengan dengan elemen-elemen
penbentuk ruang. Elemen-elemen tersebut dapat disimbulkan dalam tiga
bentuk utama, yaitu: (1) kenampakan titik (point features), (2)
kenampakan garis (line features), dan (3) kenampakan bidang (areal
features).
Kerangka kerja analisis pendekatan keruangan bertitik
tolak pada permasalahan susunan elemen-elemen pembentuk ruang. Dalam
analisis itu dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai
berikut.
1. What? Struktur ruang apa itu?
2. Where? Dimana
struktur ruang tersebut berada?
3. When? Kapan struktur ruang
tersebut terbentuk seperti itu?
4. Why? Mengapa struktur ruang
terbentuk seperti itu?
5. How? Bagaimana proses terbentukknya
struktur seperti itu?
6. Who suffers what dan who benefits what?
Bagaimana struktur
Keruangan tersebut didayagunakan sedemikian rupa
untuk kepentingan manusia.
Dampak positif dan negatif dari
keberadaan ruang seperti itu selalu dikaitkan dengan kepentingan manusia
pada saat ini dan akan datang.( makalah kelompok 1 xa )
2.
Pendekatan kelingkungan
Pendekatan ekologi/lingkungan
merupakan pendekatan berdasarkan interaksi yang terjadi pada
lingkungan.Pendekatan ekologi dalam geografi berkenaan dengan hubungan
kehidupan manusia dengan lingkungan fisiknya.Interaksi tersebut
membentuk sistem keruangan yang dikenal dengan Ekosistem.Salah satu
teori dalam pendekatan atau analisi ekologi adalah teori tentang
lingkungan.Geografi berkenaan dengan interelasi antara kehidupan manusia
dan faktor fisik yang membentuk sistem keruangan yang menghubungkan
suatu region dengan region lainnya.Adapun ekologi, khususnya ekologi
manusia berkenaan dengan interelasi antara manusia dan lingkungan yang
membentuk sistem ekologi atau ekosistem.
Dalam analisis ekologi, kita
mencoba menelaah interaksi antara manusia dengan ketiga lingkungan
tersebut pada suatu wilayah atau ruang tertentu.Dalam geografi
lingkungan, pendekatan kelingkungan memiliki peranan penting untuk
memahami fenomena geofer.
Dalam pendekatan ini penekanannya bukan
lagi pada eksistensi ruang, namun pada keterkaitan antara fenomena
geosfera tertentu dengan varaibel lingkungan yang ada. Dalam pendekatan
kelingkungan, kerangka analisisnya tidak mengkaitkan hubungan antara
makluk hidup dengan lingkungan alam saja, tetapi harus pula dikaitkan
dengan:
(1) fenomena yang didalamnya terliput fenomena alam beserta
relik fisik tindakan manusia.
(2) perilaku manusia yang meliputi
perkembangan ide-ide dan nilai-nilai geografis serta kesadaran akan
lingkungan.
Dalam sistematika Kirk ditunjukkan ruang lingkup
lingkungan geografi sebagai berikut. Lingkungan geografi memiliki dua
aspek, yaitu lingkungan perilaku (behavior environment) dan lingkungan
fenomena (phenomena environment). Lingkungan perilaku mencakup dua
aspek, yaitu pengembangan nilai dan gagasan, dan kesadaran lingkungan.
Ada dua aspek penting dalam pengembangan nilai dan gagasan geografi,
yaitu lingkungan budaya gagasan-gagasan geografi, dan proses sosial
ekonomi dan perubahan nilai-nilai lingkungan. Dalam kesadaran lingkungan
yang penting adalah perubahan pengetahuan lingkungan alam manusianya.
Lingkungan
fenomena mencakup dua aspek, yaitu relik fisik tindakan manusia dan
fenomena alam. Relic fisik tindakan manusia mencakup penempatan urutan
lingkungan dan manusia sebagai agen perubahan lingkungan. Fenomena
lingkungan mencakup produk dan proses organik termasuk penduduk dan
produk dan proses anorganik.
Studi mandalam mengenai interelasi
antara fenomena-fenomena geosfer tertentu pada wilayah formal dengan
variabel kelingkungan inilah yang kemudian diangap sebagai ciri khas
pada pendekatan kelingkungan. Keenam pertanyaan geografi tersebut selalu
menyertai setiap bentuk analisis geografi. Sistematika tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut.
Kerangka umum analisis pendekatan
kelingkungan dapat dicontohkan sebagai berikut.
Masalah yang terjadi
adalah banjir dan tanah longsor di Ngroto Pujon Malang.
Untuk
mempelajari banjir dengan pendekatan kelingkungan dapat diawali dengan
tindakan sebagai berikut. (1) mengidentifikasi kondisi fisik di lokasi
tempat terjadinya banjir dan tanah longsor. Dalam identifikasi itu juga
perlu dilakukan secara mendalam, termasuk mengidentifikasi jenis tanah,
tropografi, tumbuhan, dan hewan yang hidup di lokasi itu.
(2)
mengidentifikasi gagasan, sikap dan perilaku masyarakat setempat dalam
mengelola alam di lokasi tersebut.
(3) mengidentifikasi sistem
budidaya yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup (cara
bertanam, irigasi, dan sebagainya).
(4) menganalisis hubungan antara
sistem budidaya dengan hasil dan dampak yang ditimbulkan.
(5)
mencari alternatif pemecahan atas permasalahan yang terjadi.( makalah
kelompok 2 XG)
3. Pendekatan Kewilayahan dalam
pendekatan kewilayahan, yang dikaji tentang penyebaran fenomena, gaya
dan masalah dalam keruangan, interaksi antara variabel manusia dan
variabel fisik lingkungannya yang saling terkait dan mempengaruhi satu
sama lainnya.
pendekatan ini merupakan pendekatan keruangan dan
lingkungan, maka kajiannya adalah perpaduan antara keduanya.
kesimpulannya:pendekatan
keruangan, kelingkungan, dan kewilayahana dalam kerjanya merupakan satu
kesatuan yang utuh. pendekatan yang terpadu inilah yang disebut
pendekatan geografi. jadi fenomena, gejala, dan masalah ditinjau
penyebaran keruangannya, keterkaitan antara berbagai unit ekosistem
dalam ruang. penerapan pendekatan geografi terhadap gejala dan
permasalahan dapat menghasilkan berbagai alternatif- alternatif
pemecahan masalah.
1. Pendekatan keruangan (spatial
approach) Pendekatan analisis keruangan merupakan pendekatan
khas geografi dengan mengkaji variasi fenomena alam dipermukaan bumi.
Pendekatan keruangan terdiri atas pendekata topik, pendekatan aktivitas
manusia, dan pendekatan regional.
Kerangka kerja analisis pendekatan
keruangan bertolak dari permasalahan tentang susunan elemen-elemen
pembentuk ruang. Analisis dilakukan dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
What ? struktur ruang apa?
Where? Dimana struktur ruang tersebut berada?
When? Kapanstruktur
ruang tersebut dapat terbentuk seperti itu?
How? Bagaimana proses
terbentuknya struktur ruang tersebut?
Who suffers what dan who
benefits what? Bagaimana struktur ruang tersebut dapat didiayagunakan
sedmikian rupa untuk kepentingan manusia?
Ada beberapa teori
dalam pendekatan keruangan ini, diantaranya adalah teori difusi,yaitu
mencoba menelaah perjalaran atau pemekaran fenomena dalam ruang dan
dimensi waktu tertentu.Tipe difusi antara lain:
Difusi Ekspansi
(Expansion diffusion), yaitu suatu proses dimana informasi, material
dan sebagainya menjalar melalui suatu populasi,dari suatu daerah ke
daerah lain.
Difusi penampungan (Relocation diffusion), merupakan
proses yang sama dengan persebaran keruangan dimana informasi atau
material yang didifusikan meninggalkan daerah yang lama dan berpindah
atau ditampung di daerah yang baru.
Difusi Kaskade (cascade
diffusion) yaitu, proses penjalaran atau penyebaran fenomena melalui
beberapa tingkat atau hierarki.
2.
Pendekatan lingkungan/ekologi (ecological approach)Pendekatan
ekologi/lingkungan merupakan pendekatan berdasarkan interaksi yang
terjadi pada lingkungan.Pendekatan ekologi dalam geografi berkenaan
dengan hubungan kehidupan manusia dengan lingkungan fisiknya.Interaksi
tersebut membentuk sistem keruangan yang dikenal dengan Ekosistem.Salah
satu teori dalam pendekatan atau analisi ekologi adalah teori tentang
lingkungan.Geografi berkenaan dengan interelasi antara kehidupan manusia
dan faktor fisik yang membentuk sistem keruangan yang menghubungkan
suatu region dengan region lainnya.Adapun ekologi, khususnya ekologi
manusia berkenaan dengan interelasi antara manusia dan lingkungan yang
membentuk sistem ekologi atau ekosistem.
Dalam analisis ekologi, kita
mencoba menelaah interaksi antara manusia dengan ketiga lingkungan
tersebut pada suatu wilayah atau ruang tertentu.Dalam geografi
lingkungan, pendekatan kelingkungan memiliki peranan penting untuk
memahami fenomena geofer.
3.
Pendekatan analisis kompleks wilayah (regional complex approach)Pendekatan
kompleks kewilayahan merupakan kombinasi pendekatan keruangan dan
ekologi.Pendekatan kompleks kewilayahan mengkaji karakteristik fisik
maupun sosial dari fenomena yang terjadi dipermukaan bumi yang berbeda
antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya.Oleh karena itu pendekatan
ini lebih menekankan pada perbedaan wilayah, yaitu dalam peramalan suatu
wilayah dan perancangan wilayah merupakan aspek-aspek dalam analisis
kompleks wilayah.
PENDEKATAN GEOGRAFI
Sebagai suatu disiplin ilmu, geografi mempelajari suatu system alam yang
terdiri atas bagian-bagian yang saling terkait. Aliran energi dalam
suatu sistem menghasilkan perubahan. Perubahan yang berkesinambungan
akan menghasilkan suatu bentuk keseimbangan sistem.
Suatu sistem mempunyai tiga bagian yang berbeda, yaitu bagian komponen,
bagian input, dan bagian output. Salah satu contoh sistem sederhana yang
banyak diketahui dan dikenal luas adalah sistem hi-fi. Suatu sistem
hi-fi tersusun dari beberapa komponen seperti amplifier, speaker, radio,
tape, dan pemutar ”Compact Disk” (CD). Ketika kita menghubungkan sistem
hi-fi dengan aliran listrik dan menghidupkannya, energi listrik
mengalir melalui system serta menghidupkan seluruh komponen. Aliran
energi ini disebut dengan input, sedangkan outputnya adalah musik yang
kita dengar.
Pada sistem yang berfungsi baik, seluruh komponen harus tersambung
bersama. Planet Bumi yang mempunyai banyak komponen dapat dilihat
sebagai sistem yang kompleks dan sangat besar. Di dalam sistem Bumi,
input adalah energi yang datang dari Matahari dan juga energi yang
berasal dari dalam Bumi, seperti tenaga tektonik. Output adalah
perubahan konstan yang dapat dilihat di sekitar kita dalam lingkungan
fisik dan manusia, seperti panas serta hujan.
Sistem Bumi memang suatu sistem yang kompleks, sehingga cara terbaik
untuk mempelajarinya dengan memahami setiap komponen-komponennya dengan
berbagai pendekatan dalam geografi. Inilah geografi dari sudut
pendekatan sistem. Pendekatan ini terus mengalami perkembangan hingga
masa geografi modern.
Dalam geografi modern yang dikenal dengan geografi terpadu (Integrated
Geography) digunakan tiga pendekatan atau hampiran. Ketiga pendekatan
tersebut, yaitu analisis keruangan, kelingkungan atau ekologi, dan
kompleks wilayah.
1. Pendekatan Keruangan
Dari namanya dapat ditangkap bahwa pendekatan ini akan menekankan pada
keruangan. Pendekatan ini mendasarkan pada perbedaan lokasi dari
sifat-sifat pentingnya seperti perbedaan struktur, pola, dan proses.
Struktur keruangan terkait dengan elemen pembentuk ruang yang berupa
kenampakan titik, garis, dan area. Sedangkan pola keruangan berkaitan
dengan lokasi distribusi ketiga elemen tersebut. Distribusi atau agihan
elemen geografi ini akan membentuk pola seperti memanjang, radial, dan
sebagainya. Nah, proses keruangan sendiri berkenaan dengan perubahan
elemen pembentuk ruang. Ahli geografi berusaha mencari faktor-faktor
yang menentukan pola penyebaran serta cara mengubah pola sehingga
dicapai penyebaran yang lebih baik, efisien, dan wajar. Analisis suatu
masalah menggunakan pendekatan ini dapat dilakukan dengan pertanyaan 5W
1H seperti berikut ini.
a. Pertanyaan What (apa), untuk mengetahui jenis fenomena alam yang
terjadi.
b. Pertanyaan When (kapan), untuk mengetahui waktu terjadinya fenomena
alam.
c. Pertanyaan Where (di mana), untuk mengetahui tempat fenomena alam
berlangsung.
d. Pertanyaan Why (mengapa), untuk mengetahui penyebab terjadinya
fenomena alam.
e. Pertanyaan Who (siapa), untuk mengetahui subjek atau pelaku yang
menyebabkan terjadinya fenomena alam.
f. Pertanyaan How (bagaimana), untuk mengetahui proses terjadinya
fenomena alam.
Salah satu contoh kasus fenomena atau gejala alam adalah gempa bumi di
wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta
dan Jawa Tengah, pada tanggal 27 Mei 2006. Gempa bumi merupakan suatu
fenomena alam yang sangat merugikan
manusia. Analisis peristiwa gempa bumi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Jawa Tengah, dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan berikut.
a. Apa fenomena alam yang terjadi?
Gempa bumi
b. Kapan terjadinya?
27 Mei 2006.
c. Di mana terjadi gempa bumi tersebut?
Sebagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Klaten, Jawa
Tengah.
d. Mengapa terjadi peristiwa itu?
Peristiwa tersebut terjadi karena adanya pergerakan lempeng tektonik.
e. Siapa atau apa yang menyebabkannya?
Adanya tumbukan antara dua lempeng tektonik.
f. Bagaimana gempa bumi itu dapat terjadi?
Indonesia terletak di antara tiga lempeng tektonik yang terus bergerak.
Ketiga lempeng tersebut adalah lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan
Pasifik. Lempeng tersebut terus bergerak. Apabila terjadi tumbukan
lempeng mengakibatkan gempa bumi. Peristiwa gempa bumi di Yogyakarta
terjadi karena tumbukan lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Tumbukan
tersebut menyebabkan lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah lempeng
Eurasia di zona subduksi.
Nah, dengan cara seperti ini kamu bisa menganalisis suatu gejala alam
yang terjadi di sekitar wilayahmu. Bahkan bencana alam yang akhir-akhir
ini mendera bangsa kita. Sebagai perbandingan, kamu akan diberikan satu
contoh lagi mengenai penggunaan pendekatan ini dalam analisis masalah
geografi yang lain, yaitu analisis terjadinya banjir di Jakarta. Untuk
kesekian kali Jakarta banjir lagi. Yang paling akhir, bencana ini
terjadi tanggal 1 Februari 2007. Banjir ini hampir merendam sebagian
Jakarta. Tahap pertama penerapan pendekatan keruangan dilakukan dengan
melihat struktur, pola, dan proses keruangan di wilayah-wilayah sekitar
Jakarta, seperti Bogor, kawasan puncak, dan Cianjur. Pada tahap ini
dapat diidentifikasi fenomena alam seperti kawasan hulu sungai. Setelah
itu, pada tahap kedua ilakukan zonasi berdasarkan karakteristik
kelerengannya, misalnya curam, agak landai, dan datar. Tahap ketiga
ditinjau ketepatan pemanfaatan lahan di tiap-tiap zona. Studi aspek
fisik ini perlu ditambahkan dengan karakteristik penduduk di wilayah
tersebut, seperti mata pencahariannya, tingkat pendidikan, keterampilan
yang dimiliki serta kebiasaannya. Melalui informasi ini dapat ditemukan
keterkaitan antara kondisi alam dan manusia dengan terjadinya banjir.
Pada akhirnya, dapat dirumuskan upaya penanggulangannya.
2. Pendekatan Kelingkungan atau Ekologi
Pendekatan ini tidak hanya mendasarkan pada interaksi organisme dengan
lingkungan, tetapi juga dikaitkan dengan fenomena yang ada dan juga
perilaku manusia. Karena pada dasarnya lingkungan geografi mempunyai dua
sisi, yaitu perilaku dan fenomena lingkungan. Sisi perilaku mencakup
dua aspek, yaitu pengembangan gagasan dan kesadaran lingkungan.
Interelasi keduanya inilah yang menjadi cirri khas pendekatan ini.
Menggunakan keenam pertanyaan geografi, analisis dengan pendekatan ini
masih bisa dilakukan. Nah, perhatikan contoh analisis mengenai
terjadinya banjir di Sinjai berikut dan kamu akan menemukan perbedaannya
dengan pendekatan keruangan. Untuk mempelajari banjir dengan pendekatan
kelingkungan dapat diawali dengan tindakan sebagai berikut.
a. Identifikasi kondisi fisik yang mendorong terjadinya bencana ini,
seperti jenis tanah, topografi, dan vegetasi di lokasi itu.
b. Identifikasi sikap dan perilaku masyarakat dalam mengelola alam di
lokasi tersebut.
c. Identifikasi budi daya yang ada kaitannya dengan alih fungsi lahan.
d. Menganalisis hubungan antara budi daya dan dampak yang ditimbulkannya
hingga menyebabkan banjir.
e. Menggunakan hasil analisis ini mencoba menemukan alternative
pemecahan masalah ini.
3. Analisis Kompleks Wilayah
Analisis ini mendasarkan pada kombinasi antara analisis keruangan dan
analisis ekologi. Analisis ini menekankan pengertian
”areal differentiation” yaitu adanya perbedaan karakteristik tiap-tiap
wilayah. Perbedaan ini mendorong suatu wilayah dapat berinteraksi dengan
wilayah lain. Perkembangan wilayah yang saling berinteraksi terjadi
karena terdapat permintaan dan penawaran. Contoh analisis kompleks
wilayah diterapkan dalam perancangan kawasan permukiman. Langkah awal,
dilakukan identifikasi wilayah potensial di luar Jawa yang memenuhi
persyaratan minimum, seperti kesuburan tanah dan tingkat kemiringan
lereng. Langkah kedua, identifikasi aksesibilitas wilayah. Dari hasil
identifikasi ini dirumuskan rancangan untuk jangka panjang dan jangka
pendek untuk pengembangan kawasan tersebut.
Geografi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan kausal gejala-gejala di muka bumi dan peristiwa peristiwa yang
terjadi di muka bumi, baik yang fisik maupun yang menyangkut makhluk
hidup beserta permasalahannya melalui pendekatnn keruangan, ekologi, dan
regional untuk kepentingan program, proses, dan keberhasilan
pembangunan. Konteks geografi ternyata
membicarakan dan membahas tentang aspek kehidupan manusia dengan segala
perilakunya serta gejala fisik yang terjadi dalam rulIng stall.
Pengertian ruang merupakan suatu tempat yang mewujudkan keberadaan
dirinya yang bersifat fisik ataupun yang bersifat hubungan-hubungan
sosial serta memiliki perbedaan dan persamaan aspek kehidupan yang ads
dalam ruang tersebut. Ruang mencerminkan adanya hubungan fungsional
antara gejala obyek-obyek yang ada dalam ruang itu sendiri. Sebab itulah
diperlukan analisis keruangan dalam rangka mengkaji gejala-gejala yang
mill dalam rlmng (space). Space terdiri dari: (1) physical
space dan (2) social space. Dalam hal mengkaji
perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan yang ada dalam ruang dengan
segala obyeknya merupakan tugas geografi.
Oleh : DR. Djoko Harmantyo, MS
Staf
Pengajar Departemen Geografi FMIPA-UI
Pengantar
Tulisan ini disusun
untuk memenuhi permintaan Panitia Penyelenggara Pelatihan Peningkatan
Kompetensi Guru Geografi Dalam Persiapan Sertifikasi Guru. Oleh karena
itu tulisan ini disusun sedemikian rupa di samping memuat konsep
berpikir logis dan rasional serta landasan teoritis juga disampaikan
bagaimana metode mengajar Geografi pada tingkat pendidikan sebelum
memasuki dunia perguruan tinggi. Materi tulisan disampaikan sesederhana
mungkin agar mudah dipahami oleh para peserta pelatihan dengan asumsi
para peserta adalah guru yang mengajar pelajaran Geografi.
PENDAHULUAN
Bidang
ilmu Geografi pada dasarnya mempelajari berbagai komponen fisik muka
bumi, mahluk hidup (tumbuhan, hewan dan manusia) di atas muka bumi,
ditinjau dari persamaan dan perbedaan dalam perspektif keruangan yang
terbentuk akibat proses interaksi dan interrelasinya. Untuk mempermudah
mempelajarinya, berbagai persoalan keruangan (spatial problems)
dirumuskan dalam rangkaian pertanyaan : Apa jenis fenomenanya? Kapan
terjadinya? Di mana fenomena tersebut terjadi? Bagaimana dan kenapa
fenomena tersebut terjadi di daerah tersebut dan tidak terjadi di daerah
lainnya?
Fenomena
keruangan, atau fenomena geografis, baik tentang aspek fisik maupun
aspek non-fisik serta interaksi dan interrelasi ke duanya, dalam proses
belajar mengajar dapat dimulai dari yang paling sederhana seperti lokasi
sekolah, lokasi pasar, kantor kelurahan atau kantor puskesmas, atau
lokasi banjir, longsor, gempa bumi, dapat diungkap melalui pertanyaan
bagaimana dan kenapa “ada” di tempat tersebut sedang di tempat lain
tidak? Selanjutnya, adanya perbedaan kepadatan penduduk di wilayah
perdesaan dan wilayah perkotaan, adanya perubahan pola penggunaan tanah
untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk sebagai contoh adanya peranan
manusia dalam perubahan fisik muka bumi (mans role in changing the face
of the earths).
Fenomena keruangan saat ini yang menjadi issue
global seperti konflik wilayah perbatasan antar Negara, terbentuknya
ketimpangan ekonomi Negara Negara di dunia (ada yang sangat kaya dan
sangat miskin), dampak perkembangan teknologi informasi yang bersifat
“tanpa batas” (borderless) sebagai tantangan geograf di seluruh dunia
untuk merespon bahwa “the end of Geography” adalah tidak terjadi. Interaksi
dan interrelasi
(*) Makalah
disampaikan pada Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru Geografi Dalam
Persiapan Sertifikasi Guru yang diselenggarakan oleh Ikatan Geograf
Indonesia (IGI) bekerjasama dengan Depdiknas di Bandung tanggal 15-18
Nopember 2006.
(**) Staf Pengajar
Departemen Geografi FMIPA-UI dan Ketua III IGI Pusat.
antar ruang muka bumi
masih nyata dengan adanya issue mengglobalnya penyakit menular yang
mematikan seperti kasus penyakit SARS, kolera tahun 60-an, HIV Aids atau
kekawatiran dunia saat ini terhadap issue penyakit Avian Influensa atau
Flu burung yang memiliki kecenderungan terjadi pandemic.
Sebagaimana
bidang ilmu lain, ilmu Geografi juga memiliki alat ukur keruangan
seperti jarak antar dua tempat, baik dalam satuan panjang, satuan nilai
ekonomi dan satuan waktu, dan satuan luas (biasanya diekspresikan dalam
bidang datar) dalam hektar atau km2, hasil perhitungan jumlah obyek,
baik berdiri sendiri maupun dalam satuan luas (kepadatan) atau dalam
satuan ratio. Di samping disajikan dalam bentuk diagram, table atau
gambar profil, sarana penyajian informasi geografi paling efektif adalah
dalam bentuk peta karena sebuah peta dapat memberikan penjelasan
fenomena geografis dalam perspektif keruangan. Oleh karena keterbatasan
media penyajian ruang muka bumi ke dalam bidang datar maka sebuah peta
mensyaratkan adanya skala peta. Kita mengenal istilah skala kecil dan
skala besar sesuai dengan tingkat informasi yang akan dihasilkan.
Semakin besar skala peta maka informasi atau data yang dihasilkan
semakin detil dan sebaliknya. Skala peta sangat tergantung pada tujuan
pengguna peta. Teknik membuat peta dipelajari dalam Kartografi sebagai
salah satu pelajaran inti dalam Geografi. Dengan adanya kemajuan
teknologi computer saat ini dikenal teknologi GIS atau Sistem Informasi
Geografi yang mampu menghasilkan sebuah peta relative secara lebih cepat
dan akurat. Teknologi GIS juga dapat digunakan sebagai alat bantu
analisis geografis.
Secara
teoritis, dalam menelaah suatu persoalan keruangan, Geografi memiliki
tiga pendekatan utama yaitu (1) analisis spasial, (2) analisis ekologis
dan (3) analisis komplek regional sebagai gabungan dari pendekatan (1)
dan (2). Pendekatan ke tiga merupakan cara yang lebih tepat digunakan
untuk menelaah fenomena geografis yang memiliki tingkat kerumitan tinggi
karena banyaknya variable pengaruh dan dalam lingkup multi dimensi
(ekonomi, social, budaya, politik dan keamanan). Salah satu contoh
adalah telaah tentang pengembangan wilayah.
PENGEMBANGAN WILAYAH
Kegiatan
pengembangan wilayah adalah suatu kegiatan yang memiliki dua sifat
yaitu sifat akademis dan sifat birokratis dalam mengelola wilayah. Sifat
akademis biasanya menggunakan istilah “seyogyanya” dan sifat terapan
biasanya menggunakan istilah “seharusnya”. Dengan demikian, pendekatan
geografi, dalam tulisan ini, dapat digunakan dan dapat
pula tidak digunakan dalam kegiatan pengembangan wilayah tergantung
kemauan politis pemegang kekuasaan. Suatu pendekatan yang sudah dipilih
dan diputuskan oleh pengambil keputusan politis maka “harus”
dilaksanakan oleh para pelaksana di lapangan dan “tidak boleh”
menggunakan yang lain. Produk politik seperti itu biasa disebut Undang
Undang atau berbagai peraturan lainnya. Tulisan ini mencoba melakukan
elaborasi sistim pembangunan yang berlaku saat ini dengan menggunakan
pendekatan geografi.
Berbeda
dengan sistim pembangunan pada era orde baru yang bertitik tolak dari
GBHN yang berisi garis besar rencana pembangunan yang ditetapkan oleh
MPR, sistim pembangunan pada era reformasi saat ini bertolak dari
Program Pembangunan Nasional (Propenas) yang berisi rencana pembangunan
(lima tahun) yang disusun oleh Presiden yang dipilih secara langsung
oleh rakyat dan setelah mendapatkan persetujuan dari DPR. Saat ini,
pemerintah (pemerintah pusat) dan pemerintah daerah, dalam melaksanakan
pembangunan mengacu pada UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah atau dikenal dengan UU Otonomi Daerah sebagai amandemen dari UU
nomor 22 dan 25 tahun 1999. Di samping itu berbagai UU lainnya seperti
UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah, UU nomor 25 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, UU nomor 2 tahun 1992 tentang Rencana Tata Ruang,
UU nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan UU lainnya yang telah
mendapatkan persetujuan DPR-RI digunakan sebagai acuan dalam
melaksanakan pembangunan.
Namun demikian pada
prakteknya sistim pembangunan saat ini tidak berbeda dengan masa yang
lalu karena masih menggunakan istilah pembangunan sektoral dan
pembangunan daerah. Bidang pembangunan dijabarkan dalam sector, program
dan proyek pembangunan. Proyek merupakan jenjang terrendah dari hirarki
istilah dalam pembangunan dan pada tahap ini pelaksanaannya membutuhkan
“dana” dan “tanah”. Dan dapat dimengerti, hasil pelaksanaan dari proyek
pembangunan tahap inilah yang akan merubah kualitas lingkungan hidup,
apakah semakin baik atau sebaliknya malah banyak menimbulkan masalah
baru bagi masyarakat.
Konsepsi
pembangunan wilayah pada dasarnya adalah pembangunan proyek proyek
berdasarkan hasil analisa data spasial (Sandy dalam Kartono, 1989).
Karena yang disajikan adalah fakta spasial maka ketersediaan peta
menjadi mutlak diperlukan. Karena keseluruhan proyek berada di tingkat
kabupaten/kota maka pemerintah kabupaten/kota mutlak perlu menyiapkan
peta peta fakta wilayah dalam tema tema yang lengkap. Dalam lingkup
pekerjaan inilah antara lain dituntut peran aktif para ahli geografi.
Pengwilayahan data
spasial untuk menetapkan proyek pembangunan disebut wilayah subyektif,
sedang wilayah yang ditetapkan untuk suatu bidang kehidupan sebagai
tujuan pembangunan (penetapan wilayah pembangunan) disebut wilayah
obyektif. Implementasi wilayah pembangunan pada umumnya tidak sesuai
dengan aspirasi masyarakat.
Produk akhir dari analisis data spasial disebut
“wilayah geografik” sedang cakupan ruang muka bumi yang dianalisis
disebut “area/geomer/daerah”.
Saat
ini semakin dapat dirasakan bahwa perkembangan suatu daerah tertentu
tidak dapat dilepaskan dari pengaruh daerah sekitarnya mulai dari daerah
tetangga sampai daerah yang lebih jauh jaraknya bahkan pengaruh dari
bagian bumi lainnya. Dampak globalisasi telah membuktikan hal itu. Oleh
karena itu, wilayah sebagai system spasial dalam lingkup kegiatan
pengembangan wilayah merupakan subsistem spasial dalam lingkup yang
lebih luas. Sebuah kabupaten/kota, dalam kegiatan pengembangan wilayah,
di samping menganalisis data spasial kabupaten/kota yang bersangkutan,
juga perlu memperhatikan paling tidak bagaimana
perkembangan daerah sekitarnya (interregional planning). Sebuah
kabupaten/kota tidak dapat hidup sendiri dan oleh karena itu perlu
mengadakan kerja sama dengan daerah tetangganya.
Sebagaimana
telah diuraikan sebelumnya, suatu proyek pembangunan daerah
dilaksanakan pada tingkat kabupaten/kota sebagai unit terrendah dalam
hirarki pembangunan. Proyek terkait dengan jenisnya dan dananya. Setelah
jenis dan dananya disediakan maka tahap berikutnya adalah menetapkan di
bagian mana dari daerah kabupaten/kota proyek tersebut akan
dilaksanakan. Ada beberapa cara untuk menetapkan proyek pembangunan.
Cara penetapan proyek biasanya dilakukan, pada tahap awal, melalui suatu
kajian akademis antara lain berdasarkan pendekatan geografi, pendekatan
ekonomi dan lainnya.
Pendekatan
geografi dilakukan melalui tahapan penetapan masalah, pengumpulan data
dan analisis data mulai dari kegiatan penyaringan, pengelompokan,
klasifikasi data, kegiatan pengwilayahan, korelasi dan analogi. Oleh
karena adanya keragaman berbagai masalah yang dihadapi masyarakat,
berdasarkan kemampuan keuangan pemerintah dan skala waktu pelaksanaan,
disusun skala prioritas proyek.
Hasil korelasi secara
spasial (tumpang tindih atau overlay peta wilayah) dapat ditunjukan
masalah apa sebagai prioritas proyek dan di mana lokasi proyek tersebut
dilaksanakan. Dalam pelaksanaanya, pendekatan geografi tidaklah
sesederhana itu.
Beberapa
cara lain untuk menetapkan proyek pembangunan dapat disebutkan antara
lain dengan menerapkan teori Economic Base, Multiplier Effect yang
berkaitan dengan teori input-output dan penerapan teori lokasi,(Location
Theory), teori pusat (Central Place Theory) dan penerapan teori Kutub
Pengembanngan (Growth Pole Theory). .
- Teori Lokasi. Paling tidak ada
tiga hal yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan lokasi
proyek pembangunan yaitu (1) pengeluaran terrendah (2) jangkauan
pemasaran dan (3) keuntungan tertinggi.
- Teory Pusat Pelayanan. Pola ideal
yang diharapkan terbentuk, asumsi homogin dalam hal bentuk medan,
kualitas tanah dan tingkat ekonomi penduduk serta budayanya,
Christaller menyajikan bentuk pola pelayanan seperti jejaring segi
enam (hexagonal). Bentuk pola pelayanan hexagonal ini secara
teoritis mampu memperoleh optimasi dalam hal efisiensi
transportasi, pemasaran dan administrasi (Haggett, 2001).
- Teori Kutub Pertumbuhan. Berbeda dengan
Christaller yang berlatar belakang ahli Geografi, teori Kutub
Pertumbuhan diprakarsai dan dikembangankan oleh para ahli ekonomi.
Teori ini melahirkan konsep ekonomi seperti konsep Industri
Penggerak (leading industry), konsep Polarisasi dan konsep
penularan (trickle atau spread effect).
Beberapa kelemahan
penerapan cara cara di atas dalam penetapan proyek pembangunan
dihadapkan pada factor politis pengambil kebijakan di tingkat
kabupaten/kota utamanya pada era otonomi daerah saat ini, factor
ketersediaan dana dan bidang tanah tempat dilaksanakannya proyek
tersebut. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa pendekatan geografi
menjadi factor kunci dalam kegiatan penetapan proyek pembangunan
berdasarkan penetapan prioritas secara tepat.
PENUTUP
Pendekatan
geografi dalam pengembangan wilayah paling tidak menggabungkan dua hal
yang berbeda dalam substansi analisis yaitu domain akademik dan domain
birokratik. Pendekatan geografi yang telah diuraikan di atas adalah
suatu pendekatan akademis yang bersifat logis dan rasional karena obyek
terapannya dalam konteks ruang muka bumi yang karena sifatnya disebut
wilayah. Oleh karena itu peta menjadi instrument dasar, baik pada tahap
awal maupun akhir dari kegiatan pengembangan wilayah.
Secara
sederhana, karena contoh pengembangan wilayahnya di Indonesia, usaha
untuk memperoleh hasil/manfaat yang lebih baik dari kegiatan
pengembangan atau pembangunan suatu “wilayah” selalu berorientasi pada
kehendak pemegang kedaulatan atas wilayah yang dimaksud yaitu rakyat
yang diekspresikan dalam perangkat UU. Karena pada dasarnya kegiatan
pengembangan wilayah diarahkan untuk sebesar besarnya kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat, lahir dan batin, argument dari sudut pandang
ekonomi, social budaya dan keamanan tidak dapat diabaikan dalam
pengembangan wilayah.
Para
peserta pelatihan diharapkan dapat menularkan esensi tulisan ini kepada
para murid sekolah, dengan cara sederhana sesuai tingkat sekolahnya,
dengan menggunakan kata kunci : location, place dan space, sebagai alat
bantu menjelaskan berbagai fenomena geografis dalam perspektif
keruangan.
BAHAN BACAAN
Haggett, 2001;
“Geography. A Global Synthesis”. Pearson Education Ltd, Prentice
Hall,NY.
Sandy, IM dalam
Kartono, 1989; “ Esensi Pembangunan Wilayah dan Penggunaan Tanah
Berencana” Departemen Geografi FMIPA-UI Jakarta.
Undang Undang Otonomi
Daerah, 2005,Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Geografi Regional,
2005; Kumpulan Bahan Kuliah Program Pasca sarjana Ilmu Geografi
Departemen Geografi FMIPA-UI .
Beberapa
waktu lalu, banjir menggenangi beberapa daerah yang termasuk dalam DAS
Bengawan Solo. Banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo, Jawa
Tengah dan Jawa Timur mengejutkan berbagai pihak dan masyarakat karena
luapannya yang sangat luas telah menggenangi wilayah di beberapa
kabupaten, mulai dari Sukoharjo, Solo, Karanganyar, Sragen, Ngawi,
Bojonegoro, Tuban, Lamongan, dan Gresik.
Daerah
Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah di daratan yang secara
topografis dibatasi oleh igir alam berupa punggung bukit/ perbukitan dan
gunung/ pegunungan, dimana wilayah tersebut berfungsi menampung air
yang berasal dari presipitasi (curah hujan) yang kemudian mengalirkannya
melalui suatu sungai utama yang merupakan single outlet.
Beberapa kalangan dan pakar berpedapat
bahwa kerusakan ekositem DAS dan sedimentasi Waduk Serbaguna
Wonogiri-lah penyebab utama banjir. Sebenarnya jauh hari sebelumnya,
sudah muncul prediksi atau dugaan dari para pakar bahwa usia waduk tidak
akan lebih dari 20 – 30 tahun ‘jika’ kondisi sedimentasi akibat erosi
lahan di daerah tangkapan waduk dibiarkan terus menerus. Sementara itu
pada awal pembuatan Waduk Serbaguna Wonogiri diharapan usia waduk dapat
mencapai 100 tahun. Prediksi para pakar tersebut sangatlah berlawanan
dengan yang diharapkan sebelumnya. Pada kenyataannya kondisi sedimentasi
yang terjadi sungguh diluar prediksi, anak-anak Bengawan Solo di daerah
hulu, utamanya di daerah tangkapan airnya telah membawa banyak material
sedimen yang tersuspensi pada air yang dialirkannya. Sungai Keduang
dilansir sebagai penyumbang terbesar sedimen di Waduk Wonogiri.
Banyaknya muatan sedimen pada aliran Sungai Keduang tersebut berkaitan
dengan semakin tingginya tingkat erosi yang terjadi akibat maraknya
konversi penggunaan lahan dan pola pengelolaan lahan pertanian yang
belum mengindahkan konsep dan arahan konservasi tanah.
Ada beberapa faktor penyebab
degradasi fungsi hidrologis dan degradasi lahan DAS Bengawan Solo,
diantaranya :
- Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukannya. Misalnya, daerah yang diperuntukkan sebagai kawasan
lindung dialihfungsikan menjadi lahan budidaya, kawasan penyangga
dialihfungsikan menjadi lahan budidaya semusim dan kawasan produksi
dialihfungsikan menjadi permukiman. Kondisi seperti tersebut, sangatlah
mudah dijumpai di daerah hulu DAS Bengawan Solo.
- Pola
penggunaan lahan belum menyesuaikan dengan kemampuan dan kesesuaian
lahan. Lahan yang semestinya hanya
untuk kawasan budidaya tahunan dipakai sebagai lahan budidaya tanaman
semusim atau bahkan dipergunakan sebagai permukiman. Lahan dengan
kemiringan lereng >30% masih difungsikan sebagai lahan pertanian
intensif dan dipergunakan juga sebagai lokasi permukiman.
- Perlakuan
terhadap lahan belum memenuhi kaidah-kaidah konservasi lahan.
Kaidah-kaidah konservasi lahan sangatlah dipengaruhi oleh faktor
geografis atau lokasi dimana lahan tersebut berada. Pengelolaan dan
teknik konservasi dari suatu lokasi akan berbeda dengan lokasi yang
lainnya, hal ini tergantung pada kondisi tanah, topografi, penggunaan
lahan, iklim dan geologi dari lahan yang bersangkutan.
- Tekanan penduduk atas lahan yang dipicu oleh pertumbuhan
penduduk yang cukup pesat. Pertumbuhan penduduk berarti pertambahan
kebutuhan akan pangan dan permukiman, dua hal tersebut akan memicu
intensifikasi dan ekstensifikasi penggunaan lahan. Daerah tangkapan air
disekitar lereng Gunung Merapi dan Gunung Lawu merupakan lahan yang
sangat subur dan mempunyai daya tarik keindahan pariwisata sehingga
menjadi faktor penarik bagi manusia untuk mengembangkan pemukiman dan
pertanian di daerah tersebut.
- Belum ada
peraturan yang mengatur dan mengikat secara jelas mengenai konservasi
tanah dan air, sehingga masyarakat sebagai agen pengguna lahan
diharuskan menerapkan usaha konservasi tanah dan air secara memadai pada
setiap lahan yang digunakannya.
Dalam pengelolaan DAS, secara
garis besar, sumberdaya alamnya dapat dipilahkan menjadi dua sumberdaya
alam utama, yaitu sumberdaya lahan dan sumberdaya air. Dalam prakteknya,
pengelolaan kedua sumberdaya tersebut tidak dapat dipisahkan, namun
harus terpadu, karena suatu kegiatan/ usaha pengelolaan salah satu
sumberdaya tersebut akan berdampak pada sumberdaya yang lain.
Secara
keruangan, karakteristik DAS dapat diklasifikasikan menjadi 3 wilayah,
yaitu daerah hulu, daerah tengah dan daerah hilir. Tiap keruangan dari
DAS tersebut mempunyai karakteristik dan fungsi yang berbeda, sehingga
dalam usaha pengelolaan dan pemanfaatannya pun akan berbeda. Daerah hulu
dari suatu DAS berfungsi sebagai kawasan lindung dan tangkapan air bagi
keseluruhan wilayah DAS. Daerah tengah dari suatu DAS berfungsi sebagai
kawasan penyangga, sedangkan daerah hilir dari suatu DAS berfungsi
sebagai kawasa budidaya.
Dalam konsep DAS berlaku hukum
sebab akibat yang mengalir dari atas ke bawah, oleh karena itu rusaknya
daerah hulu (atas) dan tengah tentunya akan berdampak pada kelestarian
wilayah dibawahnya (hilir). Daerah hulu sebagai kawasan lindung
mempunyai nilai dan fungsi penting dalam menangkap dan menyimpan air,
karena itu terjadinya perubahan tata air di daerah hulu akan berdampak
di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit air, volume dan
tranportasi sedimen serta material yang tersuspensi dalam sistem aliran
airnya. Dalam interaksi antar ruang antara daerah hulu dan hilir,
keduanya mempunyai keterkaitan dalam hal daur hidrologi. Mengingat
pentingnya fungsi daerah hulu dalam sistem tata air suatu DAS, maka
daerah hulu harus menjadi salah satu fokus perhatian.
Dalam
suatu pembangunan berwawasan lingkungan, maka dalam pendekatannya juga
harus menggunakan sistem satuan wilayah yang mengacu pada ruang/
ekosistem lingkungan. DAS sebagai sebuah ruang (space)
dan ekosistem seharusnya sudah mulai digunakan sebagai pendekatan dalam
pembangunan wilayah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan karena
DAS memiliki fungsi sebagai berikut :
- Fungsi
keruangan, karena DAS mempunyai ke-khas-an karakteristik dan batas-batas
fisik dan yang jelas. Didalamnya terdapat berbagai komponen yang
berinteraksi sehingga membentuk sistem terpadu sebagai satu kesatuan
ekosistem.
- Fungsi
hidrologi, karena didalamnya terdapat siklus hidrologi dan proses-proses
ikutannya.
- Fungsi
pembangunan, karena DAS dapat digunakan sebagai satuan wilayah
pembangunan dimana pengelolaannya untuk kesejahteraan masyarakat di
dalamnya.
Sistem pewilayahan yang sudah ada,
dimana batas administrasi selalu dijadikan batas pemisah, tidak akan
berhasil untuk mengelola ruang dan ekosistem yang notabene bukan ruang
administratif. Sistem pewilayahan yang sudah ada tidaklah harus dirubah,
akan tetapi sistem dan pola koordinasi antar wilayah didalam DAS-lah
yang harus dibenahi. Akan selalu diperlukan kemauan dan itikad baik dari
berbagai pihak demi ruang hidup yang lebih baik untuk kemaslahatan
bersama.
1. Pendekatan Keruangan
Pendekatan keruangan merupakan suatu cara pandang atau kerangka analisis
yang menekankan eksistensi ruang sebagai penekanan. Eksisitensi ruang
dalam perspektif geografi dapat dipandang dari struktur (spatial
structure), pola (spatial pattern), dan proses (spatial processess)
(Yunus, 1997).
Dalam konteks fenomena keruangan terdapat perbedaan kenampakan strutkur,
pola dan proses. Struktur keruangan berkenaan dengan dengan
elemen-elemen penbentuk ruang. Elemen-elemen tersebut dapat disimbulkan
dalam tiga bentuk utama, yaitu: (1) kenampakan titik (point features),
(2) kenampakan garis (line features), dan (3) kenampakan bidang (areal
features).
Kerangka kerja analisis pendekatan keruangan bertitik tolak pada
permasalahan susunan elemen-elemen pembentuk ruang. Dalam analisis itu
dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.
1. What? Struktur ruang apa itu?
2. Where? Dimana struktur ruang tersebut berada?
3. When? Kapan struktur ruang tersebut terbentuk seperti itu?
4. Why? Mengapa struktur ruang terbentuk seperti itu?
5. How? Bagaimana proses terbentukknya struktur seperti itu?
6. Who suffers what dan who benefits what? Bagaimana struktur
Keruangan tersebut didayagunakan sedemikian rupa untuk kepentingan
manusia.
Dampak positif dan negatif dari keberadaan ruang seperti itu selalu
dikaitkan dengan kepentingan manusia pada saat ini dan akan datang.
2. Pendekatan kelingkungan
Pendekatan ekologi/lingkungan merupakan pendekatan berdasarkan interaksi
yang terjadi pada lingkungan.Pendekatan ekologi dalam geografi
berkenaan dengan hubungan kehidupan manusia dengan lingkungan
fisiknya.Interaksi tersebut membentuk sistem keruangan yang dikenal
dengan Ekosistem.Salah satu teori dalam pendekatan atau analisi ekologi
adalah teori tentang lingkungan.Geografi berkenaan dengan interelasi
antara kehidupan manusia dan faktor fisik yang membentuk sistem
keruangan yang menghubungkan suatu region dengan region lainnya.Adapun
ekologi, khususnya ekologi manusia berkenaan dengan interelasi antara
manusia dan lingkungan yang membentuk sistem ekologi atau ekosistem.
Dalam analisis ekologi, kita mencoba menelaah interaksi antara manusia
dengan ketiga lingkungan tersebut pada suatu wilayah atau ruang
tertentu.Dalam geografi lingkungan, pendekatan kelingkungan memiliki
peranan penting untuk memahami fenomena geofer.
Dalam pendekatan ini penekanannya bukan lagi pada eksistensi ruang,
namun pada keterkaitan antara fenomena geosfera tertentu dengan varaibel
lingkungan yang ada. Dalam pendekatan kelingkungan, kerangka
analisisnya tidak mengkaitkan hubungan antara makluk hidup dengan
lingkungan alam saja, tetapi harus pula dikaitkan dengan:
(1) fenomena yang didalamnya terliput fenomena alam beserta relik fisik
tindakan manusia.
(2) perilaku manusia yang meliputi perkembangan ide-ide dan nilai-nilai
geografis serta kesadaran akan lingkungan.
Dalam sistematika Kirk ditunjukkan ruang lingkup lingkungan geografi
sebagai berikut. Lingkungan geografi memiliki dua aspek, yaitu
lingkungan perilaku (behavior environment) dan lingkungan fenomena
(phenomena environment). Lingkungan perilaku mencakup dua aspek, yaitu
pengembangan nilai dan gagasan, dan kesadaran lingkungan. Ada dua aspek
penting dalam pengembangan nilai dan gagasan geografi, yaitu lingkungan
budaya gagasan-gagasan geografi, dan proses sosial ekonomi dan perubahan
nilai-nilai lingkungan. Dalam kesadaran lingkungan yang penting adalah
perubahan pengetahuan lingkungan alam manusianya.
Lingkungan fenomena mencakup dua aspek, yaitu relik fisik tindakan
manusia dan fenomena alam. Relic fisik tindakan manusia mencakup
penempatan urutan lingkungan dan manusia sebagai agen perubahan
lingkungan. Fenomena lingkungan mencakup produk dan proses organik
termasuk penduduk dan produk dan proses anorganik.
Studi mandalam mengenai interelasi antara fenomena-fenomena geosfer
tertentu pada wilayah formal dengan variabel kelingkungan inilah yang
kemudian diangap sebagai ciri khas pada pendekatan kelingkungan. Keenam
pertanyaan geografi tersebut selalu menyertai setiap bentuk analisis
geografi. Sistematika tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Kerangka umum analisis pendekatan kelingkungan dapat dicontohkan sebagai
berikut.
Masalah yang terjadi adalah banjir dan tanah longsor di Ngroto Pujon
Malang.
Untuk mempelajari banjir dengan pendekatan kelingkungan dapat diawali
dengan tindakan sebagai berikut. (1) mengidentifikasi kondisi fisik di
lokasi tempat terjadinya banjir dan tanah longsor. Dalam identifikasi
itu juga perlu dilakukan secara mendalam, termasuk mengidentifikasi
jenis tanah, tropografi, tumbuhan, dan hewan yang hidup di lokasi itu.
(2) mengidentifikasi gagasan, sikap dan perilaku masyarakat setempat
dalam mengelola alam di lokasi tersebut.
(3) mengidentifikasi sistem budidaya yang dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan hidup (cara bertanam, irigasi, dan sebagainya).
(4) menganalisis hubungan antara sistem budidaya dengan
a. Pendekatan Keruangan.
Pendekatan keruangan merupakan suatu cara pandang atau kerangka analisis
yang menekankan eksistensi ruang sebagai penekanan. Eksisitensi ruang
dalam perspektif geografi dapat dipandang dari struktur (spatial
structure), pola (spatial pattern), dan proses (spatial processess)
(Yunus, 1997).
Dalam konteks fenomena keruangan terdapat perbedaan kenampakan strutkur,
pola dan proses. Struktur keruangan berkenaan dengan dengan
elemen-elemen penbentuk ruang. Elemen-elemen tersebut dapat disimbulkan
dalam tiga bentuk utama, yaitu: (1) kenampakan titik (point features),
(2) kenampakan garis (line features), dan (3) kenampakan bidang (areal
features).
Kerangka kerja analisis pendekatan keruangan bertitik tolak pada
permasalahan susunan elemen-elemen pembentuk ruang. Dalam analisis itu
dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.
1. What? Struktur ruang apa itu?
2. Where? Dimana struktur ruang tesebut berada?
3. When? Kapan struktur ruang tersebut terbentuk sperti itu?
4. Why? Mengapa struktur ruang terbentuk seperti itu?
5. How? Bagaimana proses terbentukknya struktur seperti itu?
6. Who suffers what dan who benefits whats? Bagaimana struktur
Keruangan tersebut didayagunakan sedemikian rupa untuk kepentingan
manusia. Dampak positif dan negatif dari keberadaan ruang seperti itu
selalu dikaitkan dengan kepentingan manusia pada saat ini dan akan
datang.
Pola keruangan berkenaan dengan distribusi elemen-elemen pembentuk
ruang. Fenomena titik, garis, dan areal memiliki kedudukan
sendiri-sendiri, baik secara implisit maupun eksplisit dalam hal agihan
keruangan (Coffey, 1989). Beberapa contoh seperti cluster pattern,
random pattern, regular pattern, dan cluster linier pattern untuk
kenampakan-kenampakan titik dapat diidentifikasi (Whynne-Hammond, 1985;
Yunus, 1989).
Agihan kenampakan areal (bidang) dapat berupa kenampakan yang memanjang
(linier/axial/ribon); kenampakan seperti kipas (fan-shape pattern),
kenampakan membulat (rounded pattern), empat persegi panjang
(rectangular pattern), kenampakan gurita (octopus shape pattern),
kenampakan bintang (star shape pattern), dan beberapa gabungan dari
beberapa yang ada. Keenam bentuk pertanyaan geografi dimuka selalu
disertakan dalam setiap analisisnya.
Proses keruangan berkenaan dengan perubahan elemen-elemen pembentuk
ruang dana ruang. Oleh karena itu analisis perubahan keruangan selalu
terkait dengan dengan dimensi kewaktuan (temporal dimension). Dalam hal
ini minimal harus ada dua titik waktu yang digunakan sebagai dasar
analisis terhadap fenomena yang dipelajari.
Kerangka analisis pendekatan keruangan dapat dicontohkan sebagai
berikut.
“….belakangan sering dijumpai banjir dan tanah longsor. Bencana itu
terjadi di kawasan hulu sungai Konto Pujon Malang. Bagaimana memecahkan
permasalahan tersebut dengan menggunakan pendekatan keruangan?
Untuk itu diperlukan kerangka kerja studi secara mendalam tentang
kondisi alam dan masyarakat di wilayah hulu sungai Konto tersebut. Pada
tahap pertama perlu dilihat struktur, pola, dan proses keruangan kawasan
hulu sungai Konto tersebut. Pada tahap ini dapat diidentifikasi
fenomena/obyek-obyek yang terdapat di kawasan hulu sungai Konto. Setelah
itu, pada tahap kedua dapat dilakukan zonasi wilayah berdasarkan
kerakteristik kelerengannya. Zonasi itu akan menghasilkan zona-zona
berdasarkan kemiringannya, misalnya curam, agak curam, agak landai,
landai, dan datar. Berikut pada tahap ketiga ditentukan pemanfaatan zona
tersebut untuk keperluan yang tepat. Zona mana yang digunakan untuk
konservasi, penyangga, dan budidaya. Dengan demikian tidak terjadi
kesalahan dalam pemanfaatan ruang tersebut. Erosi dan tanah langsung
dapat dicegah, dan bersamaan dengan itu dapat melakukan budidaya tanaman
pertanian pada zona yang sesuai.
Studi fisik demikian saja masih belum cukup. Karakteristik penduduk di
wilayah hulu sungai Konto itu juga perlu dipelajari. Misalnya jenis mata
pencahariannya, tingkat pendidikannya, ketrampilan yang dimiliki, dan
kebiasaan-kebiasaan mereka. Informasi itu dapat digunakan untuk
pengembangan kawasan yang terbaik yang berbasis masyarakat setempat.
Jenis tanaman apa yang perlu ditanam, bagaimana cara penanamannya,
pemeliharaannya, dan pemanfaatannya. Dengan pendekatan itu terlihat
interelasi, interaksi, dan intergrasi antara kondisi alam dan manusia di
situ untuk memecahkan permasalahan banjir dan tanah longsor.
b. Pendekatan Kelingkungan (Ecological Approach).
Dalam pendekatan ini penekanannya bukan lagi pada eksistensi ruang,
namun pada keterkaitan antara fenomena geosfera tertentu dengan varaibel
lingkungan yang ada. Dalam pendekatan kelingkungan, kerangka
analisisnya tidak mengkaitkan hubungan antara makluk hidup dengan
lingkungan alam saja, tetapi harus pula dikaitkan dengan (1) fenomena
yang didalamnya terliput fenomena alam beserta relik fisik tindakan
manusia. (2) perilaku manusia yang meliputi perkembangan ide-ide dan
nilai-nilai geografis serta kesadaran akan lingkungan.
Dalam sistematika Kirk ditunjukkan ruang lingkup lingkungan geografi
sebagai berikut. Lingkungan geografi memiliki dua aspek, yaitu
lingkungan perilaku (behavior environment) dan lingkungan fenomena
(phenomena environment). Lingkungan perilaku mencakup dua aspek, yaitu
pengembangan nilai dan gagasan, dan kesadaran lingkungan. Ada dua aspek
penting dalam pengembangan nilai dan gagasan geografi, yaitu lingkungan
budaya gagasan-gagasan geografi, dan proses sosial ekonomi dan perubahan
nilai-nilai lingkungan. Dalam kesadaran lingkungan yang penting adalah
perubahan pengetahuan lingkungan alam manusianya.
Lingkungan fenomena mencakup dua aspek, yaitu relik fisik tindakan
manusia dan fenomena alam. Relic fisik tindakan manusia mencakup
penempatan urutan lingkungan dan manusia sebagai agen perubahan
lingkungan. Fenomena lingkungan mencakup produk dan proses organik
termasuk penduduk dan produk dan proses anorganik.
Studi mandalam mengenai interelasi antara fenomena-fenomena geosfer
tertentu pada wilayah formal dengan variabel kelingkungan inilah yang
kemudian diangap sebagai ciri khas pada pendekatan kelingkungan. Keenam
pertanyaan geografi tersebut selalu menyertai setiap bentuk analisis
geografi. Sistematika tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Kerangka umum analisis pendekatan kelingkungan dapat dicontohkan sebagai
berikut.
Masalah yang terjadi adalah banjir dan tanah longsor di Ngroto Pujon
Malang. Untuk mempelajari banjir dengan pendekatan kelingkungan dapat
diawali dengan tindakan sebagai berikut. (1) mengidentifikasi kondisi
fisik di lokasi tempat terjadinya banjir dan tanah longsor. Dalam
identifikasi itu juga perlu dilakukan secara mendalam, termasuk
mengidentifikasi jenis tanah, tropografi, tumbuhan, dan hewan yang hidup
di lokasi itu. (2) mengidentifikasi gagasan, sikap dan perilaku
masyarakat setempat dalam mengelola alam di lokasi tersebut. (3)
mengidentifikasi sistem budidaya yang dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan hidup (cara bertanam, irigasi, dan sebagainya). (4)
menganalisis hubungan antara sistem budidaya dengan hasil dan dampak
yang ditimbulkan. (5) mencari alternatif pemecahan atas permasalahan
yang terjadi.
Dalam geografi lingkungan, pendekatan kelingungan mendapat peran yang
penting untuk memahami fenomena geosfer. Dengan pendekatan itu fenomena
geosfer dapat dipahami secara holistik sehingga pemecahan terhadap
masalah yang timbul juga dapat dikonsepsikan secara baik.
c. Pendekatan Kompleks Wilayah
Permasalahan yang terjadi di suatu wilayah tidak hanya melibatkan elemen
di wilayah itu. Permasalahan itu terkait dengan elemen di wilayah lain,
sehingga keterkaitan antar wilayah tidak dapat dihindarkan. Selain itu,
setiap masalah tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Faktor
determinannya bersifat kompleks. Oleh karena itu ada kebutuhan
memberikan analisis yang kompleks itu untuk memecahkan permasalahan
secara lebih luas dan kompleks pula.
Untuk menghadapi permasalahan seperti itu, salah satu alternatif dengan
menggunakan pendekatan kompleks wilayah. Pendekatan itu merupakan
kombinasi antara pendekatan yang pertama dan pendekatan yang kedua. Oleh
karena sorotan wilayahnya sebagai obyek bersifat multivariate, maka
kajian bersifat hirisontal dan vertikal. Kajian horisontal merupakan
analisis yang menekankan pada keruangan, sedangkan kajian yang bersifat
vertikal menekankan pada aspek kelingkungan. Adanya perbedaan antara
wilayah yang satu dengan wilayah yang lain telah menciptakan hubungan
fungsional antara unit-unit wilayah sehingga tercipta suatu wilayah,
sistem yang kompleks sifatnya dan pengkajiannya membutuhkan pendekatan
yang multivariate juga.
Kerangka umum analisis pendekatan kompleks wilayah dapat dicontohkan
sebagai berikut.
Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana memecahkan masalah
urbanisasi. Masalah itu merupakan masalah yang kompleks, melibatkan dua
wilayah, yaitu wilayah desa dan kota. Untuk memecahkan masalah itu dapat
dilakukan dengan langkah sebagai berikut.
1. menerapkan pendekatan keruangan, seperti dicontohkan pada pendekatan
pertama
2. menerapkan pendekatan kelingkungan, sebagaimana dicontohkan pada
pendekatan kedua
3. menganalisis keterkaitan antara faktor-faktor di wilayah desa dengan
di kota
Arti Penting Pendekatan dalam Paradigma Geografi
Dalam menghampiri, menganalisis gejala dan permasalahan suatu ilmu
(sains), maka diperlukan suatu metode pendekatan (approach method).
Metode pendekatan inilah yang digunakan untuk membedakan kajian geografi
dengan ilmu lainnya, meskipun obyek kajiannya sama. Metode pendekatan
ini terbagi 3 macam bentuk pendekatan antara lain: pendekatan keruangan,
pendekatan ekologi/kelingkungan dan pendekatan kewilayahan.
1. Keruangan, analisis yang perlu diperhatikan adalah penyebaran,
penggunaan ruang dan perencanaan ruang. Dalam analisis peruangan
dikumpulkan data ruang disuatu tempat atau wilayah yang terdiri dari
data titik (point), data bidang (areal) dan data garis (line) meliputi
jalan dan sungai.
2. Kelingkungan, yaitu menerapkan konsep ekosistem dalam mengkaji suatu
permasalahan geografi, fenomena, gaya dan masalah mempunyai keterkaitan
aspek fisik dengan aspek manusia dalam suatu ruang.
3. Kewilayahan, yang dikaji yaitu tentang penyebaran fenomena, gaya dan
masalah dalam ruangan, interaksi antar/variabel manusia dan variabel
fisik lingkungannya yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama
lainnya. Karena pendekatan kewilayahan merupakan perpaduan antara
pendekatan keruangan dan kelingkungan, maka kajiannya adalah perpaduan
antara keduanya.
Pendekatan keruangan, pendekatan kelingkungan dan pendekatan kewilayahan
dalam kerjanya merupakan satu kesatuan yang utuh. Pendekatan yang
terpadu inilah yang disebut pendekatan geografi. Jadi fenomena, gejala
dan masalah ditinjau penyebaran keruangannya, keterkaitan antara
berbagai unit ekosistem dalam ruang. Penerapan pendekatan geografi
terhadap gejala dan permasalahan dapat menghasilkan berbagai
alternatif-alternatif pemecahan.
Pendekatan
Geografi
Pendekatan geografi dapat diartikan sebagai suatu
metode atau cara (analisis) untuk memahami berbagai gejala dan fenomena
geosfer, khususnya interaksi antara manusia dan lingkungannya.
Pendekatan geografi menjadi ciri bagi kajian geografi dan membedakannya
dengan kajian ilmu-lmu yang lain.
Pendekatan (approach) yang
digunakan dalam kajian geografi terdiri atas 3 macam, yaitu analisis
keruangan (spatial analysis), analisis ekologi (ecological analysis),
dan analisis kompleks wilayah (regional complex analysis). Oleh karena
itu, pendekatan yang digunakan dalam geografi tidak membedakan antara
elemen fisik dan nonfisik.
Pendekatan Keruangan
Pendekatan
keruangan adalah upaya dalam mengkaji rangkaian dan perbedaan fenomena
geosfer dalam ruang. Di dalam pendekatan keruangan ini yang perlu
diperhatikan adalah persebaran penggunaan ruang dan penyediaan ruang
yang akan dimanfaatkan.
Contoh penggunaan pendekatan keruangan adalah
perencanaan pembukaan lahan untuk daerah permukiman yang baru.
Data-data yang perlu diketahui untuk keperluan tersebut terutama yang
menyangkut keadaan lokasi, antara lain ketinggian tempat, kemiringan
lereng, jenis tanah, dan keadaan air tanah. Hal itu karena keadaan fisik
lokasi tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat adaptasi manusia yang
akan menempatinya.
Pendekatan Ekologi
Pendekatan
ekologi adalah upaya dalam mengkaji fenomena geosfer khususnya terhadap
interaksi antara organisme hidup dan lingkungannya, termasuk dengan
organisme hidup yang lain. Di dalam organisme hidup itu manusia
merupakan satu komponen yang penting dalam proses interaksi. Oleh karena
itu, muncul istilah okologi manusia (human ecology) yang mempelajari
interaksi antarmanusia serta antara manusia dan lingkungan.
Kemampuan
manusia dalam memanfaatkan lingkungannya untuk berbagai aktivitas
kehidupan merupakan contoh pendekatan ekologi. Misalnya, manusia yang
bertempat tinggal di pantai memiliki aktivitas yang berbeda dengan
manusia yang tinggal di daerah pegunungan.
Pendekatan Kompleks Wilayah
Pendekatan kompleks wilayah
adalah upaya dalam mengkaji fenomena geosfer dengan menggunakan
pendekatan keruangan dan pendekatan ekologi. Di dalam analisis ini yang
menjadi perhatian adalah tentang persebaran fenomena tertentu melalui
pendekatan keruangan dan interaksi manusia dengan lingkungannya melalui
pendekatan ekologi. Pendekatan kompleks wilayah beranggapan bahwa
interaksi antarwilayah akan berkembang karena adanya perbedaan
antarwilayah itu. Oleh karena adanya perbedaan itu maka akan terjadi
pemenuhan kebutuhan dari satu wilayah terhadap wilayah yang lain.
Melalui
pendekatan kompleks wilayah, perencanaan pembukaan lahan untuk daerah
permukiman yang baru seperti contoh di atas dikaji lebih luas lagi,
terutama hubungannya dengan wilayah lain dan pengembangannya. Hal
tersebut membuktikan bahwa fenomena geografi yang terjadi pada suatu
wilayah memiliki keterkaitan (hubungan) dengan fenomena di wilayah lain.
Pendekatan Ilmu Geografi
Dalam geografi terpadu, para ahli geografi tidak hanya memfokuskan
kajiannya pada objek material, tetapi lebih menekankan pada sudut
pandang keilmuannya. Menurut Peter Hagget
untuk menemukan masalah geografi, maka digunakan tiga bentuk
pendekatan, yaitu :
- Pendekatan Keruangan
- Fenomena geografi berbeda dari wilayah yang satu dengan wilayah
yang lain dan mempunyai pola keruangan/spasial tertentu (spatial
structure).
- Pendekatan Ekologi
- Fenomena geografi membentuk suatu rangkaian yang saling
berkaitan di dalam sebuah sistem, dengan manusia sebagai unsur utamanya.
- Pendekatan Kompleks Wilayah
- Analisis kompleks wilayah merupakan perpaduan antara analisis
keruangan dan analisis ekologi.
Pendekatan-Pendekatan Geografi
Geografi merupakan pengetahuan yang mempelajarai fenomena geosfer
dengan menggunakan pendekatan keruangan, kelingkungan, dan kompleks
wilayah. Berdasarkan definisi geografi tersebut ada dua hal penting
yang perlu dipahami, yaitu:
- obyek studi geografi (Obyek studi geografi adalah fenomena
geosfere yang meliputi litosfere, hidrosfera, biosfera,
atmosfera, dan antrophosfera), dan
- pendekatan geografi
Mendasarkan pada obyek material ini, geografi belum dapat menunjukan
jati dirinya. Sebab, disiplin ilmu lain juga memiliki obyek yang sama.
Perbedaan geografi dengan disiplin ilmu lain terletak pada
pendekatannya. Sejalan dengan hal itu Hagget (1983) mengemukakan tiga
pendekatan, yaitu:
- pendekatan keruangan,
- pendekatan kelingkungan, dan
- pendekatan kompleks wilayah
Pendekatan Keruangan.
Pendekatan keruangan merupakan suatu cara pandang atau kerangka
analisis yang menekankan eksistensi ruang sebagai penekanan. Eksisitensi
ruang dalam perspektif geografi dapat dipandang dari struktur (spatial
structure), pola (spatial pattern), dan proses (spatial
processess) (Yunus, 1997).
Dalam konteks fenomena keruangan terdapat perbedaan kenampakan
strutkur, pola dan proses. Struktur keruangan berkenaan dengan dengan
elemen-elemen penbentuk ruang. Elemen-elemen tersebut dapat disimbulkan
dalam tiga bentuk utama, yaitu: (1) kenampakan titik (point
features), (2) kenampakan garis (line features), dan (3)
kenampakan bidang (areal features).
Kerangka kerja analisis pendekatan keruangan bertitik tolak pada
permasalahan susunan elemen-elemen pembentuk ruang. Dalam analisis itu
dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.
- What? Struktur ruang apa itu?
- Where? Dimana struktur ruang tesebut berada?
- When? Kapan struktur ruang tersebut terbentuk sperti itu?
- Why? Mengapa struktur ruang terbentuk seperti itu?
- How? Bagaimana proses terbentukknya struktur seperti itu?
- Who suffers what dan who benefits whats? Bagaimana struktur
Keruangan tersebut didayagunakan sedemikian rupa untuk kepentingan
manusia. Dampak positif dan negatif dari keberadaan ruang seperti itu
selalu dikaitkan dengan kepentingan manusia pada saat ini dan akan
datang.
Pola keruangan berkenaan dengan distribusi elemen-elemen pembentuk
ruang. Fenomena titik, garis, dan areal memiliki kedudukan
sendiri-sendiri, baik secara implisit maupun eksplisit dalam hal agihan
keruangan (Coffey, 1989). Beberapa contoh seperti cluster pattern,
random pattern, regular pattern, dan cluster linier pattern untuk
kenampakan-kenampakan titik dapat diidentifikasi (Whynne-Hammond, 1985;
Yunus, 1989).
Agihan kenampakan areal (bidang) dapat berupa kenampakan yang
memanjang (linier/axial/ribon); kenampakan seperti kipas (fan-shape
pattern), kenampakan membulat (rounded pattern), empat
persegi panjang (rectangular pattern), kenampakan gurita (octopus
shape pattern), kenampakan bintang (star shape pattern),
dan beberapa gabungan dari beberapa yang ada. Keenam bentuk pertanyaan
geografi dimuka selalu disertakan dalam setiap analisisnya.
Proses keruangan berkenaan dengan perubahan elemen-elemen pembentuk
ruang dana ruang. Oleh karena itu analisis perubahan keruangan selalu
terkait dengan dengan dimensi kewaktuan (temporal dimension). Dalam hal
ini minimal harus ada dua titik waktu yang digunakan sebagai dasar
analisis terhadap fenomena yang dipelajari.
Kerangka analisis pendekatan keruangan dapat dicontohkan sebagai
berikut.
“….belakangan sering dijumpai banjir dan tanah longsor. Bencana itu
terjadi di kawasan hulu sungai Konto Pujon Malang. Bagaimana memecahkan
permasalahan tersebut dengan menggunakan pendekatan keruangan?
Untuk itu diperlukan kerangka kerja studi secara mendalam tentang
kondisi alam dan masyarakat di wilayah hulu sungai Konto tersebut. Pada
tahap pertama perlu dilihat struktur, pola, dan proses keruangan kawasan
hulu sungai Konto tersebut. Pada tahap ini dapat diidentifikasi
fenomena/obyek-obyek yang terdapat di kawasan hulu sungai Konto. Setelah
itu, pada tahap kedua dapat dilakukan zonasi wilayah berdasarkan
kerakteristik kelerengannya. Zonasi itu akan menghasilkan zona-zona
berdasarkan kemiringannya, misalnya curam, agak curam, agak landai,
landai, dan datar. Berikut pada tahap ketiga ditentukan pemanfaatan zona
tersebut untuk keperluan yang tepat. Zona mana yang digunakan untuk
konservasi, penyangga, dan budidaya. Dengan demikian tidak terjadi
kesalahan dalam pemanfaatan ruang tersebut. Erosi dan tanah langsung
dapat dicegah, dan bersamaan dengan itu dapat melakukan budidaya tanaman
pertanian pada zona yang sesuai.
Studi fisik demikian saja masih belum cukup. Karakteristik penduduk
di wilayah hulu sungai Konto itu juga perlu dipelajari. Misalnya jenis
mata pencahariannya, tingkat pendidikannya, ketrampilan yang dimiliki,
dan kebiasaan-kebiasaan mereka. Informasi itu dapat digunakan untuk
pengembangan kawasan yang terbaik yang berbasis masyarakat setempat.
Jenis tanaman apa yang perlu ditanam, bagaimana cara penanamannya,
pemeliharaannya, dan pemanfaatannya. Dengan pendekatan itu terlihat
interelasi, interaksi, dan intergrasi antara kondisi alam dan manusia di
situ untuk memecahkan permasalahan banjir dan tanah longsor.
b. Pendekatan Kelingkungan (Ecological Approach).
Dalam pendekatan ini penekanannya bukan lagi pada
eksistensi
ruang, namun pada keterkaitan antara fenomena geosfera tertentu
dengan varaibel lingkungan yang ada. Dalam pendekatan kelingkungan,
kerangka analisisnya tidak mengkaitkan hubungan antara makluk hidup
dengan lingkungan alam saja, tetapi harus pula dikaitkan dengan (1)
fenomena yang didalamnya terliput fenomena alam beserta relik fisik
tindakan manusia. (2) perilaku manusia yang meliputi perkembangan
ide-ide dan nilai-nilai geografis serta kesadaran akan lingkungan.
Dalam sistematika Kirk ditunjukkan ruang lingkup lingkungan geografi
sebagai berikut. Lingkungan geografi memiliki dua aspek, yaitu
lingkungan perilaku (behavior environment) dan lingkungan
fenomena (phenomena environment). Lingkungan perilaku mencakup
dua aspek, yaitu pengembangan nilai dan gagasan, dan kesadaran
lingkungan. Ada dua aspek penting dalam pengembangan nilai dan gagasan
geografi, yaitu lingkungan budaya gagasan-gagasan geografi, dan proses
sosial ekonomi dan perubahan nilai-nilai lingkungan. Dalam kesadaran
lingkungan yang penting adalah perubahan pengetahuan lingkungan alam
manusianya.
Lingkungan fenomena mencakup dua aspek, yaitu relik fisik tindakan
manusia dan fenomena alam. Relic fisik tindakan manusia mencakup
penempatan urutan lingkungan dan manusia sebagai agen perubahan
lingkungan. Fenomena lingkungan mencakup produk dan proses organik
termasuk penduduk dan produk dan proses anorganik.
Studi mandalam mengenai interelasi antara fenomena-fenomena geosfer
tertentu pada wilayah formal dengan variabel kelingkungan inilah yang
kemudian diangap sebagai ciri khas pada pendekatan kelingkungan. Keenam
pertanyaan geografi tersebut selalu menyertai setiap bentuk analisis
geografi. Sistematika tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Kerangka umum analisis pendekatan kelingkungan dapat dicontohkan
sebagai berikut.
Masalah yang terjadi adalah banjir dan tanah longsor di Ngroto Pujon
Malang. Untuk mempelajari banjir dengan pendekatan kelingkungan dapat
diawali dengan tindakan sebagai berikut. (1) mengidentifikasi kondisi
fisik di lokasi tempat terjadinya banjir dan tanah longsor. Dalam
identifikasi itu juga perlu dilakukan secara mendalam, termasuk
mengidentifikasi jenis tanah, tropografi, tumbuhan, dan hewan yang hidup
di lokasi itu. (2) mengidentifikasi gagasan, sikap dan perilaku
masyarakat setempat dalam mengelola alam di lokasi tersebut. (3)
mengidentifikasi sistem budidaya yang dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan hidup (cara bertanam, irigasi, dan sebagainya). (4)
menganalisis hubungan antara sistem budidaya dengan hasil dan dampak
yang ditimbulkan. (5) mencari alternatif pemecahan atas permasalahan
yang terjadi.
Dalam geografi lingkungan, pendekatan kelingungan mendapat peran yang
penting untuk memahami fenomena geosfer. Dengan pendekatan itu fenomena
geosfer dapat dipahami secara holistik sehingga pemecahan terhadap
masalah yang timbul juga dapat dikonsepsikan secara baik.
c. Pendekatan Kompleks Wilayah
Permasalahan yang terjadi di suatu wilayah tidak hanya melibatkan
elemen di wilayah itu. Permasalahan itu terkait dengan elemen di wilayah
lain, sehingga keterkaitan antar wilayah tidak dapat dihindarkan.
Selain itu, setiap masalah tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Faktor
determinannya bersifat kompleks. Oleh karena itu ada kebutuhan
memberikan analisis yang kompleks itu untuk memecahkan permasalahan
secara lebih luas dan kompleks pula.
Untuk menghadapi permasalahan seperti itu, salah satu alternatif
dengan menggunakan pendekatan kompleks wilayah. Pendekatan itu merupakan
kombinasi antara pendekatan yang pertama dan pendekatan yang kedua.
Oleh karena sorotan wilayahnya sebagai obyek bersifat multivariate, maka
kajian bersifat hirisontal dan vertikal. Kajian horisontal merupakan
analisis yang menekankan pada keruangan, sedangkan kajian yang bersifat
vertikal menekankan pada aspek kelingkungan. Adanya perbedaan antara
wilayah yang satu dengan wilayah yang lain telah menciptakan hubungan
fungsional antara unit-unit wilayah sehingga tercipta suatu wilayah,
sistem yang kompleks sifatnya dan pengkajiannya membutuhkan pendekatan
yang multivariate juga.
Kerangka umum analisis pendekatan kompleks wilayah dapat dicontohkan
sebagai berikut.
Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana memecahkan masalah
urbanisasi. Masalah itu merupakan masalah yang kompleks, melibatkan dua
wilayah, yaitu wilayah desa dan kota. Untuk memecahkan masalah itu dapat
dilakukan dengan langkah sebagai berikut.
- menerapkan pendekatan keruangan, seperti dicontohkan pada
pendekatan pertama
- menerapkan pendekatan kelingkungan, sebagaimana dicontohkan
pada pendekatan kedua
- menganalisis keterkaitan antara faktor-faktor di wilayah desa
dengan di kota
B. Pendekatan Geografi
Dalam hal pendekatan, geografi mempunyai cara
pandang atau pendekatan yang berbeda dengan ilmu yang lain. Dalam
pemecahan masalah, geografi memiliki 3 pendekatan, yaitu pendekatan
keruangan, pendekatan kelingkungan, dan pendekatan kompleks wilayah.
1.
Pendekatan keruangan
Digunakan untuk mengetahui persebaran dalam
penggunaan ruang yang telah ada dan bagaimana penyediaan ruang yang akan
digunakan untuk berbagai kegunaan yang dirancangkan. Melalui pendekatan
keruangan, seorang geograf akan meneliti secara mendalam tentang
keberadaan suatu ruang yang menjadi objek studinya.
2. Pendekatan
kelingkungan
Digunakan oleh ilmu geografi untuk mengetahui hubungan
antara keterkaitan antara unsur-unsur yang berada pada lingkungan
tertentu, baik antar makhluk hidup maupun antara makhluk hidup dan
lingkungan alamnya. Studi interaksi antara organisme hidup dan
lingkungan disebut ekologi. Oleh karena itu, pendekatan kelingkungan
dapat juga disebut pendekatan ekologis.
3. Pendekatan kewilayahan
Merupakan
kombinasi antara pendekatan keruangan dan lingkungan. Interaksi antar
wilayah akan berkembang karena pada hakekatnya suatu wilayah itu
mempunyai unsur-unsur yang berbeda dengan wilayah lain. Perbedaan
wilayah terjadi karena unsur-unsur dalam ruangan berbeda antara yang
satu dengan yang lain ( analisis keruangan). Oleh adanya perbedaan
tersebut, jadi saling berinteraksi antara wilayah satu dengan yang lain
untuk memenuhi kekurangan unsur pada tiap wilayah. Contohnya, wilayah
yang memiliki kekurangan beras akan meminta pada wilayah yang memiliki
kelebihan beras. Sebaliknya, wilayah yang memiliki kekurangan beras bisa
jadi memiliki kelebihan dalam buah-buahan. Jadi antar wilayah tersebut
saling menukar barang yang dimilikinya.
1. Pendekatan Geografi
Pendekatan
dan metode dalam kajian geografi sejak awal pertumbuhan pada masa
Yunani hingga saat ini selalu mengalami perubahan. Kajian geografi telah
dilakukan orang dengan bentuk pendekatan yang tidak selalu sama dari waktu ke waktu. Pandangan filsafat turut berpengaruh, perubahan paradigma yang dianut menjadi penentu cara kerja atau metode serta sasaran menjadi perhatian utama geografi, berkaitan erat dengan perdebatan sejumlah tokoh dalam mempelajari geografi.
Menurut Pattison pendekatan geografi digolongkan pada empat hal berikut.
1. Tradisi keruangan; pusat
perdebatan pada persoalan geometri, hubungan keruangan dan juga
perpindahan keruangan. Hal ini memfokuskan sifat keruangan melekat pada
setiap fenomena yang ada di muka bumi. Masalah keruangan pada kehidupan modern lebih kompleks dan perlu pendekatan ”special organization”. Nilai terapan geografi akan lebih banyak dipakai dalam kegiatan perencanaan analisis masalah keruangan dan pemanfaatannya.
2. Tradisi studi wilayah; yang
perhatiannya terpusat pada bagian karakteristik esensial tempat-tempat
atau kawasan fakta. Secara kartografi dari satu tempat ke tempat lain.
3. Tradisi hubungan manusia dan alam; perhatiannya
terpusat pada interaksi manusia dengan lingkungannya. Hubungan udara,
air, kondisi alam, dan tempat-tempat pengaruhnya terhadap kesehatan
manusia.
4 Tradisi ilmu kebumian; perhatiannya
terpusat pada upaya mendeskripsikan ciri-ciri permukaan bumi, aspek
keadaan alamnya, gejala-gejala, sifat, dan proses alam di bumi. Hal ini
menghasilkan geografi fisis, dan melihat kenyataan terjadi cabang
pengkhususan geografi yang banyak menjadi menyempit. Contoh: ilmu kebumian menjadi geologi, oseanologi, meteorologi, dan astronomi.
2. Objek Studi Geografi
Objek geografi antara lain sebagai berikut:
a. atmosfer (udara yang
menyelimuti bumi), litosfer (kulit bumi), pedosfer (lapisan tanah di
permukaan bumi), dan hidrosfer (air di permukaan bumi); b. biosfer
(kehidupan flora dan fauna di muka bumi) dan antroposfer (manusia di bumi);
c. perkiraan bentang lahan dan bentang sosial dan budaya baik di perkotaan maupun perdesaan;
d. keberagaman hubungan manusia dengan lingkungannya sebagai akibat budaya dan teknologi;
e. hubungan manusia dengan segala proses yang ada di muka bumi yang merupakan pendekatan ekologi.
3. Fungsi Pelajaran Geografi
Fungsi pelajaran geografi adalah:
a. sebagai alat analisis keruangan dengan proses-proses yang
saling terkait, misalnya, keterkaitan antaraspek fisik, sebagai contoh
keterkaitan lereng dan erosi, keterkaitan aspek fisik dan sosial
ekonomi;
b. sebagai alat analisis kelingkungan yang
berfungsi menganalisis hubungan antara manusia dan lingkungan tempat
tinggalnya, misalkan hubungan antara laut dan tambak dengan nelayan atau
hubungan antara petani vanili dan dataran tinggi;
c. sebagai alat analisis kewilayahan sehingga dapat memberikan ciri yang khas pada satu wilayah, yang dapat membedakan antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lainnya.
4. Tujuan Pembelajaran Geografi
Adapun tujuan pembelajaran geografi yang menjadi dasar pembelajaran geografi ada tiga macam, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Sebagai pengetahuan, geografi bertujuan mengembangkan konsep dasar geografi yang berkaitan dengan pola keruangan dan prosesnya;
mengembangkan pengetahuan, peluang dan keterbatasan sumber daya alam untuk dimanfaatkan; mengembangkan konsep dasar geografi yang terkait dengan lingkungan sekitar dan wilayah negara atau dunia. Sebagai keterampilan, geografi
bertujuan mengembangkan keterampilan mengamati lingkungan fisik,
lingkungan sosial, dan lingkungan binaan; mengembangkan keterampilan
mengumpulkan, mencatat data dan informasi yang berkaitan dengan aspek
keruangan; mengembangkan keterampilan analisis, sintesis, kecenderungan,
dan hasil-hasil dari interaksi berbagai gejala geografis. Sebagai sikap, geografi bertujuan menumbuhkan kesadaran terhadap perubahan fenomena geografi yang
terjadi di lingkungan sekitar; mengembangkan sikap melindungi dan
tanggung jawab terhadap kualitas lingkungan hidup; mengembangkan
kepekaan terhadap permasalahan dalam pemanfaatan sumber daya;
mengembangkan sikap toleransi terhadap perbedaan sosial dan budaya;
mewujudkan rasa cinta tanah air dan persatuan bangsa.
Latihan Individu
1. Jelaskan objek kajian ilmu geografi!
2. Jelaskan empat ilmu penunjang geografi yang berhubungan dengan aktivitas manusia!
3. Uraikanlah tujuan pembelajaran geografi!
Tugas Kelompok
Coba
berikan penjelasan mengapa di lereng Gunung Merapi dan Gunung Merbabu
di Provinsi Jawa Tengah penduduknya padat dan sebagian besar penduduknya
bermata pencaharian sebagai petani!
Sumber :
Sulistiyanto, Iwan Gatot, 2009, Geografi 1 : untuk Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah Kelas X, Jakarta : Pusat perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, h. 6 – 8.